impor adalah pakaian bekas didatangkan dari negara lain untuk diperjual-belikan di pasar domestik. Pakaian bekas ini bisa berasal dari donasi masyarakat, toko-toko barang bekas, atau bahkan dari industri fashion yang mengalami surplus produksi.
PAKAIANÂ bekasPakaian bekas impor memiliki beberapa keuntungan, seperti harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan pakaian baru, variasi model dan merek yang lebih beragam, dan dapat membantu mengurangi limbah tekstil. Namun, impor pakaian bekas juga dapat memiliki beberapa dampak negatif lainnya.
Di beberapa negara termasuk Indonesia, impor pakaian bekas menjadi isu yang kontroversial karena dapat mempengaruhi industri tekstil lokal. Indonesia sebenarnya telah melarang impor pakain bekas melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021, Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Pada pasal 2 nomor 3 huruf d disebutkan bahwa barang dilarang impor adalah kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.
Kemudian aturan tersebut diubah lagi melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022, Tentang Perubahan Atas Permendag Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Dalam peraturan tersebut, disebutkan juga barang yang dilarang untuk diimpor, termasuk pakaian bekas dan barang bekas lainnya. Sementara aturan pertama yang melarang impor pakaian bekas telah ada sejak 2015 silam. Aturan itu adalah Permendag Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan juga Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Namun, di negara lain, impor pakaian bekas masih diizinkan dan bahkan dianggap sebagai alternatif yang baik untuk mendapatkan pakaian berkualtas dengan harga yang tidak mahal.
BerdampakÂ
Impor pakaian bekas dapat memiliki dampak yang berbeda tergantung pada konteksnya. Impor bisa berdampak negatif bisa juga berdampak positif.
Beberapa dampak negatif bagi suatu negara yang melakukan impor pakaian bekas misalnya dampak ekonomi, dampak lingkungan maupun dampak sosial.
Dampak ekonomi yang ditimbulkan adalah dapat merugikan industri tekstil dalam negeri karena mendorong konsumen untuk membeli produk impor yang lebih murah daripada produk dalam negeri. Hal ini dapat menyebabkan penurunan penjualan produk dalam negeri dan menyebabkan hilangnya lapangan kerja di sektor tersebut.
Begitu juga dengan daampak lingkungan, impor pakaian bekas dapat menghasilkan limbah tekstil yang berlebihan dan meningkatkan risiko pencemaran lingkungan. Selain itu, transportasi barang dari luar negeri ke dalam negeri juga dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada perubahan iklim.
Selanjutnya dampak sosialnya adalah impor pakaian bekas dapat mempengaruhi kebiasaan berbelanja masyarakat. Masyarakat cenderung lebih memilih produk impor karena harganya yang lebih murah daripada produk dalam negeri.Â