Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja sebagai Direktur Departemen Komunikasi BI dan menjabat sebagai Ketua Ikatan Pegawai BI (IPEBI). Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Gairah Jazz di Gunung Bromo

23 Juni 2013   05:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:34 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_262190" align="aligncenter" width="614" caption="Sierra Soetedjo tampil bersama Idang Rasjidi di ajang Jazz Gunung 2013 / photo junanto"][/caption]

Musik Jazz, udara pegunungan, secangkir kopi, dan jagung bakar. Apalagi yang saya perlukan untuk menikmati indahnya kehidupan. Suasana itu saya dapatkan akhir pekan ini (21/6), di gunung Bromo, Jawa Timur. Saya sempat hadir ke panggung terbuka Java Banana Hotel di kawasan Taman Nasional Gunung Bromo, untuk menyaksikan pergelaran Jazz Gunung 2013.

Tahun 2013 ini adalah kali kelima event ini digelar di Bromo. Semakin tahun pengunjung yang datang semakin ramai, dan jazz gunung mulai terdengar hingga mancanegara. Hal itu terbukti dengan hadirnya beberapa penonton dari Brisbane, Australia, yang khusus datang untuk menyaksikan Jazz Gunung.

Musisi jazz yang tampil pada acara itu juga luar biasa. Kita disuguhkan nama-nama besar pemain jazz seperti Idang Rasjidi, Barry Likumahuwa, Yovie Widianto, hingga pendatang baru yang cemerlang, Sierra Soetedjo dan Bandanaira Duo.

Berbeda dengan kebiasaan menyelenggarakan festival jazz di dalam gedung atau kota besar, Jazz Gunung justru diselenggarakan di panggung terbuka dan menyatu dengan alam pegunungan. Saya sempat bertemu dengan Sigit Pramono, ketua Perbanas dan mantan Dirut BNI, yang juga menjadi penggagas Jazz Gunung. Ia mengatakan bahwa ide mengadakan jazz gunung adalah agar musik jazz dapat juga membawa kita menyatu dengan alam. Itulah kenapa tagline, “Indahnya Jazz, Merdunya Gunung” dipilih untuk event ini.

[caption id="attachment_262191" align="aligncenter" width="614" caption="Panggung terbuka Jazz Gunung di Java Banana / photo junanto by NX300"]

13719400602102290051
13719400602102290051
[/caption]

Tentu saja risiko bermain di alam terbuka, apalagi di gunung, adalah apabila terjadi hujan. Dan hal itu sempat terjadi di awal pergelaran. Saat Sierra Soetedjo memulai lagu pertamanya, hujan pun turun. Sierra agak terlihat bingung, dan meski ia ingin melanjutkan lagunya dengan menggunakan payung, panitia menghentikan terlebih dahulu pertunjukan. Penontonpun terpaksa “bubar” sementara.

[caption id="attachment_262192" align="aligncenter" width="614" caption="Saat hujan turun, Sierra pun mencoba berpayung. Tapi pertunjukan sempat dihentikan / photo Junanto. taken with NX300"]

13719401191093772886
13719401191093772886
[/caption]

Namun hal itu tidak mengurangi semangat para pemain ataupun penonton. Selang beberapa jam kemudian, hujan berlalu dan malam cerah tiba. Kamipun kembali masuk ke area panggung terbuka. Musik jazz kembali berkumandang dan Sierra Soetedjo melanjutkan penampilannya.

Sierra sungguh mampu menghangatkan suasana pegunungan yang semakin malam semakin dingin. Ia menggoyang penonton dengan lagu-lagunya. Sierra lalu memanggil musisi jazz senior Indonesia, Idang Rasjidi, untuk mendampinginya menyanyi. Penampilan mereka sungguh luar biasa. Improvisasi Idang Rasjidi, dengan gaya bebop yang bersahut-sahutan dengan Sierra, sungguh menghibur penonton. Panggung terbuka Jazz Gunung bergelora bersama-sama.

Penampilan selanjutnya dari Balawan & Batuan Ethnic Fusion semakin menghangatkan suasana. Dengan “jari maut”-nya yang cepat, Balawan membius penonton. Ia juga mendatangkan kawannya dari San Fransisco yang membawakan aliran beatbox. Dipadu dengan iringan musik etnik, raungan gitar Balawan, gaya beatbox terasa makin luar biasa dan menghibur.

[caption id="attachment_262193" align="aligncenter" width="614" caption="Penampilan Balawan & Batuan Ethnic Fusion mampu menghangatkan suasana / photo by junanto with NX300"]

13719402032134165174
13719402032134165174
[/caption]

Bandanaira Duo dan Yovie Widianto Fusion menutup acara malam pertama. Di hari kedua, Barry Likumahuwa, Djaduk Ferianto, Kulkul Bank, Rieke Roslan & Band, tampil menghibur penonton. Butet Kartaradjesa, serta MC muda kocak, Alit dan Gundi, juga mampu membawakan acara dengan suasana penuh canda dan tertawa.

Ya, jazz adalah simbol dari keragaman. Butet Kartaradjesa saat membawakan acara mengingatkan, bahwa musik jazz tidak memandang latar belakang kita. Ia boleh Muslim, baik sunni atau syiah, Kristen, Hindu, Buddha. Tapi malam itu, semua dipersatukan oleh musik jazz dan larut dengan keindahan alam sebagai karya agung Yang Maha Kuasa.

Bagi saya, penampilan Jazz Gunung 2013 sungguh sangat menghibur dan membawa banyak makna. Sebagaimana sebuah pepatah lama, “Jazz adalah sebuah musik yang optimal terbuka diciptakan untuk pikiran terbuka”. Semoga dengan diselenggarakannya jazz gunung, selain mampu membuat kita semakin mencintai alam, juga menjadikan pikiran kita semakin terbuka.

Salam

[caption id="attachment_262194" align="aligncenter" width="614" caption="Sierra Soetedjo berinteraksi dengan penonton Jazz Gunung dengan mengajak menyanyi bersama / photo junanto"]

1371940372506183968
1371940372506183968
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun