Mohon tunggu...
Junaedi
Junaedi Mohon Tunggu... Lainnya - Pencangkul dan Penikmat Kopi

Lahir dan tumbuh di Wonosalam, kawasan pertanian-perkebunan dataran tinggi di Jombang bagian selatan. Seorang pencangkul dan penikmat kopi. Dapat ditemui di www.pencangkul.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Menanam Nilam, Menyulam Ekonomi Wonosalam

29 Maret 2013   19:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:01 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1364561426318586093

[caption id="attachment_235301" align="aligncenter" width="402" caption="Tanaman nilam tumbuh di sela pohon kakao (Dok. Pribadi)"][/caption] SEBENARNYA sejak beberapa tahun lalu, tanaman nilam ini menjadi alternatif destilasi bagi para pengusaha minyak atsiri di kawasan Wonosalam Jombang untuk diolah. Selain relatif cepat dalam budidaya, harga jualnya juga lebih tinggi dibanding dengan minyak atsiri cengkeh. Sayangnya, budidaya tanaman ini sekarang sudah ditinggalkan banyak petani. Entah mengapa, mungkin dianggap tak menguntungkan atau terlalu ribet, karena bersifat musiman. Atau karena para pengusaha sendiri, untuk bisa menghasilkan kualitas minyak yang baik, harus mengubah ketel destilasi dengan bahan stainlessteel yang tentu saja harganya lebih mahal dibanding dengan plat besi. Nah, ditengah hancurnya tanaman cengkeh di Wonosalam saat ini, dan dihentikannya pengambilan daun cengkeh oleh banyak petani, karena ditengarai telah mengurangi tingkat imunitas tanaman cengkeh terhadap berbagai hama dan penyakit, menyebabkan stok bahan baku pembuatan minyak atsiri dari daun cengkeh menjadi berkurang. Terbukti, beberapa pengusaha minyak atsiri banyak yang menghentikan produktivitasnya dan bahkan membongkar bangunan dan peralatan destilasinya. Tentu saja penghentian usaha ini sedikit banyak mempengaruhi aktivitas perekonomian di Wonosalam yang terkait dengan usaha ini. Mulai tukang sapu daun cengkeh, tengkulak, kuli angkut, dan pekerja di tempat penyulingan, nyaris terhenti semua. Oleh karena itu, tak ada salahnya untuk mendiversifikasi atau mencari alternatif bahan lain untuk diambil minyaknya. Dulu tahun 1970-an di Wonosalam, terutama di Desa Carangwulung, memang pernah ada usaha penanaman daun menthol untuk diambil minyaknya. Namun, usaha itu hanya bertahan sebentar seiring dengan introduksi besar-besaran tanaman cengkeh di Wonosalam. Pada tahun 2000-an, ketika usaha penyulingan minyak cengkeh sedang dipuncak kejayaannya, beberapa pengusaha dan petani mulai membudidayakan tanaman nilam sebagai alternatif atau selingan daun cengkeh. Meskipun hampir wilayah wonosalam kurang optimal untuk tanaman ini, karena secara geografis posisinya terlalu tinggi dari permukaan laut (sekitar 300-1300 meter dpl yang dihuni), namun para petani hampir semuanya sukses membudidayakan. Apalagi ketika itu harga daunnya cukup baik, bahkan pernah terjadi persaingan diantara pembeli yang menyebabkan harganya naik berkali-lipat. Tanaman nilam memang akan menghasilkan kadar minyak yang optimal jika ditanam pada ketinggian maksimal sekitar 400 m dari permukaan laut. Namun di Wonosalam, ada petani yang menghasilkan daun-daun nilam dengan kadar minyak yang masih layak untuk diproses pada ketinggian yang lebih dari 700 meter dpl, seperti yang terjadi di Dusun Bangun Rejo dan Dusun Segunung yang masuk wilayah Desa Carangwulung dan berada persis di kaki Gunung Anjasmoro. Mereka menanam nilam di sela-sela tanaman utama, seperti cengkeh dan kakao. Sebagian lain menanam di lahan hutan yang dikelola masyarakat, seperti disela-sela pohon pinus dan mahoni yang masih berusia kurang dari 5 tahun. Ada juga yang mengusahakan pada lahan khusus. Biasanya pada lahan-lahan sawah dan ladang jagung atau ketela yang diganti tanamanya dengan tanaman nilam. Tanaman ini mudah ditanam dan perawatannya tidak terlalu rumit. Untuk bibit bisa diambil dari batang atau cabang yang sudah keras atau tua sepanjang sekitar 20 cm dengan jumlah ruas atau tunas antara 3-5. Potongan cabang sebagai bibit stek ini lebih baik ditanam atau disemaikan dulu dalam bedengan atau polibag dengan naungan untuk mengurangi pencahayaan yang berefek pada penguapan. Ukuran bedengan ataupun polibag disesuaikan dengan banyaknya bibit. Stek ditanam dengan sedikit miring dan kedalaman sekitar 10 cm. Setelah tumbuh tunas dengan daun-daun muda, atau sekitar sebulan tanaman sudah bisa dipindahkan ke lahan yang siap ditanami. Seperti di kawasan Wonosalam, jarak antar tanaman dan baris tanaman menyesuaikan dengan kondisi geografi. Kalau didataran rendah dengan lahan yang rata mungkin jarak 100 x 100 cm bisa diterapkan. Namun pada kawasan dataran tinggi dengan kontur yang tidak rata, jarak tanam bisa menyesuaikan, misal 40 x 100 cm atau 30 x 80 cm dan sebagainya, dengan baris menyesuaikan kemiringan lahan, artinya guludan yang membentuk barisan tanaman harus melintang sehingga tercipta barisan seperi terasiring. Hal ini untuk menghindari tergerusnya lapisan tanah yang paling atas ketika hujan turun.Untuk perawatannya, hanya perlu penyiangan ketika gulma tumbuh mengiringi. Begitu juga pemupukan dan pengobatan sangat mudah. Banyak sekali jenis pupuk dan obat-obatan yang digunakan beredar di pasaran. Sementara itu, untuk pemanenan pertama, rata-rata ketika umur tanaman mencapai 5-6 bulan. Pemanenan pertama tak perlu langsung membabat habis, tetapi cukup diambil ¾ saja dan memotong tangkainya pun tak perlu sampai pangkal tananam tetapi disisakan tangkai sepanjang ¼ saja untuk memberikan kesempatan tumbuh lagi dan membuat percabangan baru. Pemanenan kedua bisa dilakukan pada bulan ke 3 sampai 4 dari pemanenan pertama. Tekniknya hampir sama seperti pemanenan pertama. Untuk usia produksi optimal, tanaman ini bisa dipanen hingga usia sekitar 3 tahun, tergantung dari perawatan. Lewat waktu itu, tanaman harus dibongkar total dan diganti dengan bibit tanaman yang baru. Untuk penanganan pasca panen, hasilnya bisa langsung dijual dalam kondisi fresh ke tengkulak atau perusahaan penyulingan. Bisa juga dijemur sampai kadar airnya sekitar 15 % sebelum dijual ke perusahaan penyulingan. Dalam keadaan kering harga jualnya bisa mencapai 3-4 kali harga basah. Tanaman nilam ini sepertinya bisa menjadi alternatif untuk dikembangkan dan sekaligus menjadi subtitusi daun cengkeh yang saat ini mengalami banyak masalah. Ini sekaligus juga untuk menyulam ekonomi Wonosalam khususnya yang terkait dengan minyak atsiri, akibat terhentinya usaha-usaha penyulingan minyak atsiri berbahan baku daun cengkeh yang selama ini menjadi andalan Wonosalam. Semoga! Tulisan terkait: Mungkinkah Bakteri Mematikan Ini yang Menyerang Kawasan Wonosalam? Robohnya Pohon Cengkeh Di Kampung Kami Fantastik, Harga Cengkeh di Jombang Menembus Rp 130.000 per Kg! Menyapu Sampah, Mendulang Rupiah! Wow, Harga Sampah Daun Cengkeh Naik 300%!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun