Benih merupakan salah satu pilar penting dalam diskursus kedaulatan pangan dan menjadi faktor pembawa perubahan (agent of change) dalam bidang pertanian. Sebagai salah satu aspek penentu utama keberhasilan dalam peningkatan produksi pertanian maka benih harus mempunyai ciri merupakan varietas unggul yang bersertifikat serta memenuhi azaz 6 tepat yaitu tepat varietas, mutu, waktu, tempat, jumlah dan harga.
Namun, harus diakui hingga saat ini masih banyak kendala dalam memenuhi kebutuhan benih semacam ini secara optimal, baik dari aspek ketepatan varietas, mutu, jumlah, waktu, lokasi maupun harga. Disisi lain, semakin banyaknya benih produk perusahan asing yang digunakan oleh sebagian petani maka akan semakin tidak ideal untuk  kemandirian dan peningkatan kesejahteraan petani.
Munculnya strategi mengintegrasikan dua sistem perbenihan yang ada yaitu formal (sumber benih bersertifikat) dan informal (sumber benih tidak bersertifkat) boleh jadi merupakan sebuah langkah awal untuk bagaimana mengatasi permasalahan perbenihan di Indonesia ini. Integrasi tersebut dikenal dengan sistem Jabalsim terkendali yang dikembangkan dari sistem jabalsim.
Jabalsim atau jalur benih antar lapang antar musim  merupakan sebuah arus yang sejak lama digunakan petani dalam memenuhi kebutuhan benihnya baik dari hasil panen sendiri pada musim sebelumnya, dari petani lain di dalam atau luar wilayah, atau membeli ke pedagang hasil bumi yang mendapatkan benih dari wilayah lain pada musim sebelumnya.  Pengembangan dari jabalsim ke jabalsim terkendali adalah karena adanya kendali mutu sehingga benih yang dijual memiliki keterangan setifikat yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang.
Baik jabalsim maupun jabalsim terkendali sangat berkaitan erat dengan keberadaan beberapa jenis bank benih antara lain bank benih yang sesungguhnya (de facto) dan pertukaran benih masyarakat. Bank benih yang sesungguhnya (de facto) adalah merupakan semua penyimpanan benih yang ada di masyarakat yang telah ada untuk waktu yang lama, beroperasi secara informal dan terdiri dari penyimpanan sendiri-sendiri, memperbanyak benih varietas unggul maupun lokal dan disimpan di rumah tangga masing-masing.
Sedangkan pertukaran benih masyarakat adalah pertukaran yang terorganisir dari beberapa benih yang disimpan dari bank perbenihan (de facto), beroperasi secara semi-formal dan terdiri dari penyimpanan individual, baik untuk benih varietas unggul maupun lokal.
Sebagaimana oleh beberapa petani di desa Penadaran kecamatan Gubug kabupaten Grobogan dimana kebiasaan menyimpan benih maupun pinjam meminjam benih yang kemudian dapat disebut sebagai bank benih, telah berlangsung cukup lama. Benih yang biasanya dalam bentuk biji dihasilkan dari proses pemilihan terhadap pertanaman yang mempunyai penampilan fisik (buah/biji) yang dianggap paling bagus pada saat proses kegiatan budidaya tanaman, untuk kemudian diambil bijinya dan disimpan dengan tujuan digunakan sebagai benih pada musim tanam berikutnya.
Mas Nyamin (30 th) misalnya, salah seorang petani didesa ini yang masih melakukan kegiatan menyimpan benih untuk digunakan dalam proses kegiatan usahataninya terutama pada tanaman jenis leguminosae (kacang kacangan) dan tak jarang benih yang ia simpan dipinjamkan (nyilehi wineh) ke tetangga maupun kerabat yang sedang membutuhkan, untuk kemudian oleh tetangga maupun kerabat dikembalikan dalam bentuk benih lagi.
![Dok.pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/28/1-5a44c898ab12ae1593418432.jpg?t=o&v=770)
Memang secara umum penggunaan benih hibrida yang biasanya didapat dengan cara membeli di kios saprotan mempunyai keunggulan terutama pada aspek performa (penampilan tanaman) yang jauh lebih baik (nyenengke) dibanding jika menggunakan benih sendiri semisal pada benih jagung. Seakan sudah mengalami ketergantungan pada jenis benih jagung hibrida ini sehingga berakibat petani merasa sering menerima harga benih dari kios saprotan yang tidak realistis "mosok regone  jagung  semono -- mono wae malah kaporo midun terus. Rego wineh sewalike, mundak terus nak nyedaki musim ulur, awet suwidak ewu iso nganti tekan satus limo" (masak harga jual jagung segitu gitu saja malah cenderung turun. Harga benih kok sebaliknya, naik terus terutama pada saat musim tanam dari Rp 60.000 bisa sampai Rp 105.000).
![Pak Mono (40 th) petani yang masih sering membuat dan menyimpan benih sendiri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/28/2-5a44c9f216835f1c9e460cf2.jpg?t=o&v=770)