Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung. Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bitcoin dan Fungsi Sebuah Mata Uang

1 Januari 2018   19:24 Diperbarui: 12 Mei 2022   22:38 9582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di penghujung tahun 2017 lalu, saya diundang oleh IDX Channel Televisi untuk melakukan sebuah live talkshow. Umumnya saya diundang beberapa media untuk berdiskusi seputar ekonomi ataupun kebijakan terakhir di bidang teknologi finansial. Namun kali ini topiknya spesifik, yaitu membahas mengenai bitcoin dan cryptocurrency. Bagi saya, ini adalah topik menarik karena isu bitcoin kerap menjadi pembicaraan, termasuk kebingungan di banyak kalangan. Apa itu cryptocurrency? Apa itu bitcoin? Bagaimana regulator menyikapi perkembangan mata uang crypto yang saat ini mulai muncul? Dan bagaimana fenomena bitcoin ke depan?

Talk Show di IDX Channel tentang Bitcoin (29/12)
Talk Show di IDX Channel tentang Bitcoin (29/12)
Reporter IDX Channel, Mas Hardy Hermawan, memberi banyak pertanyaan tajam seputar respons dari otoritas menghadapi perkembangan bitcoin. Tentunya jawaban mengenai hal tersebut bisa sangat menarik. Diskusi menjadi seru karena dilakukan juga teleconference dengan Mas Oscar Darmawan dari PT Bitcoin Indonesia yang selama ini aktif dalam pengembangan teknologi bitcoin. Agar diskusi menarik di televisi tersebut dapat lebih dibaca kalangan luas, saya mencoba berbagi beberapa poin yang disampaikan di sana, mulai dari apa itu bitcoin, analisisnya sebagai mata uang, respon regulator, fungsi regulator, dan prospek ke depan.

Dalam bentuknya yang paling murni, cryptocurrency atau mata uang crypto adalah sejenis kas elektronik yang bisa dikirim langsung dari orang ke orang (peer-to-peer) tanpa melalui institusi keuangan, atau bank. Umumnya kalau kita saat ini mengirim dana atau uang ke pihak lain, tentunya harus diproses melalui bank. Dalam hal ini, bank berfungsi sebagai perantara. Nah dalam teknologi crypto ini, pembayaran dilakukan langsung tanpa perantara.

Transaksi yang dilakukan antara dua pihak dalam jaringan lalu diverifikasi melalui proses pengkodean tertentu atau kriptografi. Nah, Bitcoin adalah salah satu jenis cryptocurrency yang ada, dan populer. Selain Bitcoin, terdapat lebih dari 400 mata uang crypto yang serupa dengan berbagai nama, seperti ethereum, litecoin, dll. Banyak di antara mata uang crypto tersebut yang kekurangan peminat hingga kemudian mati satu per satu. Dalam Bitcoin, apabila terdapat transaksi dari dua orang, maka pihak lain dalam jaringan yang dapat memecahkan kode atau memverifikasi terjadinya transaksi, akan diberi reward berupa bitcoin. Langkah ini yang dikenal dengan istilah menambang bitcoin (mining).

Bitcoin lahir dari sebuah paper di tahun 2008 yang diterbitkan oleh Satoshi Nakamoto (bukan nama sebenarnya) yang mengangkat judul "peer to peer electronic cash system". Cryptocurrency yang diciptakan Satoshi Nakamoto tersebut disebut bitcoin dan bekerja menggunakan platform software publik (open source). Hal itu berarti siapapun bisa mengunduh dan mengoperasikan sistemnya dalam sebuah jaringan peer-to-peer yang terdesentralisasi. Karakteristik ini yang membuat bitcoin populer dan terdistribusi ke berbagai negara. 

Menilik sejarahnya tersebut, cryptocurrency bisa dianggap sebagai sesuatu yang misterius dan kerap disalahpahami dengan berbagai alasan. Pertama, kita tidak pernah tahu siapa sebenarnya di balik sistem cryptocurrency tersebut. Kedua, setelah terjadi kasus pencurian bitcoin di salah satu penukaran terbesar di Jepang, yaitu Mt. Gox, kesalahpahaman terjadi. Mt.Gox hanyalah sebuah perantara atau jasa penukaran dan bukan bitcoin itu sendiri. Jadi yang dibobol bukan sistem bitcoinnya melainkan jasa penukarannya. Ini kompleks dan sulit dipahami. Ketiga, proses menghasilkan cryptocurrency membutuhkan upaya dari para penambang untuk menambang (mining) yang prosesnya rumit, melelahkan, serta membutuhkan energi listrik yang besar.

Sumber: https://economictimes.indiatimes.com
Sumber: https://economictimes.indiatimes.com
Apakah Bitcoin itu Mata Uang?

Dari latar belakang tersebut, di wawancara televisi saya mengutip analisis dari berbagai pihak, termasuk satu paper dari David Yermack, peneliti di Biro Ekonomi Riset, New York University (2016) bahwa bitcoin masih gagal untuk memenuhi kriteria sebagai mata uang.  Yermack mengutip fungsi dasar dari sebuah mata uang, yaitu media penukaran (medium of exchange), satuan penyimpan nilai (a store of value), dan unit hitung (a unit of account). Dari ketiga kriteria tersebut, bitcoin tidak memenuhi syarat sebagai uang. Yermack meragukan bahwa bitcoin dapat menjadi mata uang ataupun alat pembayaran yang dapat diterima khalayak saat ini.

Saya sependapat dengan analisis tersebut. Kalau kita lihat volatilitas bitcoin dalam beberapa tahun terakhir ini sangat tinggi, jauh lebih tinggi dari mata uang yang ada. Hal ini berdampak pada sulitnya menghitung risiko jangka pendek dari bitcoin. Selain itu, nilai tukar dari bitcoin dalam hari ke hari tidak berkorelasi sama sekali dengan mata uang apapun yang ada di dunia, maupun dengan komoditas seperti emas misalnya. Hal ini menjadikan bitcoin tidak berguna dalam manajemen risiko dan sulit bagi pemiliknya untuk melakukan lindung nilai (hedging).

Mari kita coba lihat satu persatu fungsi uang pada bitcoin untuk lebih jelasnya. Pertama, sebagai media penukaran (medium of exchange). Bitcoin tidak memiliki nilai intrinsik, sehingga nilainya akan sangat tergantung pada kegunaannya dalam ekonomi ataupun konsumsi. Namun dalam kenyataannya, saat ini masih sangat kecil pihak yang menggunakan bitcoin dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan berbagai pembayaran. Sedikit juga pedagang (merchants) yang bersedia menerima bitcoin. Beberapa negara seperti Jepang misalnya, membolehkan bitcoin digunakan sebagai alat pembayaran (bukan sebagai legal tender atau mata uang sah). Namun kalau kita ke Jepang, hanya beberapa, untuk tidak mengatakan sangat sedikit, toko yang mau menerima pembayaran dengan bitcoin. Apalagi di negara lain, termasuk Indonesia. Dengan kata lain, pembayaran menggunakan bitcoin saat ini masih sangat jarang.

Kesulitan besar dalam menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran adalah sulitnya lagi bagi pengguna untuk memperoleh bitcoin selanjutnya. Kecuali ia adalah seorang penambang (miner) atau melakukan pembelian ke tempat penukaran (bitcoin exchange). Pembelian ini pun tidak bisa dilakukan dengan mudah, misalnya pakai kartu kredit atau paypal. Apalagi bila di negara tersebut, bitcoin dilarang oleh regulator. Langkah mendapatkan bitcoin dengan membeli menjadi lebih sulit. Selain itu, saat melakukan transaksi, prosesnya pun tidak mudah karena biaya transaksi yang tinggi. Di Indonesia misalnya, menurut Mas Oscar, biaya transaksi menggunakan bitcoin sekitar Rp 60 ribu per transaksi. Bayangkan kalau kita hanya membeli secangkir kopi seharga Rp 20 ribu. Sangat tidak efisien. Terakhir, proses verifikasi antara pedagang dan pembeli juga tidak terjadi seketika. Saat ini masih membutuhkan waktu sekitar 10 menitan. Hal ini tentu membuang waktu apabila pembeli tidak memiliki waktu banyak dalam bertransaksi.

Kedua, sebagai satuan hitung (unit of account). Bagi pengguna atau pembeli, kita tentu mencari kemudahan dalam melakukan pembelian barang. Misalnya, semangkuk mie ayam harganya Rp 25 ribu, secangkir kopi harganya Rp 15 ribu. Ini akan memudahkan dalam penghitungan. Namun dalam penggunaan bitcoin, berbagai masalah muncul, terutama disebabkan oleh volatilitasnya yang sangat ekstrim. Nilai bitcoin bisa berubah-ubah secara drastis dari menit ke menit. Hal ini mempersulit penjual dalam menentukan harga suatu barang. Selain itu, tidak ada harga pasar yang seragam atau baku (fixed) terkait dengan bitcoin. Saya juga mencoba melakukan pengecekan pada beberapa pasar bitcoin di seluruh dunia, dan harganya bervariasi. Disparitas ini, dalam teori nilai pasar, melanggar hukum klasik satu harga (law of one price) bagi sebuah mata uang. Mengapa melanggar? Karena terbuka besar kemungkinan orang untuk melakukan arbitrage di pasar yang sama (membeli murah dan menjual tinggi dalam komoditas dan waktu yang sama).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun