Mohon tunggu...
Junanto Herdiawan
Junanto Herdiawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Pemerhati Ekonomi, Penikmat Kuliner, Penulis Buku, dan Pembelajar Ilmu Filsafat. Saat ini bekerja di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung. Tulisan di blog ini adalah pandangan personal dan tidak mencerminkan atau mewakili lembaga tempatnya bekerja. Penulis juga tidak pernah memberi janji atau menerima apapun terkait jabatan. Harap hati-hati apabila ada yang mengatasnamakan penulis untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Etika Tangga Jalan di Jepang

17 Januari 2011   09:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:29 1168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_85172" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (shutterstock)"][/caption] [caption id="attachment_83672" align="alignleft" width="180" caption="Tangga Jalan di Tokyo / photo by Junanto"]

1295254670363125926
1295254670363125926
[/caption] Satu hal sepele tapi menarik dari kehidupan masyarakat Tokyo, adalah perilaku mereka di tangga jalan (escalator). Warga Jepang memiliki pola dan etika tersendiri di tangga jalan. Kelihatannya memang tidak penting. Beberapa teman bahkan pernah berujar, “Itu kan hanya tangga jalan, kenapa harus repot”. Padahal, menghargai budaya lokal adalah tanda masyarakat beradab. Banyak hal sederhana, namun bila diikuti, akan membuat warga lokal merasa senang. Tangga jalan memang tak bisa dianggap sepele. Apalagi bila pada saat bersamaan orang melaluinya, seperti pada jam sibuk misalnya. Apabila masing-masing orang naik tangga jalan sesuka hati, tentu akan menimbulkan kekacauan. Bahkan bukan tak mungkin, terjadi kemacetan dan penumpukan orang di tangga jalan. Di jam-jam sibuk, ada yang ingin buru-buru, ada yang ingin santai. Kalau orang-orang berdiri sembarangan di tangga jalan, hampir dipastikan terjadi kekacauan. Di banyak negara maju, tangga jalan memiliki etiket yang mengatur efisiensi pergerakan orang. Berbeda dengan di beberapa negara lain, yang kebiasaannya adalah berdiri di sebelah kanan tangga, etiket di kota Tokyo berbeda.Kita harus berdiri di sebelah kiri (stand on the left). Jangan berdiri di kanan, ataupun di tengah. Kalau kita berdiri di tengah atau di kanan tangga, akan mengganggu arus orang di belakang kita yang ingin lebih cepat. Namun, berdiri di kiri juga tidak selalu berlaku. Pada jam-jam sibuk, ada kalanya kedua sisi bergerak bersamaan. Kalau sudah begini, jangan coba-coba tetap berhenti di sisi kiri. Ikutilah arus orang yang naik atau turun. Istilahnya, go with the flow. Hal ini akan mempermudah kita, dan mempermudah orang lain. Berdiri di sebelah kiri tangga jalan ternyata tidak berlaku di seluruh Jepang. Di Osaka dan bagian selatan Jepang, etiketnya berbeda lagi. Kalau mampir Osaka, etiket berdiri di tangga jalan justru di sebelah kanan. Entah bagaimana cerita dan asal muasalnya. Kabarnya, orang Osaka memang tidak mau disamakan dengan orang Tokyo. Kedua kota itu memang banyak menyimpan “persaingan”. Satu hal lagi yang perlu diingat adalah jangan memotong antrian yang sedang naik tangga jalan. Istilahnya “don’t cut the corner”. Kadang kita ingin cepat berpindah atau naik tangga dan langsung masuk mengambil dari ujung pegangan tangga. Padahal di depan kita ada antrian. Jalanlah sedikit mengikuti belakang antrian. Perilaku memotong antrian itu dianggap tidak pantas di Tokyo. Warga Tokyo terkenal sebagai warga yang terburu-buru. Mereka berjalan cepat dan kadang setengah berlari. Waktu sangat dihargai di kota ini. Oleh karenanya, tangga jalan bisa menjadi wahana yang merepotkan, apabila ada orang yang berdiri seenaknya. Mereka tentu tidak memprotes ataupun marah. Mereka biasanya tetap berdiri di belakang kita. Namun tentu hal ini memalukan bagi kita. Dalam kajian etika, ada yang dinamakan etika situasional. Kebiasaan kita di suatu tempat bisa berubah dan disesuaikan tergantung pada situasi di tempat kita berada. Mungkin kebiasaan kita berjalan di sebelah kanan, atau di tengah, atau sesukanya. Namun tak ada ruginya mengikuti kebiasaan lokal ini. Malahan kita jadi dianggap warga masyarakat yang beradab. Selamat menaiki tangga jalan di tempat anda (tentu dengan aturan lokalnya masing-masing - kalau ada). Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun