Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja sebagai Direktur Departemen Komunikasi BI dan menjabat sebagai Ketua Ikatan Pegawai BI (IPEBI). Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jabatan Singkat Pak Menteri Hachiro

10 September 2011   15:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:04 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_130654" align="aligncenter" width="570" caption="Yoshio Hachiro, Menteri Perindustrian Jepang, yang mundur / Getty Image"][/caption] Satu lagi cerita tentang pejabat Jepang yang mundur sebelum jabatannya usai. Menteri Perdagangan dan Perindustrian Jepang, Yoshio Hachiro, malam tadi (10/9) mundur dari jabatannya. Padahal, ia belum genap dua minggu menjabat sebagai menteri di kabinet Perdana Menteri (PM) Jepang yang baru, Yoshihiko Noda.

Hachiro mundur setelah pernyataannya dianggap menyinggung dan menyakiti warga Fukushima yang menjadi korban terparah dari bencana reaktor nuklir Fukushima, Jepang. Usai mengikuti kunjungan PM Noda ke reaktor Fukushima hari Kamis lalu (8/9), Hachiro memberi keterangan pers yang mengatakan bahwa kondisi Fukushima seperti “kota mati” yang tanpa jiwa, apalagi di malam hari.

Hachiro juga dikabarkan melontarkan lelucon yang tidak pantas. Saat seorang wartawan mendekatinya, Hachiro mengatakan “Awas nanti saya kasih radiasi”.

Sontak pernyataan dan lelucon dari Hachiro tersebut dianggap menyakiti hati warga Fukushima. Hachiro sendiri sudah menyampaikan permohonan maaf sekaligus penjelasan pers bahwa ia tidak bermaksud menghina. Maksud kata-katanya sekedar ingin menunjukkan  betapa seriusnya kondisi di Fukushima.

Namun, budaya di Jepang tentu berbeda dengan kita. Apabila pejabat publik mengeluarkan pernyataan yang menyinggung dan menyakiti hati rakyatnya, permintaan maaf saja tak cukup. Hachiro-pun mengajukan permohonan pengunduran diri pada PM Noda. Dan semalam, permohonan diri itu disetujui oleh PM Noda, yang mengatakan juga bahwa Hachiro pantas mengundurkan diri setelah pernyataannya tersebut.

Masalah nuklir memang menjadi isu yang sensitif saat ini di Jepang.Bagi warga Fukushima, terjadinya bencana nuklir di reaktor Fukushima telah memukul perasaan mereka. Bukan hanya karena harus kehilangan tempat tinggal, namun mereka juga kehilangan kehidupan. Mereka mengalami tekanan mental karena isu radiasi yang berkepanjangan, yang mengakibatkan terjadinya isolasi dan pengucilan oleh lingkungannya.

Banyak anak-anak Fukushima yang pindah sekolah ke kota-kota lain di Jepang. Di sekolah baru tersebut, mereka harus menerima tekanan “bullying” dari rekan-rekannya. Beberapa lelucon yang dilontarkan seperti “Awas jangan dekat-dekat, nanti radiasi” atau “Oh kamu dari Fukushima ya, sudah bebas radiasi belum?”.

Berbagai lelucon tersebut dianggap menyakiti hati dan dikategorikan sebagai aksi “bullying” oleh pemerintah Jepang. Pemerintahpun mengumumkan agar anak-anak tidak mengeluarkan lelucon terkait dengan radiasi. Para guru diminta memonitor anak-anak agar mereka menerima rekan-rekannya dari Fukushima tanpa tekanan.

Dengan kondisi yang sensitif tersebut, pernyataan Menteri Hachiro tentu tidak pada tempatnya. Tak heran bila ia tak punya pilihan, selain harus mundur.

Di satu sisi, budaya mundur tersebut memang sangat bagus sebagai pertanggungjawaban moral pejabat publik. Hal ini lebih baik daripada kalau seorang pejabat bersalah secara moral, tapi tetap bersikukuh di jabatannya. Namun, terlepas dari kesalahan Menteri Hachiro, apa yang terjadi di Jepang saat ini nampaknya sudah dirasakan berlebihan, bahkan oleh masyarakat Jepang sendiri.

PM Noda, yang berkuasa saat ini, adalah PM Jepang ke-tujuh dalam lima tahun terakhir. Rata-rata usia jabatan PM Jepang adalah sekitar 300 hari. Belum lagi usia jabatan menteri-menterinya, yang kerap lebih singkat. Berbagai pengunduran diri sering sekali terjadi, baik karena kesalahan, skandal moral, ataupun karena turunnya popularitas.

Di tengah beratnya masalah ekonomi dan politik Jepang saat ini, pengunduran diri pejabat yang terjadi berulang kali nampaknya justru menjadi masalah bagi kontinyuitas pemerintahan di Jepang. Dan mundurnya Yoshio Hachiro sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian, semakin menempatkan Jepang pada jalan terjal dan sulit untuk dapat keluar dari krisis.

Salam dari Tokyo

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun