Mohon tunggu...
Junaidi Khab
Junaidi Khab Mohon Tunggu... Editor -

Junaidi Khab lulusan Sastra Inggris UIN Sunan Ampel Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Menikmati Kopi Basabasi

25 November 2017   18:35 Diperbarui: 25 November 2017   21:04 3961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam hidup ini, minum kopi menjadi gaya hidup. Bahkan, minum kopi bisa kita sebut sebagai budaya. Di rumah, kopi selalu menjadi hidangan saat ada tamu atau kita sedang bertamu kepada seorang kawan. Hal itu menjadi ciri khas masyarakat kita. Selebihnya, selain kopi adalah camilan dan makanan yang menjadi teman saat berbincang. Kopi kembali menjelma sebagai teman untuk saat-saat mengobrol. Bahkan, kopi bisa menjadi teman saat kita sendiri. Khususnya bagi para jomblo, kopi merupakan teman setia yang meski pahit tetap setia menemani. Ingat ya, yang manis itu gula, bukan kopi.

Di Yogyakarta, kopi sudah mengakar kuat menjadi teman para remaja, mahasiswa, pegawai, dan masyarakat secara luas. Sehingga, kafe-kafe pun menjamur dengan suguhan menu yang tentu berbeda. Di daerah Jalan Sorowajan Baru Yogyakarta, ada beberapa kafe yang cukup terkenal: Kafe Blandongan, Kafe Kopas, Kafe Joglo Kopas, Kafe D'Kandang, Kafe Gandrung, Kafe Gibol, Kafe Latar, Kafe Jagongan, dan Kafe Basabasi. Dari sekian kafe yang cukup familiar di daerah Sorowajan Baru itu, aku hanya tak pernah masuk ke Kafe Gandrung, Kafe Gibol, Kafe Latar, dan Kafe Jagongan, karena lokasinya terlalu "masuk".

Saat ini Kafe Basabasi sering aku kunjungi, semacam menjadi pelanggannya sejak diresmikan dan dibuka pada bulan November 2017. Rasa kopi di Kafe Basabasi tentu berbeda dengan rasa kopi di beberapa kafe lainnya. Mungkin sedikit saja perbedaannya. Yang aku rasakan saat menyesap kopi di Kafe Basabasi, seperti rasa kopi di rumahku (Kalangka, Banjar Barat, Gapura, Sumenep). Kopi yang paling kugandrungi yaitu jenis kopi semi dengan kadar gula minim. Mantap rasanya untuk menjadi teman saat mengurai huruf dan menyusun kata.

Sejak aku menjadi pelanggan Kafe Basabasi, sudah ada beberapa karya (tulisan) yang berhasil kubuat: catatan dan cerita pendek. Termasuk catatan ini dibuat di Kafe Basabasi. Setahuku, Kafe Basabasi lahir dari bahan celotehan di media sosial oleh CEO penerbit DIVA Press  Yogyakarta- Edi Mulyono. Pada mulanya dia menginisiasi sebuah portal berkhas sastra yaitu "Basabasi". Kemudian, seiring waktu bergulir dari celotehan yang lahir menjadi media tulis-menulis yang cukup ketat, lalu lahir penerbit Basabasi yang masih berada di bawah naungan penerbit DIVA Press. Buku-buku penerbit Basabasi cukup nikmat dibaca karena berciri khas sastra dan bahan bacaan reflektif lainnya.

Hingga lahir kemudian Kafe Basabasi dari celoteh di media sosial yang mungkin memang dikonsep dengan apik oleh CEO DIVA Press bersama para rekan pecinta sastra dan literasi. Di Kafe Basabasi ruangannya cukup luas, tetapi monoton satu ruangan. Kafe Basabasi juga kadang mengadakan acara diskusi bergengsi. Tempatnya pun boleh dipakai oleh masyarakat atau teman-teman yang memiliki acara, secara cuma-cuma. Tapi, tentunya dengan meminta ijin terlebih dahulu. Sembari menikmati kopi dan segala macam camilan, aku dan teman-teman bisa duduk dan berdiskusi untuk berbagi rasa atau mencari ide atau bertukar ide atau melahirkan ide. Aku pergi ke Kafe Basabasi memiliki semacam komitmen untuk melahirkan sebuah ide atau tulisan. Sebenarnya, bukan hanya di Kafe Basabasi saja aku berkomitmen demikian. Setiap pergi ke kafe, aku harus melahirkan ide atau tulisan. Mungkin aku berpikir secara pragmatis, tapi itu lebih memberikan manfaat bagiku daripada duduk menyesap kopi dan secara gamblangnya "membuang-buang uang" hanya untuk duduk nongkrong.

Selain itu, dinding Kafe Basabasi dipoles dengan sebuah mural yang cukup memikat, nyentrik, dan bagiku penuh makna. Yaitu seni dan literasi. Mural itu terdiri dari lukisan buku yang kerubungi eh kupu-kupu dan dirangkul oleh dua tangan. Entah itu tangan seorang perempuan atau laki-laki. Tetapi, yang jelas cukup memikat. Selain memang di dinding bagian utara dipoles dengan mural bergaya literasi (buku), juga di dinding bagian timur dipoles dengan mural berbagai macam alat seni dan ada logo Basabasi secara umum. Di tengah-tengahnya terlihat polesan seorang gadis yang tenggelam dalam sebuah cangkir berisi kopi. Rambut perempuan itu seakan menjelma kopi hitam pekat. Mari dan silakan menikmati kopi dengan penuh makna dan penghayatan tentang perjalanan hidup. Semoga bermanfaat.

Yogyakarta, 25 November 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun