Mohon tunggu...
Junaidi Khab
Junaidi Khab Mohon Tunggu... Editor -

Junaidi Khab lulusan Sastra Inggris UIN Sunan Ampel Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menelaah Kembali Pemerintahan SBY

10 November 2017   23:40 Diperbarui: 11 November 2017   00:21 1898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membangun kinerja pemerintah demi prospek dan kebutuhan jangka panjang rakyat tidak lepas dari beberapa prosedur dan kebijakan yang lainnya. Namun, memberikan bantuan yang hanya sementara dan sekali pakai habis akan menjadi sebuah tuntutan baru agar pemerintah bisa mengevaluasi kembali kinerja kebijakannya. Kini pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah banyak memberikan pelayanan kepada rakyat. Akan tetapi evaluasi dari pemerintahannya sangatlah minim.

Minimnya evaluasi kinerja pemerintah ini salah satu faktornya adalah pemerintah disibukkan dengan berbagai persoalan baru yang bermunculan di lingkungan masyarakat dan lignkungan pemerintahan itu sendiri yang terkait dengan kasus korupsi yang tak kunjung selesai. Aksi-aksi terorisme dan pengeksploitasian kekayaan hingga mendatangkan pemberontakan dari masyarakat Indonesia sendiri (lihat kasus Aceh, Papua, NTB, dan Mesuji). Kasus-kasus tersebut disebabkan oleh kurangnya respek dan perhatian pemerintah dalam memberikan kebijakan dan kesejahteraan penuh.

Berbagai kasus bisa mengalihkan perhatian pemerintah dalam memberikan kebijakan dan kesejahteraan. Dengan demikian pemerintah harus memiliki kometmen dan pegangan teguh agar tidak bisa digerakkan kepada persoalan lain yang mungkin merupakan salah satu pemicu menghilangkan kasus yang sedang merambah kehidupan bangsa, sehingga persoalan demi persoalan sulit untuk diselesaikan.

Begitu pula pemerintah dalam memberikan suatu kebijakan harus melihat kepada kebutuhan masyarakat yang berbentuk jangka panjang dan bisa dikembangkan oleh mereka. Evaluasi sangat diharapkan dalam rangka menuju masyarakat yang mandiri tanpa harus banyak mengeluh melarat lagi dengan alasan tidak mendapat lapangan kerja. Alasan yang demikian harus segera dilenyapkan dari kehidupan rakyat. Tentunya dengan memberikan modal usaha kepada rakyat untuk keperluan masa depannya dan demi berlangsungnya roda pemerintahan yang maju.

BLT vs Modal Usaha

Pemerintah dengan kebijakannya dalam rangka mensejahterahkan kehidupan rakyat berbagai program digarap. Mulai Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang memberikan bantuan dana kepada masing-masing sekolah di seluruh Indonesia, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang memberikan kucuran dana bagi masyarakat di bidang kesehatan, dan hingga ada Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang memang diperuntukkan bagi rakyat Indonesia yang berada dalam keadaan papa. Program dominan yang demikian berjalan saat pemerintah mengambil kebijakan menaikkan harga BBM yang mana masa itu bisa kita lihat sejak pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Pra-BBM dinaikkan program-program seperti BOS, BLT, Jamkesmas masih belum ada. Namun pasca pemerintahan SBY, dengan dinaikkan harga BBM berbagai bantuan kemanusian bagi mereka yang kurang mampu merebak ke berbagai daerah meskipun dalam penyalurannya diisukan tidak merata. Ini bisa dikatakan bahwa pemerintahan SBY mengalami perubahan yang signifikan dalam mensejahterahkan rakyat miskin. Akan tetapi, pemerintah dalam memberikan suatu kebijakan harus memandang pada prospek rakyat yang akan datang.

Seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) kini menjadi polemik di kalangan para penggagas yang kritis demi kesejahteraan hidup rakyat miskin. BLT merupakan andalan pemerintah dalam mensejahterahkan rakyat miskin. Dengan disalurkannya BLT pemerintah sudah dianggap perhatian dan peduli dengan keadaan masyarakat bawah. Namun, pada hakikatnya yang terjadi pemerintah tidak tahu secara pasti dan jelas tentang BLT itu dipergunakan untuk apa oleh para penerima. Dari sinilah harus ada sedikit kecemburuan dalam penggunaan dana tersebut.

Dengan leluasa penerima BLT itu diberikan hak dalam menggunakan bantuan cuma-cuma tersebut. Bisa saja bantuan tersebut habis dalam sekejap mata dibawa ke pasar untuk berbelanja bahan-bahan kebutuhan yang bersifat sekunder seperti pakaian. Dengan demikian, BLT hanya sebagai penenang dan iming-iming pemerintah kepada rakyat dalam mengendalikan emosi atas dinaikkan harga BBM.

Lebih menjaga pada prospek jangka panjang hidup rakyat, dan demi mendapat kesejahteraan penuh yang bertahan lama, maka BLT dan berbagai bantuan lainnya seperti BOS, dan bantuan-bantuan lainnya yang berbentuk tunai harus berupa pemberian modal usaha agar penerima bisa mengelola sendiri dan memperoleh pendapatan terus menerus tanpa bergantung kepada pemerintah. Karena BLT dan bantuan tunai lainnya itu ibaratnya ikan, sekali makan habis. Akan tetapi jika BLT itu berupa kail yang bisa menghasilkan ikan-ikan segar lain adalah lebih baik daripada mendapat ikan yang bisa habis seketika.

Jika berbagai bantuan pemerintah yang triliunan yang berbentuk tunai disalurkan dengan bentuk pemberian modal dan untuk membangun lapangan pekerjaan di berbagai sektor. Maka Warga Negara Indonesia (WNI) tidak akan memilih untuk merantau ke negeri orang demi mendapat penghasilan yang melimpah (menjadi TKI). Lain lagi dengan ancaman berbagai hukuman dan penganiayaan dari majikannya di negara asing yang ditempatinya. Padahal, secara tidak langsung pemerintah mampu dalam membenahi problem WNI yang demikian ruwet, namun masih kurang begitu digubris dan diperhatikan secara serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun