Mohon tunggu...
Junaedi Farabi
Junaedi Farabi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya adalah manusia biasa yang kebetulan tinggal di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Penyesalanku

15 Mei 2011   06:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:40 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam yang sunyi nan sepi. Semilir angin malam membelai tubuh yang tak berdaya. Di saat gelapnya tiba, perasaan lara pun telah tiba. Di mana aku berada?

Malam telah bosan menemani. Ia pergi disaat aku berduka. Siang kembali menghibur dengan sejuta seruan dan hiburan ditawarkannya.

Duduk temenung dengan serpihan nyata sisi-sisi kejamnya kehidupan dunia. Aku sendiri yang terbagi. Semua memintaku untuk pergi.

Kapan aku datang tak ada yang peduli. Ketika ingin pergi semua seolah kehilangan duri. Malangnya nasib ini seolah telah mati dari dunia ini. Kemana aku harus pergi.

Tak ada pengaduan yang bisa ku temui. Aku sendiri kehilangan langkah kaki. Tak ada yang menemani. Terdiam di tempat yang sepi. Aman dari caci dan maki.

Apa yang akan terjadi selanjutnya aku tak tahu. Yang ku tahu adalah ganjaran atas perbuatan. Balasan keadilan mungkin ada. Tapi aku sudah tak lagi berharga. Bangunan duka menjadi raja dalam dada. Aku menyesal.

Hari-hari telah berganti. Huru-hara menjadi lara. Sedih nan duka menjadi teman setia. Saat aku terbaring tak berdaya.

Ibu di mana? Ayah di mana? Aku harus ke mana? Bingung berganti takut.

Aku bangkit dan sadar. Dunia ini telah berubah. Kekuasaan menjadi penghinaan. Keramaian menjadi kesepian. Kebahagiaan menjadi kepedihan. Kehidupan menjadi kematian.

Aku menyesal sangat. Semasa hidupku hanya untuk bermaksiat. Aku tak kuat menahan siksaan akhirat.

Ketika berkuasa, aku tak kenal siapa Dia. Ketika tiada aku tahu siapa Dia. Tahu murkanya Dia. Tahu akan pedihnya azab Dia.

Hari-hari sepi ditemani siksaan yang menyakiti. Kini aku telah mati menemui Sang Ilahi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun