Setiap sesuatu yang diciptakan Allah SWT itu sudah ada pasangannya masing-masing, Seperti halnya makhluk bernama manusia, yang berjenis laki-laki dipasangkan dengan manusia yang berjenis kelamin perempuan. Keberpasangan ini sudah menjadi ketentuaNya (takdir). Namun untuk mendapatkan pasangan ini juga tentu ada cara dan mekanisme yang harus diikuti semua aturan mainnya, itu telah disyariatkan oleh semua Agama yakni pernikahan. Bahkan pernikahan dalam Islam hukum dan tata caranya sangat detil. Namun pertanyaannya dengan siapa kita akan berjodoh/menikah?
Jodoh atau pasangan memang sudah menjadi misteri Ilahi, sukar ditebak. Ada yang berpacaran bertahun-tahun namun menikah dengan orang lain, ada yang hanya duduk manis dirumah ternyata ada yang datang melamar. Bahkan ada prosesi akad nikah yang hanya tinggal menghitung jam saja malah ditinggal oleh calon istri, dll. Memang jodoh dan rezeki sudah ada bagiannya masing-masing, bahkan sudah ditentukan waktu dan takarannya. Ada yang berkata seperti itu, ya sah-sah saja berpendapat, lagipula menurut orang lain yang sepaham juga berkata, katak dalam tempurung saja diberi Allah rezeki, lantas kenapa khawatir tentang rezeki hari esok, kenapa juga harus capek-capek mencari pasangan hidup dengan berbagai kriterianya lagipula itu sudah ditentukan ?
Perihal bagaimana menentukan kriteria jodoh kita memang topik yang sangat menarik apalagi bagi kalangan kaula muda-mudi. Ada yang berkata pasangan adalah cerminan diri sendiri, bagaimana kita begitulah bentuk pasangan kita nanti. Hal ini merujuk ayat Al-Qur'an pada Surah An-Nur ayat 26. Namun banyak juga yang tidak sepaham dengan pendapat seperti itu.
Perbedaan pandangan memang kerap kali menimbulkan pro dan kontra, hal ini wajar terjadi tergantung dari sudut mana kita memahami ayat tersebut, itu berarti bukan karena kita sebagai muslim tidak mempercayai kebenaran ayat Allah SWT, namun hanya cara pandang kita yang berbeda atau mungkin ada yang keliru dalam memahaminya. Memang hal ini cukup membingungkan bagi mereka yang awam sebagaimana penulis.
Jika memahami makna jodoh adalah cerminan diri pribadi, mungkinkah kita tidak perlu mematok kriteria khusus, lagipula kita sudah dapat menebak bagaimana keadaan calon pasangan kita nanti. Jika diri kita baik akan berpasangan dengan yang baik, kalau kita jahat maka mendapatkan pasangan jahat pula, bukankah begitu pandangan orang dewasa ini ? Namun kenapa Allah memberikan berbagai kriteria pilihan pasangan yang baik, begitu juga terhadap mereka yang memiliki sifat buruk Allah menghalangi agar tidak menjadikanya pasangan atau teman hidup. Apakah itu pertanda bahwa Allah memberikan kita ruang untuk berusaha mencari dalam menentukan pasangan?
Bukankah perfilman di Indonesia sebagaimana yang ditayangkan di Indosiar misalnya sinetron tentang azab. Yang menceritakan sifat-sifat pasangan dalam berumah tangga. Seperti yang kita jumpai karakter tokoh dalam film tersebut yang sebelumnya bersifat baik, lalu beberapa saat  menjadi durhaka, dan pada akhir cerita tokoh tersebut kembali menyesali kelakuan jahatnya kemudian bertaubat, lalu mati.
Jika dikaitkan dengan perihal jodoh adalah cerminan diri sendiri. Nyatanya kisah dalam film tersebut tidak sesuai dengan ayat yang membicarakan pasangan yang baik akan berpasangan dengan yang baik pula. Seperti halnya suami yang shalih juga penuh penyabar namun berpasangan dengan seorang istri yang memiliki sifat sangat buruk dan keji, begitupun sebaliknya.
Pasti ada yang berkata demikian, itu hanya terdapat disinetron saja bukan di dunia nyata. Di dunia nyata malah alur ceritanya lebih dahsyat lagi, tidak seperti di film tersebut yang hanya sebatas istri yang durhaka kepada suami. Mari kita mengingat kembali sejarah tentang Nabi-Nabi. Ada Nabi Nuh yang memiliki istri yang sangat durhaka kepadanya juga durhaka kepada Allah SWT hal ini terekam dalam Al-Qur'an pada surah At-Tahrim ayat 10.
Kisah lain yang tidak kalah dahsyatnya seorang istri yang shalihah yakni Asiyah bersuamikan firaun yang sangat kejam bahkan sampai mengakui dirinya adalah tuhan. Jika kita hubungkan dengan makna jodoh sebagiamana judul di atas, apakah mungkin kita berani berkata bahwasanya Nabi Nuh adalah pendusta dan pendurhaka karena hal itu tercermin pada sifat istrinya. Nyatanya Nabi Nuh adalah manusia dan suami yang taat kepada AllahÂ
Kemudian dari sini lahir lagi pendapat yang berkata bahwa jodoh itu saling melengkapi, seperti halnya kisah di atas Nabi Nuh yang shalih beristrikan pendurhaka begitu juga sebaliknya Asiyah yang shalihah bersuamikan fir'aun yang mengakui dirinya sebagai tuhan. Apakah demikian yang dimaksud saling melengkapi sebagaimana dewasa ini yang mereka pahami terkait jodoh itu saling melengkapi, yang akhlaknya kurang baik akan mendapatkan pasangan yang sangat baik dan sebagainya. Lalu bagaimana terkait jodohmu adalah cerminan dirimu, apa yang harus dilengkapi dari pasangan tersebut jika semuanya bersama-sama baik. Lantas kalau sama-sama keji siapa yang harus melengkapi siapa. Agaknya dari sini kita sedikit mulai memahami maksud dari ayat QS. An-Nur ayat 26 yang berbunyi sebagai berikut
 "wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula. Mereka yang dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka yang menuduh itu. Bagi mereka ampunan Allah dan rezeki yang mulia." (QS. An-Nur: 26)