[caption id="attachment_300151" align="alignleft" width="300" caption="Menteri Keuangan Korsel, Yoon Jeung-hyun saat membuka G-20/zimbio.com"][/caption] Menteri Keuangan Korea Selatan, Yoon Jeung-hyun, punya cerita unik tentang pisang. Kisah pisang ini diangkat harian Korea Times sebagai inspirasi, khususnya dalam perannya sebagai tuan rumah G-20 tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral di Gyeongju, Korea Selatan, 22-23 Oktober 2010. Ceritanya, saat masih kuliah dulu, Yoon bersama teman-temannya diundang ke rumah seorang kawan wanita yang kaya raya. Di sana, Ibu sang kawan tadi menyajikan beberapa pisang yang besar. Yoon dan teman-temannya baru pertama kali melihat buah pisang. Saat sang Ibu menawari mereka untuk memakan pisang tersebut, mereka hanya diam. Sejujurnya mereka tidak tahu bagaimana cara memakan pisang. Korea Selatan pada waktu itu masih miskin, sehingga pisang adalah buah impor yang hanya mampu dibeli oleh orang kaya. Menyadari kebingungan kawan-kawannya, saat si Ibu pergi ke belakang, sang kawan pemilik rumah mengambil satu buah pisang, mengupas kulitnya, dan memakannya. Yoon dan kawan-kawannya pun mengikuti cara sang kawan memakan pisang. Moral dari cerita tadi adalah bukanlah tentang cara makan pisang. Namun bagaimana kita harus mampu memahami perasaan orang lain yang miskin ataupun tidak memiliki pengetahuan seperti diri kita. Apa yang dilakukan sang kawan tadi, bukan menertawakan Yoon, namun secara tidak langsung memberitahu cara memakan pisang tanpa harus mempermalukan. Hal inilah yang perlu dipahami oleh negara-negara maju, ataupun orang kaya saat melihat kondisi negara lain yang kurang beruntung. Yoon saat ini menjadi menteri keuangan Korea Selatan, negara yang telah tumbuh kaya dengan ekonomi senilai 1 triliun dolar AS. Saat memimpin Sidang G-20 tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral di Gyeongju Jumát lalu (22/10), ia menyadari bahwa negara-negara maju harus bisa memahami kondisi perekonomian negara berkembang. Oleh karenanya, negara G-7 tidak akan bisa bekerja sendiri menciptakan stabilitas, bila tidak menyertakan negara lain yang sedang berkembang ataupun miskin. [caption id="attachment_300153" align="alignleft" width="227" caption="Yoon Jeung-hyun dengan Gub BI / photo Junanto"][/caption] Forum kelompok G-20 adalah sebuah sarana untuk menengahi berbagai kepentingan tersebut. Yoon berada pada posisi penyeimbang saat Amerika Serikat begitu agresif menyerang dan memaksa Cina untuk mengapresasi mata uang Yuan-nya. Kepentingan negara maju, berhadapan dengan kepentingan negara berkembang. Isu lain adalah soal kuota dan suara Amerika dan negara maju di IMF yang dianggap terlalu besar dan menguntungkan negara maju. Negara berkembang, seperti Indonesia, menuntut agar kuota mereka diperbesar sehingga hak suara juga meningkat. Inilah pergulatan diplomasi internasional yang harus terus menerus diperjuangan di forum seperti ini. Bagi Yoon, G-20 haruslah menjadi forum yang dapat membantu negara-negara anggotanya dalam menciptakan dialog dan menjembatani perbedaan antara negara maju dan berkembang, termasuk negara miskin. Untuk itu pula, sidang G-20 Summit nanti rencananya akan mengundang pula perwakilan Afrika, yaitu Ethiopia dan Malawi. Dari pisang, pak menteri belajar bagaimana kita harus menghargai orang lain. Dari pisang, kita belajar bagaimana sebuah forum internasional bisa memberi manfaat bagi perekonomian global. Demikian laporan dari Gyeongju, Korea Selatan. Salam Pisang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H