Saat ini Indonesia sedang dilanda pandemi COVID-19, di mana pandemi tersebut berdampak pada banyak aspek, salah satunya pada aspek pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu sarana dalam memajukan suatu negara. Pendidikan juga suatu kebutuhan dasar bagi manusia. Kesadaran akan pentingnya pendidikan mampu menjadikan seorang berkualitas melalui proses dari dalam dirinya.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pengertian pendidikan adalah sebuah usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, membangun kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Di saat pandemi COVID-19 yang tidak dapat ditolak bagi Bangsa Indonesia, apalagi penyebaran COVID-19 juga terjadi di berbagai belahan dunia, kesehatan dan keselamatan ialah kebutuhan yang paling utama, sehingga pendidikan menerapkan pembelajaran secara daring. Pada umumnya teknologi yang digunakan dalam pembelajaran di kelas sudah memiliki prasarana yang tersedia di sekolah. Para pendidik dapat mengaplikasikan dalam proses pembelajaran tersebut, meskipun ada juga pendidik yang sudah menyiapkan sendiri.
Pembelajaran daring dimulai pada bulan Maret 2020. Secara resmi pemerintah melakukan penutupan sekolah dan peserta didik melakukan pembelajaran dari rumah. Saya pribadi sebagai pendidik merasa khawatir tentang apa yang akan terjadi ke depan mengenai bagaimana proses pembelajaran ini berlangsung. Namun, hal ini tidak menyurutkan semangat saya sebagai pendidik untuk mengajarkan dan mendidik para peserta didik yang juga dalam kebingungan karena situasi ini menjadi pengalaman baru bagi mereka.
Dalam perasaan yang sama antara pendidik dan peserta didik, kita memulai proses pembelajaran, seperti saat betatap muka, memberikan materi pembelajaran secara berbagi dokumen melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp dan SIMAK DKI (platform yang disediakan oleh Dinas Pendidikan pada sekolah di DKI Jakarta untuk menunjang proses pembelajaran daring), dilanjutkan tugas dan pekerjaan rumah.
Selama proses berjalannya belajar daring, kenyataannya hampir 50% peserta didik tidak mengikuti pembelajaran dengan baik. Tugas sekolah yang tidak dikerjakan oleh peserta didik menjadi pertanyaan bagi saya, mengapa peserta didik sebanyak 50% tidak mengikuti pembelajaran? Adakah yang menjadi beban bagi para peserta didik? Ketika saya mencoba berkomunikasi melalui panggilan telepon dengan siswa, ternyata ada saja peserta didik yang tidak memiliki gawai, bahkan harus bergantian dengan orang tua atau saudaranya.
Setelah mengetahui permasalahan peserta didik, saya memberikan batas waktu yang lebih panjang selama 1 minggu bagi mereka yang harus berbagi gawai. Saya termenung, bagaimana nasib pendidikan saat era pandemi seperti ini? Banyak yang menjadi pertanyaan di dalam benak saya, ditambah penggunaan teknologi yang akan lebih memengaruhi peserta didik, Apakah peserta didik mempergunakan gawai mereka dengan tepat guna?
"Manusia ada dalam dunia, menemui ruang keduniawian yang radikal, yakni dunia keseharian" menurut filsuf Heidegger. Saya juga mengutip demikian "Membiarkan apa yang memperlihatkan diri itu dilihat dari dirinya sendiri dengan cara dia memperlihatkan diri dari dirinya sendiri" (F. Budi Hardiman 2015:105). Memulai hal yang baru dalam keadaan pembelajaran daring sambil diliputi rasa cemas dan khawatir serta keharusan dalam penggunaan teknologi sebagai moda komunikasi antara pendidik dan peserta didik memang bukanlah hal yang mudah.
Teknologi bukan menjadi pemeran utama dalam proses pembelajaran, tetapi sebagai penunjang berkomunikasi yang akan menyampaikan pesan dua arah. Penggunaan teknologi seharusnya menjadi tepat guna dalam platform yang ada maupun yang akan dipelajari lagi. Seperti halnya dalam pengembangan kompetensi pendidik yang dilakukan secara webinar.
Filsuf Heidegger sangat jelas memengaruhi keadaan pendidikan saat ini, bahwa di dalam kerentanan adanya proses sehingga memahami makna ada. Perhatian pendidik terhadap situasi dan penilaian yang tepat waktu dan bijaksana memengaruhi kemungkinan peristiwa pembelajaran pada saat kapanpun yang berada di luar pengukuran waktu berkaitan kepada tumbuh kembang peserta didik. Menurut Heidegger, "Sebuah pemahaman tanpa prasangka adalah mustahil" (F. Budi Hardiman 2015:115).
Tindakan prakognitif/prastruktur memahami sebagai suatu faktisitas manusia sebelum terjadinya pemahaman sebagai memahami. Peristiwa eksistensial dalam pendidikan ini terjadi saat pendidik dan peserta didik melakukan refleksi diri untuk memahami akan keberadaan dirinya dan melakukan hubungan timbal balik antara pendidik dan peserta didik terhadap situasi pendidikan meskipun melalui daring dengan penggunaan teknologi sebagai moda komunikasi yang tepat guna tanpa mengesampingkan fungsi masing-masing.