Mohon tunggu...
Junaidi Muhammad
Junaidi Muhammad Mohon Tunggu... -

Bapak dengan 5 anak hebat, single parent, dan survivor gagal ginjal. Tujuan saya menulis untuk memotivasi sesama agar tetap kuat bertahan dalam sakit dan cobaan hidup yang mendera, serta meyakinkan bahwa kalian yang senasib dengan saya tidak sendirian.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Krisis Komunikasi Marketing 01

9 Januari 2018   08:47 Diperbarui: 9 Januari 2018   09:45 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Up to date, kisah ini baru terjadi dirumah saya. Saya kedatangan petugas surpaiyor sebuah BUMN yang bergerak  dibidang  telekomunikasi. Sebagai pengguna internet yang cukup intens saya membutuhkan jaringan rumahan yang handal. Atas permintaan saya mereka datang, awalnya sangat simpatik, ketika komunikasi pemasaran dimulai mereka dengan logika dangkal mulai berulah. Rumah bapaak jauh dari tiang pal yang sudah kami miliki dan membutuhkan biaya tambahan ba bi bu.... yang jumlahnya lebih dari setengah jutaan. Saya terdiam yang terbayang dibenak saya sebagai konsultan SDM, betapa bersepekulasinya BUMN  ini melepas tenaga marketingnya dengan modal komunikasi dan negosiasi yang pas-pasan. Mungkin karena penempatan didesa dianggap tidak beresiko.

Menjual jasa pelayanan, kata kuncinya diselesmenship, Kecerdikan selesmen menentukan kwalitas negosiasi yang berujung pada terjualnya produk perusahaan dengan illegan. Pendekatan regulasi dengan tetek bengek aturan main yang disampaikan kemasyarat kampung tidaklah bijak.  Logika sederhananya, saya butuh jasa sambungan internet yang cepat dan canggih dari provider yang bunafide. Bukankah sah-sah saja kalau calon  pelanggan  minta dilayani dengan cepat dan service excallens?

Dalam  sekema penjualan prodak jasa pasti ada yang disebut prodak inti dan prodak tambahan yang tentunya membutuhkan  penjelasan yang berbeda, skala penjualan tahap pertama pasti meloloskan prodak inti terlebih dahulu. Prodak tambahan kita susulkan dengan cara yang sedikit agresifpun akan laku terjual kalau  calon pelanggan kita sudah simpati dan manggut-manggut. Celah sepeti ini kurang diperhatikan oleh pihak personalia dalam mendidik salesmennya. Komunikasi dan  fsikologi masa jangan diabaikan dalam mendidik calon penjual baru.

Sebagai penjual baru mereka pasti masih gagap dengan spesifikasi prodak. Saya melihat ego sektoral karena perusahaan sudah berendid dengan produk yang sudah mapan maka perhatian terhadap sumber daya terabaikan. Lambat laun sikap seperti ini pasti merugikan perusahaan. Pilihan prodak sejenis yang ditawarkan sekarang ini banyak, pelanggan akan memilih jasa pelayanan yang santun dan tidak arogan. Baju sergam perusahaan saja tidak cukup menjanjikan penjualan yang elegan dan beretika. Ayo kita koreksi cara mendidik marketer kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun