Mohon tunggu...
Junaedi SE
Junaedi SE Mohon Tunggu... Wiraswasta - Crew Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID)

Penulis Lepas, suka kelepasan, humoris, baik hati dan tidak sombong.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Covid Mendekonstruksi Harta, Tahta, dan Keluarga

11 Agustus 2021   15:09 Diperbarui: 12 Agustus 2021   14:14 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Covid membuka semua tabir bagi orang yang memahami bahwa pandemi tidak sekedar problem medis dan tidak hanya mendekonstruksi semua tatanan tanpa teriakan revolusi, tetapi membuka pemahaman tentang diskriminasi dan eksklusi yang nyata dalam kesadaran sosial kita, tentang kompleksnya covid berhimpit dengan kemiskinan, dan tentang kelas menengah yang ngehek.

Bagaimana tidak, seperti cerita saya kemarin tentang satu keluarga yang terpapar positif covid, semuanya menjalani isoman di rumah yang boleh dikatakan lumayan berada di lingkungan kampung itu. Tetapi dalam kesendirian dan ketidakpastian, disaat tidak tahu lagi harus kemana, disaat tidak tahu lagi kepada siapa harus berkeluh kesah, disaat tidak tahu lagi harus berbuat apa.

Covid memaksa semua penghuni harus isoman, tidak boleh berinteraksi dengan tetangga secara lansgung, tidak boleh berinterkasi dengan saudara terdekat. Hanya diberi dispensasi khusus di beri keleluasaan mengoperasikan telepon pintarnya saja. Harta lainnya, seperti uang, mobil dan sepeda motor tidak dapat membantu apa -- apa. Rumahnya hanya boleh menampung keluarganya saja untuk menjalani isoman.

Belum lagi, ketika  ada salah satu anggota keluarga yang ngedrop saturasinya, dan perawatan menjadi satu -- satunya ihtiyar untuk berjuang bertahan hidup. Pihak RS sudah punya aturan main pasien covid tidak diperbolehkan ditunggui oleh pihak kelurga.  Hingga sampai ajal menejemput pun tidak ada satu pun keluarganya yang bisa menemaninya di RS.

Jenasah covid, dimandikan oleh pihak RS tanpa ada keluarga yang ikut memandikannya. Setelah dirukti oleh pihak RS, jenasah covid tidak disemayamkan di rumah duka untuk sekedar transit tetapi langsung dibawa ke makam, disana tim kubur cepat FPRB sudah menanti tugas pemakaman jenasah covid secara prokes. Sebelum di serahkan ke tim kubur cepat, hanya beberapa orang saja termasuk pihak keluarga menyolatinya dari luar mobil ambulance yang dipimpin oleh Mbah Kaum.

Kemudian jenasah diserahkan kepada tim kubur cepat untuk segera dikuburkan secara prokes, kemudian baru dilanjutkan oleh tetangga yang bertugas untuk menutaskan penguburan, setelah itu baru Mbah Kaum memimpin doa untuk jenasah covid. Setelah Mbah Kaum dan para tetangga semua pulang, barulah pihak keluarga boleh mendoakan jenasah covid tersebut.

Bagaimana dengan suami, anak, menantu dan cucu-cucunya yang juga masih menjalani isolasi mandiri, tentu saja tidak bisa ngapa --ngapain, hnaya bisa melihat dari video call dari rumah terkait prosesi pemakaman jenasah covid ala prokes. Kemudia acara dilanjut dengan kenduri sur tanah dan tahlilan sampai 3 hari, dengan menumpang di rumah tetangga yang tidak terpapar covid.

Lalu apa yang bisa dilakukan oleh pihak keluarga yang sedang menjalani isoman ? Menangis. Iya, menangis adalah ungkapan luapan perasaan yang bisa dilakukan saat itu. Sambil minta tolong kepada para tetangga, saudara dan handai tolan untuk membaca tahlil dan mendoakan almarhumah selama 3 hari.

Inilah pelajaran hidup yang luar biasa bagi semua orang terkait dengan covid. Covid mendekonstruksi semua yang dimiliki manusia, seperti harta benda, tahta dan keluarga yang dimiliki  tidak dapat membantu apa -- apa, bahkan tidak bisa menemani, tidak bisa menolong dan tidak bisa memberikan penghormatan terakhir kepada seseorang yang dicintainya. Rumah yang megah, uang yang berlimpah di bank, mobil dan sepeda motor di garasi, suami, anak dan cucu tidak bisa menolongnya.

Hanya amal shalihah, semasa hidupnya di dunia ini yang dapat menolongnya kelak di alam barzah dan yaumul qiyamah. Juga para tetangga dan saudara terdekatnya yang dapat membantu semua acara rukti jenasah covid  dan mendoakan selama 3 harinya. Covid semakin mempertegas keterangan dari sebuah hadits bahwa  ketika anak cucu adam meninggal dunia, telah putus semua amalnya kecuali tiga perkara yaitu shodaqoh jariyah, ilmu yang  bermanfaat dan doa anak yang sholih.

           

(JUNAEDI, S.E., Tim Media Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID))

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun