Mohon tunggu...
Junaedi Farabi
Junaedi Farabi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya adalah manusia biasa yang kebetulan tinggal di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Puisi

4 Pilihan yang Membingungkan

12 Mei 2011   13:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:48 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sendiri lagi, hanya satu yang menemani, Kesibukan. Didi adalah mahasiswa yang aktif sekali berorganisasi. Didi adalah orang yang mempunyai banyak kesibukan. Selainbelajar di kampus, Didi juga berperan sebagai orang yang mengurusi kondisi kampus. Oragianisasi.

Orang memanggilnya seorang organisator lupa pacar. Pada saat ini memang banyak mahasiswa yang malu-malu masuk ke organisasi. Atau juga tak pernah mau terlibat dalam organisasi. Hanya kupu-kupu alias kuliah pulang kuliah pulang.

Di pojok kampus, terlihat dua sejoli yang asyik ngobrol. Denger-denger sih mereka sudah lama pacaran. Pantesan saja kesana kemari begitu lengket. Kaya perangko saja.

Pergi ke kantin banyak juga yang pacaran. Makan berduaan. Saling suap-suapan pula. Aduuuuhhh jadi gak enak nih. Hanya Didi yang makan sendiri, jalan sendiri, bahkan ngobrol pun sendiri. Maksudnya ngobrol di telepon. Kan kalau ngobrol di telepon sendiri saja, yang nyautnya di jauh.

Mau pulang kampus. Mereka yang punya pacar, pulangya pada ngegonceng ceweknya masing-masing. Udah gitu ada juga yang janjian mau kencan di kafe mana gitu. Wah enaknya punya pacar.

“di besok jangan lupa datang rapat untuk kegiatan akhir tahun. Jangan telat yah..” paksa Riki mengajaknya untuk datang rapat.

“sip… tenang aja. Gue sudah siapin bahan untuk rapat besok. Jadi kita tinggal diskusikan nanti di forum. Ok” sahut Didi dengan senyuman.

“sip lah kalau begitu. Sampai ketemu nanti” Riki sambil pamit.

Setiap hari ketemu masalah. Masalah biasa. Organisasi. Kawan-kawan di organisasi Didi semuanya memiliki pacar. Hanya Didi yang sampai saat ini masih sendiri alias Jomblo.

“hai jomblo…. Mau kemana kau” ledekBeni sambil gonceng ceweknya.

“dasar lo iseng… lihatin aja nanti, gue juga akan punya cewek lebih cantik dari cewek lo” teriak Didi kepada Beni.

“apanya yang cantik… kambing aja gak ada yang mau sama lo Did” Didi merengut.

“kalau lo dapat yang lebih cantik, maka gue juga akan mencari yang lebih canti lagi….” Cletuk Beni keceplosan.

“apa lo bilang, mau cari lagi…?? Dasar laki-laki edan” pukul bolak-balik oleh cintia dari belakang Beni.

Saat itu Didi begitu terpingkal-pingkal melihat tindakan bodoh seorang teman yang bercanda padanya. Akibat salah ucap, mereka putus di tengah jalan. Ya iya lah kan mereka lagi naik motor. Tiba-tiba saja cintia minta putus saat itu juga.

“makan lo Ben. Emang enak di pukulin cewek lo. Langsung minta putus lagi. Pasti seru tuh. Hahahahahah” tawa Didi sambil jalan.

Saat rapat, Didi begitu bersemangat, hanya Beni yang terlihat murung. Maklum dia kan baru saja kena musibah. Habis diputusin ditengah jalan gitu lho…

“Ok kawan-kawan, rapat kita sudah hampir selesai. Jika ada masukan lain silahkan disampaikan saat ini juga” dengan penuh wibawa Didi melemparkannya ke forum rapat.

“waw ternyata Didi begitu wibawa, ganteng, sopan, pintar lagi” lamunan cewek-cewek di forum saat melihat Didi.

“ko aku baru sadar kalau Didi begitu ganteng, wibawa, pintar lagi” celetuk cintia dalam rapat.

Wajah Cintia tak hentinya memandangi Didi. Begitu juga wanita lainnya. Perhatian rapat saat itu beralih ke tatapan wajah Didi.

Saat itu juga Beni mulai tersinggung dengan celetukan cintia yang tidak sadar. Beni marah dan langsung meminta ijin untuk pergi ke luar.

“Ok.. kita kembali ke topik utama kita sekarang” untuk kedua kalinya Didi melemparkan ke forum.

“waaaaaaaaw ternyata auranya Didi keluar. Dia sangat memesona” bayangan vivi di samping cintia.

“baiklah kalau tidak ada, mari kita akhiri rapat kita hari ini. Selamat bekerja dan jangan lupa tugas-tugasnya diselesaikan sebelum hari H” akhiran perintah Didi pada rapat hari ini.

Smua peserta rapat bergegas untuk pulang. Beni yang masih sakit hati pada cintia hanya bisa menyesali keceplosannya itu.

Didi tinggalah seorang di dalam ruangan rapat itu. Semua peserta sudah pulang. Kemudian Didi pun melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruangan itu.

“hai Did, boleh aku ngobrol sebentar” kaget cintia pada Didi. Didi shock. Mukanya memerah. Salah tingkah pun dia cuek saja. Cintia melihat begitu gugupnya Didi dalam menjawab pertanyaannya.

“i..ii…i.. iya a….aa…a.a.da apa cin?” jawab Didi denganterbata-bata.

“slow aja kali Did. kayak baru ngobrol dengan ku saja” suasana agak membaik. Didi begitu takut berbicara dengan wanita. Karena dia belum pernah ngobrol dengan wanita berduaan.

“selamat yah, kamu hebat dalam memimpin rapat tadi. Aku kagum” puji Cintia kepada didi.

“ah biasa saja. Tak ada yang istimewa pada saat gue bicara tadi” tutur Didi sambil nge-les.

“tapi benerlho.. kamu begitu wibawa memimpin rapat tadi” cintia keukeuh pada pendapatnya.

“by the way kenapa kamu belum pulang?” Tanya Didi kepada cintia.

Cintia mulai merasakan, kayaknya perangkapnya akan mulus. Ternyata Cintia tertarik dengan Didi. Dengan sengaja dia menunggu Didi sampai dia benar-benar sendirian. Sehingga niatnya untuk berbicara berduaan bisa terlaksana.

“oh gak.. aku Cuma mau mengajak kamu makan siang saja. Mau kah kamu menemaniku makan siang hari ini?” ajak cintia dengan suara manja.

Kali ini Didi tak bisa menolak. Seolah sudah terperangkap dalam jeratan lubang yang dalam. Lagi pula Didi lapar dan Didi tak bawa uang.

“oh maaf saya ada janji siang ini” bohong Didi pada cintia.

“ah masa sih.. kamu bohong yah.. buktinya aku tidak melihatdi jadwal harianmu kalau siang ini ada janji. Aku tadi tak sengaja melihat jadwal harianmu” cintia mematahkan jawaban Didi.

Muka Didi merah. Kali ini Didi malu banget karena sudah bohong. “wanita ini memang cerdas. Alasan utama ku bisa di patahkan” gerutu Didi dalam hati.

“gue boleh jujur?” Tanya Didi terakhir.

“boleh” cintia sambil senyum membalas jawaban Didi.

“Gue ini anak kos, rantauan, dan uang jajan pun gue harus irit” jelas Didi tanpa malu.

“Aku tahu…” kata Cintia.

“Tahu dari mana?” Tanya ulang Didi.

“kalau anak rantauan pasti tinggal di kos, dan kalau gitu pasti ngirit. Iya kan?” gurau cintia.

“benar” Didi menagnggukan kepalanya.

“udah lah jangan dipikirkan. Lagipula aku yang mengajak kamu makan, maka aku akan mentraktirmu” dalam hati Didi berkata “syukurlah ya tuhan, hari ini aku dapat makan gratis.

“tidak ah. Gue tidak biasa di traktir oleh orang lain” padahal dalam hati ingin banget. Biasa, Didi malu-malu. Ah dasar anak kos.

“kalau kamu menolak permintaanku saat ini, berarti kamu menolak juga untuk aku bisa kenal kamu” paksa Cintia.

“ya udah deh kalau begitu, dari pada repot. Kan Cuma nemenin makan doing” bisik Didi dengan suara pelan.

Cintia bahagia karena bisa mengajak Didi makan siang di kantin. Karena sebenarnya Cintia mau langsung mengungkapkan perasaannya kalau dia telah jatuh cinta pada Didi.

Sampai di kantin, meja makan telah disediakan oleh cintia. Didi bagai raja saat itu. Selain dapat makan gratis. Dia juga dilayani dengan penuh perhatian dari cintia.

“mau makan apa ka” kata seorang pelayan kantin.

“saya seperti biasa aja yah. Pecel lele tanpa tahu, tapi sambalnya yang banyak yah” pinta Didi pada pelayan kantin.

“Sip bos…. Kalau eMbaknya?” tawar pelayan dengan suara santun.

“aku samain aja deh dengan Didi”. “padahal aku tak suka lele, tak suka sambel. Tapi apa boleh buat, demi cinta aku rela makan lele” gerutunya dalam hati.

“wah ternyata cintia suka lele juga yah. Sama dong dengan gue” sindir Didi pada Cintia.

Taka lam pesanan datang. Pecel lele dengan sambal banyak tanpa tahu telah siap disantap. Didi yang lapar langsung embat tanpa permisi pada cintia.

Hamper setengahnya lagi Didi baru ngeh kalau Cintia belum memyantap pecel lelenya. Dan cintia pun malah bengong melihat Didi makan. Maklum namanya juga jatuh cinta.

“hei… kenapa kamu belum makan? Gak enak yah pecel lelenya?” Tanya Didi sambil mengunyah.

“oh enggak, enak ko… aku Cuma lagi menikmati pesona orang yang makan pecel lele di depan ku saja”. Sahut cintia sambil memulai untuk makan.

“hahahahha bisa saja kamu. Maklum pecel lele di sini adalah kesukaanku” tambah Didi.

Akhirnya santapan pecel lele telah habis oleh Didi. Cintia sebenarnya tak suka Lele, tapi tak sadar dia telah menghabiskannya sebanyak satu piring.

Suasana kembali san tai. Canda gurau mereka berdua membawa suasana beda dalam makan siang kali ini.

Cintia begitu mengamati semua prilaku Didi baik sebelum makan, ketika makan dan sesudah makan. Akhirnya ada satu kesempatan di akhir pembicaraan makan siang ini untuk cintia mengungkapkan perasaannya pada Didi. Karena Cintia tahu bahwa Didi tak pernah mau mengungkapkannya duluan. Jadi inisiatif Cintia untuk mengungkapkan lebih dulu.

“Did boleh ngomong sesuatu?” suara cintia tampak gugup.

“ada apa cin?” muka dingin dipasang Didi.

“Sebenarnya aku suka sama kamu Did” Lanjut cintia.

Didi hanya menanggapi biasa saja. Karena dia tahu pasti cintia bergurau. Dan didi hanya menanggapi dengan sikap ketawa saja.

“serius…. Aku ingin jadi pacarmu” Didi tersentak dan keget ketika mendengar hal yang mengejutkan itu. Wajar lah Didi baru kali ini mendapat apresiasi dari seorang cewek gitu.

“Apa kamu tidak main-main? Bukankah kamu baru saja putus dengan Beni? Dan suatu hal yang tidak mungkin jika kemarin baru putus kemudian sekarang sudah gaet cowok lagi” tutur Didi membuat cintia tersipu malu.

“kemarin memang aku putus dari Beni, apakah salah aku menyukaimu dengan cepat? Aku serius Did” paksa Cintia.

Didi menelan minumannya dengan tersendat. Belum sempat Didi utarakan jawabannya, datanglah seorang gadis yang selama ini Didi incar. Gadis itu bernama Tuti. Tuti duduk disebelah meja Didi dan citia.

Goncangan terus membesar dengan desakan cintia agar dengan cepat Didi memberikan keputusan atas jawabannya untuk menjadi pacar cintia. Didi melihat keangguanan Tuti yang menawan di balik kerudung ungunya. Hati Didi makin tidak karuan. Ucapan cintia dibuatnya kabur dengan melihat wajah Tuti di balik kerudungnya. Semakin lama semakin mengawang perasaan Didi. Tiba-tiba lamunan Didi buyar dengan Cintia menanyakan kembali jawabannya.

“apa…. Emang kamu nanya apa?” tergagap Didi di depan Cintia.

Dua wanita ini membuat Didi bingung. Seolah harus memilih hidup atau mati. Menerima menjadi pacar Cintia atau menunggu Tuti sang dambaan hati mau membuka hatinya untuk Didi. Yang satu pasti namun Didi tidak mengharapkannya. Sedangkan yang satu lagi mengharapkan yang tidak pasti. Sungguh bingung kala itu. Didi tak mampu berkata banyak pada Cintia. Sorot pandang Didi tetap tertuju kea rah Tuti.

Suasana makin tidak karuan. Belum selesai masalah Cintia yang mendesaknya, kebingungan atas pilihannya dan kemudian datanglah satu wanita lagi yang meminta agar dirinya diberi izin untuk Duduk bersama Didi dan Cintia. Wanita dengan postur langsing dan rambut panjang dengan tas kecil di pundaknya menggambarkan kemegahan dalam hidupnya. Dia Silvi. Silvi adalah adik dari salah satu sahabat Didi yang merupakan murid privatnya Didi di rumahnya.

Tanpa ragu Silvi memotong pembicaraan Cintian dan Didi. Wajah cintia tertekuk marah pada silvi. Persaingan semakin sengit. Perhatian pembicaraan mengarahkan keduanya saling mengalahkan. Didi hanya bisa diam dan mendengarkan sahutan masing-masing kedua cewe di depanya. Kondisi Didi semakin tak karuan. Rasanya kepala Didi memutar kebingungan tak tahu arah tindakan selanjutnya.

Senyum silvi semakin manis di depan Didi, sedangkan kekesalan nampak jelas di wajah Cintia. Akhirnya suara silvi mengeluarkan unek-uneknya pada Didi terlontar secara fasih.

“ka, aku datang ke sini karena aku tak kuat menahan rasa yang selama ini aku pendam. Aku selalu dibuatnya gelisah. Setiap malam aku tak bisa tidur hanya karena kepikiran kakak. Aku menaurh simpati pada kakak. Aku tak mau perhatian kakak hilang dari ku. Aku menykai kakak, dan aku ingin kaka menjadi pacar aku segera” pinta silvi dengan memelas dan penuh harap akan diterumanya cinta yang mendalam untuk Didi.

Didi terpelongo mendengarnya. Begitu juga cintia yang semakin jengkel dan kaget akan pernyataan Silvi.

Aduh, gimana nih… hatiku belum bisa lepas dari pesona kerudung ungu si Tuti, Cintia mendesak ku agar memberikan jawaban menjadi pacarnya sekarang juga, dan Silvi dengan tiba-tiba meminta aku untuk jadi pacarnya. Waduh gimana nih. Gara-gara terlalu dekat jadi begini deh. Pusing aku dibuatnya. Harus pilih yang mana yah. Kalau pilih Cintia, dia baik, perhatian dan dia manidiri. Tapi bagaimana dengan Beni. Akan semakin marah dia padaku. Kalau nunggu Tuti, kelamaan. Dia kan tidak mau pacaran. Katanya mau langsung taaruf saja. Ribet juga kan belum punya prnghasilan tetap. Kalau pilih Silvi, dia cantik, banyak duitnya, tapi manja. Gimana nih. Semuanya cantik-cantik. Gumam Didi sambil termenung.

Alah mak… ternyata aku ingat pesan Ibu, si Marni menunggu ku di kampung. Dia siapdilamar kalau aku sudah lulus kuliah. Bagaimana nih? Aku di hadapkan dalam empat pilihan sulit. Kalau kamu jadi Didi, siapa yang akan kamu pilih?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun