Mohon tunggu...
siregar akhmad junaedi
siregar akhmad junaedi Mohon Tunggu... -

Suka mencari keindahan di sela-sela alam tropis. Baginya keindahan itu terpaut di alam liar, termasuk di kutil-kutil katak licin, hingga di antara gigi solenoglipha ular viper. Dia senang mengajak hunting foto, dan rupanya banyak yang menghindar karena takut pantatnya dientup, mau....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Evolusi Kura-kura Remuk di Tepi Jalan

29 Mei 2012   01:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:39 1145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Akhmad Junaedi Siregar Foto-foto oleh Akhmad Junaedi Siregar [caption id="attachment_184229" align="aligncenter" width="300" caption=" Juvenil kuya batok di Sungai Kampar, Riau"][/caption] Pembangunan selalu menghadirkan dampak positif dan negatif. Sesuatu yang tidak diharapkan kadang muncul pada situasi yang tidak terpikirkan sebelumnya. Makanya penyesalan selalu belakangan. Jalan mulus yang menghubungkan nadi kehidupan manusia ternyata memiliki sedikit efek buruk bagi satwa tertentu. Kura-kura adalah salah satu korban utamanya. Terutama jalan-jalan yang melintasi perairan rawa seperti yang banyak ditemukan di timur Riau, Pulau Sumatera, tidaklah jarang menemukan kura-kura remuk di pinggir jalan. Apa yang terjadi dengan hewan berbatok itu? Ternyata tak hanya manusia korban jalan raya. Satwa-satwa yang melakukan pergerakan sepanjang hidupnya akan terintai bahaya juga. Kura-kura dinilai punya poin besar sebagai ”tumbal” lalu lintas. Di Sumatera, ditaksir memiliki 16 jenis kura-kura (turtle dan tortoise). Empat spesies di antaranya dianggap paling sering melintasi jalan raya, yakni kuya batok (Cuora amboinensis), kura-kura berduri (Heosemys spinosa), kura-kura pipi putih (Siebenrockiella crassicollis) dan beiyogo (Notochelys platinofa). Dari kehadiran dan toleransi hidup yang tinggi, kuya batok adalah nominasi terkuat menjadi korban. [caption id="attachment_184230" align="aligncenter" width="300" caption="Mistar (pengamat herfetofauna) mendokumentasikan kura-kura terlindas"]

1338253879294161185
1338253879294161185
[/caption] Kuya batok cukup umum menjadi korban. Populasinya dinilai masih aman karena keberagaman habitat hidupnya. Parit drainase jalan raya pun dianggap masih mampu ditinggali. Terutama di jalan yang melintasi rawa, dinamika kura-kura melewati jalan tergolong tinggi. Saya dan Pak Mistar sendiri, ketika melewati beberapa ruas jalan di Pulau Rupat dan Kabupaten Bengkalis lainnya, cukup umum mendapati kuya batok mencuri kesempatan memotong jalan. Dua di antaranya tergilas kendaraan. Tempurung kuya batok pun dinilai tidak sekuat kura-kura lain. Tiap kali mobil menggilas karapasnya, bisa dipastikan akan pecah. Secara evolusi, cangkangnya yang tetap bertahan jutaan tahun lalu itu memang tidak diciptakan untuk menghindar dari bahaya jalan raya yang puluhan tahun lalu baru dibangun di berbagai daerah. Ada beberapa alasan kenapa kura-kura paling mencuat. Pertama, pergerakannya cukup lamban sehingga membuka peluang lebih besar terlindas. Kedua, sewaktu terganggu kendaraan, kura-kura itu justru bersembunyi dan diam sampai merasa aman ke dalam batok yang berarti probabilitas kematian tinggi. Ketiga, sebagai hewan yang relatif penyendiri, kura-kura harus melakukan perpindahan tempat untuk mencari pasangannya yang kemungkinan berada di sebelah jalan raya. Jalan raya cenderung mengancam keberadaan satwa. Khususnya jalan sibuk lalu lalang kendaraan. Terlebih lagi pada kawasan padat kehidupan. Jenis herpetofauna lain yang kerap didapati gepeng di tengah jalan antara lain katak (Bufo melanostictus, Fejervarya spp), bunglon kampung (Calotes versicolor), biawak (Varanus salvator), ular lidi (Dendrelaphis spp), kobra (Elapidae), Elaphe flavolineata, dan banyak lagi. [caption id="attachment_184231" align="aligncenter" width="300" caption="Anak ular Elaphe flavolineata mati karena kekeringan di pinggir jalan"]
13382539931844911123
13382539931844911123
[/caption] Mendokumentasikan problema baru yang dihadapi herpetofauna sekarang ini mulai dianggap penting. Karena di jalan misalnya, kadang kita menemukan seekor anak ular yang tiba-tiba mati. Diperkirakan ular muda tersebut kurang pengalaman melewati ruas jalan pada terik matahari. Sisik geraknya tidak ideal berdinamika di atas aspal. Meskipun saya tidak tahu persis itukah alasannya? Nah, tulisan ini saya harap sedikit membuka sedikit ancaman ringan dari herpetofauna.■

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun