Mohon tunggu...
Junaedi
Junaedi Mohon Tunggu... Lainnya - Pencangkul dan Penikmat Kopi

Lahir dan tumbuh di Wonosalam, kawasan pertanian-perkebunan dataran tinggi di Jombang bagian selatan. Seorang pencangkul dan penikmat kopi. Dapat ditemui di www.pencangkul.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Maumere: Dari Moke Sampai Kata Romantis!

27 September 2012   14:59 Diperbarui: 4 April 2017   17:17 4675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEKITAR satu setengah tahun saya telah meninggalkan kota Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur, setelah hampir tiga tahun menginjakkan kaki di kota kering dan panas tapi eksotik dan selalu menimbulkan kerinduan baru. Ada banyak memori yang terpatri selama itu. Tak hanya masalah sosial-budayanya saja, atau pesona alamnya, terutama keindahan lautnya, tetapi juga hal-hal remeh menjadi sesuatu yang menarik dan unik, setidaknya bagi saya. Pada suatu ketika, saya pernah, beberapa kali malahan, naik ojek (angkutan ini lebih cepat dan praktis) ke bandara ketika mau pulang ke Jombang, dengan pengendara motor yang baru saja minum moke (sejenis minuman keras tradisonal khas Maumere). Pantas saja ketika mengendarai motor, meskipun tidak ngebut tetapi seringkali "sempoyongan" dan hampir-hampir saja menabrak kendaraan lain. Awalnya saya tak curiga kalau tukang ojek itu, yang masih tetangga di kompleks saya tinggal, belum sadar 100 % sehabis menenggak moke. Namun setelah saya mencari informasi, memang dia baru saja menenggak moke. Pernah saat yang lain, saya dan teman saya dihadang anjing yang jumlahnya cukup banyak di sini, ketika akan jalan-jalan pagi. Bukan masalah takut kepada anjing itu, tetapi lebih takut jika kami menghardik anjing itu, tiba-tiba yang punya marah. Jelas ini lebih menakutan! Kejadian unik lainnya, ketika ada pesta pernikahan, selalu memutar musik dengan keras dan selalu ada acara semacam dansa yang setidaknya digelar 2 hari 2 malam yang tentu saja diselingi "pesta moke". Kata orang-orang yang saya kenal, pesta di Maumere benar-benar menyedot kantong sedalam-dalamnya. Setidaknya selama 3 tahun saya tinggal, 2 kali ada pesta pernikahan yang digelar warga di kompleks kami tinggal. Pertama, mantan wakil bupati yang menikahkan putrinya yang dokter yang jarak rumahnya sekitar 50 meter dari saya tinggal. Tentu acara seperti ini bagi wakil bupati tak terlalu memberatkan. Kemudian yang kedua, pesta pernikahan tukang ojek yang hobi menenggak moke itu, yang rumahnya persis di depan tempat saya tinggal. Tukang ojek ini "menikahkan" dirinya sendiri setelah hidup bersama beberapa tahun dengan pasangannya dan bahkan telah mempunyai dua anak usia 3-5 tahunan. Saya sempat dimintai tolong untuk mengantarkan (dengan kendaraan kami) ke gereja di tengah kota untuk acara pemberkatan. Saya juga menanyakan kenapa tidak ke gereja terdekat di seberang jalan, ternyata jawabannya karena berbeda keyakinan. Dia mengaku protestan sementara gereja di seberang itu gereja katolik yang jumlahnya mayoritas di Maumere. Hebatnya, tukang ojek ini yang menurut pengamatan saya, secara ekonomi paling lemah di kompleks yang saya tinggali, tetapi mampu menggelar pesta 2 hari 2 malam! Bahkan saya dan teman-teman lainnya sempat dibuat repot dengan pestanya, bukan masalah riuh dan dentuman musik hingga menjelang pagi, tetapi sebab ada beberapa anak muda yang habis pesta itu, tergolek tertidur di teras tempat tinggal kami dengan menyisakan muntahan yang berserakan di lantai.

Dan lainnya yang tak kalah unik di Maumere, yang bisa saya tuangkan di sini adalah tanda peringatan untuk pekerjaan proyek jalan pun dibuat dengan kalimat “romantis”. Umumnya yang saya tahu di kota-kota yang pernah saya singgahi, tanda seperti ini menggunakan kata “Awas”, “Maaf”, atau “Hati-Hati”. Namun tidak demikian yang saya temui di Maumere, tanda peringatannya dengan kalimat “romantis”: “SAYANG…..! HATI-HATI ADA PEKERJAAN JALAN. Ya, itulah Maumere dengan segala eksotisme dan keunikannya yang sempat saya rasakan. Entah kapan bisa menginjakkan kaki lagi di kota itu! Tulisan terkait: Sensasi Diskotik Berjalan Hiburannya Hanya Babi? Sikka, Desa Tua yang Terlupa Sepenggal Surga yang Terpenggal di Teluk Maumere

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun