Mohon tunggu...
Juna Hemadevi
Juna Hemadevi Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Seorang manusia yang masih terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dupa dan Triratna -- Resep 2: Jalan Mulia Berunsur Delapan

29 November 2023   13:24 Diperbarui: 29 November 2023   15:48 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
desing pribadi (use canva)

Penjelasan tentang Jalan Mulia Berunsur Delapan terdapat di Janavasabha Sutta.

Pada suatu ketika Buddha sedang menetap di Nadika, di Rumah Bata. Saat itu buddha sedang menjelaskan tentang kelahiran kembali dari berbagai umat di seluruh negeri yang telah meninggal dunia, seperti Kasi dan Kosala, Vajji dan Malla, Ceti dan Vamsa, Kuru dan Pancala, Maccha dan Surasena. Buddha mengatakan bahwa orang-orang tersebut terlahir kembali di sini dan orang itu di sana.

Lebih lanjut Buddha mengatakan lebih dari 50 umat dari Nadika setelah meninggalkan lima belenggu yang lebih rendah, terlahir kembali secara spontan dan akan mencapao Nibbana. Sedangkan 90 dari mereka setelah meningalkan tiga belenggu dan melemahkan keserakahan, kebencian, dan kebodohan adalah yang akan kembali ke alam ini sekali lagi dan kemudian mengakhiri penderitaan. Lalu lebih dari 500  dari mereka setelah meninggalkan tiga belenggu, adalah Pemenang Arus yang tidak dapat terjatuh ke alam sengsara dna pasti mencapai Nibbana.

Di lain waktu, Brahma Sanankumara bercakap kepada Tiga-Puluh-Tiga Dewa tentang kebaikan Buddha yang mengetahui dan melihat mengajarkan tujuh prasyarat konsentrasi, demi pengembangan konsentrasi sempurna dan kesempurnaan konsentrasi. Tujuh prasyarat itu adalah pandangan benar (samma ditthi), pikiran benar (samma sankappa), ucapan benar (samma vacca), perbuatan benar (samma kammanta), penghidupan benar (samma ajiva), usaha benar (samma vayama), dan perhatian benar (samma sati).

Baca juga: Dupa dan Triratna

Berawal dari pandangan benar akan memunculkan pikiran benar. Dari pikiran benar menimbulkan ucapan benar. Dari ucapan benar muncul perbuatan benar. Berdasar perbuatan benar timbul penghidupan benar. Bermula dari penghidupan benar muncul usaha benar. Dari usaha benar timbul perhatian benar. Apabila perhatian telah benar maka akan muncul konsentrasi benar.

Pandangan Benar (Samma Ditthi)

Pandangan benar dalam hidup berkatian dengan cara pandang terhadap sesuatu sebagaimana adanya. Misal pandangan tentang hukum karma, bahwa segala perbuatan baik dan buruk yang kita lakukan kelak akan meimbulkan akibatnya. Contoh lain adalah ketidakkekalan atau anicca. Hari ini kita makan es buah, kebetulan cuaca sedang panas-panasnya, pasti segar. Tapi, sebelum es buah itu habis justru langsung turun hujan. Secara kebetulan kita minumnya di tengah lapangan. Ya sudah, anicca. Es buahnya berubah menjadi es hujan. Mau marah sama hujan? Tidak bisa! Terkadang pandangan kita terhadap segala sesuatu tidak perlu berlebihan, cukup sebagaimana adanya dan tidak perlu ditambah dengan berbagai persepsi yang dapat memunculkan pandangan baru yang tidak berguna.

Pikiran Benar (Samma Sankappa)
Pikiran yang benar menurut ajaran Buddha adalah pikiran yang terbebas dari lobha, dosa, dan moha.

Lobha adalah kemelekatan terhadap sesuatu yang membuat kita serakah terhadapnya. Misal, kita sangat suka uang. Saking cintanya dengan uang, kasurpun terbuat dari tumpukan uang, makan nasi padangpun dengan alas uang, basah dong uangnya! Karena kemelekatan dengan uang kita jadi serakah, tidak mau berbagi, maunya mengambil untung sebanyak-banyaknya, dan tidak suka berdana. Keserakahan ini membuat kita melakukan hal-hal yang tidak perlu dilakukan, misal berbohong, korupsi, dan suka mencuri.

Sedangkan dosa adalah rasa tidak suka terhadap sesuatu atau seseorang yang dapat menimbulkan kebencian. Misal, hari ini kita pesan es kopi di kafe. Saat segelas es kopi sampai di tangan, tiba-tiba dari belakang ada yang tidak sengaja menyenggol kita. Orang itu langsung pergi tanpa minta maaf dengan kita. Setelah ditelusuri, ternyata orang itu adalah teman sekantor. Kebetulan dia pulang pergi naik sepeda motor. Karena masih teringat dengan kejadian es kopi di kafe, kita punya pikiran buruk terhadap teman sekantor itu. Karena sudah tidak mau berpikir panjang lagi, langsung saja tancap sedikit paku di ban, niatnya supaya dia oleng di jalan. Nah, terkadang, hal-hal kecil seperti ini menimbulkan kebencian dalam diri. Dalam Karaniya Metta Sutta bait ke-6 menyebutkan:
byarosana partighasanna, nanna mannassa dukkhaiccheyya yang artinya "jangan karena marah dan benci mengharap orang lain celaka". Padahal, kalau tadi orang yang menyenggol kita dikejar dan bicara baik-baik pasti tidak akan muncul kebencian bukan?

Kemudian moha adalah ketidakbijaksanaan yang dimiliki seseorang karena tidak tahu mana yang benar dan salah. Misal, sudah jelas-jelas di taman kota ada tulisan "buang sampah di sini" yang mana sudah ada tong sampah. Tapi, faktanya kita masih sering membuang sampah sembarangan. Di pot bunga, di bawah pohon, kadang kalau iseng bisa saja sampahnya ditaruh di tas teman. Hmm, iseng sih ya, tapi itu sudah mewakilkan bahwa kita tidak tahu mana yang baik dan benar. Setidaknya karena kita bisa membaca tulisan "buang sampah di sini", maka kita bisa bijak supaya tidak membuang sampah sembarangan.

Ketika pikiran tidak dipenuhi lobha, dosa, dan moha maka pikiran kita berada di tahap yang benar.

Ucapan Benar (Samma Vacca)

Kriteria ucapan benar menurut Buddha terdapat dalam Abhayarajakumara Sutta (Majjhima Nikaya 58). Di dalam sutta tersebut dijelaskan bahwa Pangeran Abhaya mengunjungi Buddha yang tengah menetap di Rajagaha, Hutam Bambu, taman Suaka Tupai. Saat itu pangeran bertanya kepada Buddha tentang apakah Beliau akan mengucapkan kata-kata yang tidak disenanangi orang lain. Kemudian Buddha menjelaskan bahwa Beliau tidak akan mengucapkan kata-kata yang tidak benar, tidak tepat, tidak bermanfaat, dan tidak disukai oleh orang lain. Apabila dianalisa lebih lanjut, keempat kriteria ucapan tidak benar ini meliputi kata-kata yang tidak sesuai fakta, memfitnah orang lain, kata-kata tidak sopan, ucapan yang menyesatkan, ucapan kasar, dan caci maki. Hayo siapa yang suka sebar hoaks? Siapa yang masih suka marah-marah kalau keinginan tidak dituruti? Dia!-(baca diri sendiri).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun