Mohon tunggu...
siregar akhmad junaedi
siregar akhmad junaedi Mohon Tunggu... -

Suka mencari keindahan di sela-sela alam tropis. Baginya keindahan itu terpaut di alam liar, termasuk di kutil-kutil katak licin, hingga di antara gigi solenoglipha ular viper. Dia senang mengajak hunting foto, dan rupanya banyak yang menghindar karena takut pantatnya dientup, mau....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tarawih Empat Flag

10 Agustus 2011   14:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:55 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh Akhmad Junaedi Siregar
(Sedang belajar bikin cerpen)

Dua bocah riang tetanggaan di Komplek Bumi Serdang Damai, Medan telah bergejolak semangatnya tatkala menyambut bulan suci Ramadhan 1432 H. Tidaklah berlebihan pancaran kegembiraan di raut muka keduanya melebihi orang dewasa. Itap dan Mali menganggap Ramadhan itu sebagai bulan yang istimewa. Pikiran anak-anaknya menggambarkan kalau mereka akan masuk sorga. Semua jenis mainan di dunia bisa dimainkan di nirwana kelak.

Mereka berdua cukup menikmati libur tiga hari menyambut Ramadhan. Yayasan Singosari di Deli Tua juga menyunat jam pelajaran sekolah. Rata-rata siswa menikmatinya, terlebih Itap dan Mali.

Sholat sunat tarawih telah menjadi pembicaraan mereka berdua. Di perumahan itu, mereka berdua berjanji ke mesjid masing-masing dengan merengek-rengek ke kedua orang tua masing-masing mengikutsertakan mereka pada ibadah sunah yang hanya ada pada bulan Ramadhan itu. Tentu orang tua mereka senang dengan niat anaknya.

Malam pertama tarawih, Itap memakai seragam muslim sekaligus jersey yang dipakai setiap mengaji Al-Quran. Lobe warna putih menghiasi kepalanya. Sekilas dia adalah ustadz cilik yang ikut pada salah satu kompetisi di TV swasta. Sebelum pergi ke ”mesjid bawah”, Itap meminta agar diajarkan cara mengambil wuduk. Perlahan-lahan dan ragu-ragu Itap pun mengambil air sumur dengan menghitung keras 1, 2, 3 saat masing-masing membasuh muka, tangan, ubun-ubun, telinga, dan kedua tungakainya. Niatnya tidak lebih dari bacaan bismillahirrahmanirrahim.

”Kapan ta-wa-rih-nya, Uda?, desak Itap kepada pamannya ketika mendengar ceramah ustadz menjelang solat sunah tarawih usai solat isya. Suaranya bernada bosan setelah melalui sholat isya empat rakaat yang telah membuatnya letoi.

”Ssssstttt, ngomongnya jangan terlalu keras Tap, dengar dulu ustadz itu”, Uda-nya (panggilan untuk Paman dalam bahasa Batak) menyambung, ”Orang pada gak suka nanti kalau kita ngobrol-ngobrol seperti ini”.

”Bosan!” bibirnya mulai maju mundur.

”Sudahlah sebentar lagi, ya”.

Itap pun mulai bereaksi menunjukkan kekanak-kanakannya. Kakinya mulai gelisah dan kepalanya berputar-putar mencari sensasi. Bahasa isyarat dia gunakan berkomunikasi dengan Mali yang berjarak tiga orang dari tempat duduknya. Sesekali Udanya pun menegurnya karena terlalu mengganggu perhatian jemaah lain kalau dia sudah berdiri. Tak berpanjang lebar layaknya yang diharapkan makmum pada umumnya, ustadz menyudahi wejangan ”kultum”-nya dengan menutup dengan ucapan hamdalah.

Itap berdiri ikut-ikutan. Sholat tarawih pun digelar. Puja-puji kepada nabi Muhammad SAW dikumandangkan pertanda solat dimulai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun