Mohon tunggu...
jumia lely
jumia lely Mohon Tunggu... -

seseorang yang sederhana, mudah bergaul dengan siapa saja, suka menulis, suka berbagi, cinta dengan dunia pendidikan. Seorang Blogger di jumialely.com yang berjudul tidak ada kata terlambat untuk belajar Meraih mimpi tidaklah terbatas oleh umur dan Pendidikan. Tetapi Semangat dan kekuatan jiwa akan membawa pada setiap mimpi. Pendidikan tetaplah hal yang harus diperjuangkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada: Lantang Menantang Lawan

10 Mei 2010   13:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:17 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

for whom a leader? from whom a leader? where a leader? loud voices challenging opponent, partying, dancing and singing, for the sake of silent’s seats . the street voice whispering sounded throughout the earth, for the sake of food andRp. 20000, but the eyes were closed and pretend to be blind, ears closed and pretended deafness. We are looking for what? ============================================ Pakaian-pakaian bergambarkan calon-calon pemimpin daerah bertebaran dimana-mana, pengemis di jalanan memakai pakain barunya dengan angka-angka berukirkan wajah-wajah calon pemimpin. Di malam hari pemulung mengorek-ngorek tong sampah memakai baju bergambar sang calon pemimpin. Beca-beca dihiasi dengan penutup gambar sang calon penumpang. Jalanan sudah ditaburi dengan kertas-kertas berwajah sang calon pemimpin, dan kekesalan muncul di wajahku ketika 3 gulungan kertas berisi stiker, kertas dan profil sang calon pemimpin dilempar begitu saja ke dalam beca yang kutumpangi, tepat mengenai HP yang sedang kupegang, *brakkkkkk*, terpelanting di lantai beca, “syukur” tidak berserakan ke jalanan, maka pastilah sudah tak terpakai lagi. sesekali kudengar ada bisikan entah benar atau tidak, Rp. 20.000 sudah ikut uang makan siang. Biarkan saja hati mereka yang mengerti apa itu. dan sekali juga aku mendengar, kami ditawari Rp. 20000, tapi di kasih makan siang. Aku hanya tersenyum kecil dan tidak berkata apa-apa. tapi hatiku ini menangis. Kasihan sekali, kasihan mereka yang berjalan di panas terik hanya untuk Rp. 20000 itu. Apa dia tau siapa mereka? Apa mereka pernah sekali saja menjabat tangannya? Visi dan misi tertulis jelas disana, janji dan harapan di tawarkan begitu luar biasanya. ada yang rela turun ke jalanan, ada yang rela berbuat ini dan itu. Aku rakyat kecil tak butuh itu, aku rakyat kecil butuh kenyataan. Sudah berapa banyak janji yang sama, sudah berapa banyak misi yang sama, lalu…? sayangnya, hanya sampai namanya mendapat angka tertinggi, dan semua terlupakan. Turunlah sekali ke dunia kami, lihatlah sekali ke dalam rumah kami, sentuhlah sekali saja dapur kami. Jangan-Jangan anda tidak tahu kami tinggal dimana. Dan sekali waktu, stiker sensus menempel di pintu rumahku, sayangnya belum ada satu orang pun pernah bertanya tentang pribadi kami, atau siapa yang tinggal dirumah kami ini. Entah siapa yang menempel stiker itu. Mungkin begitulah kota kami menghitung jumlah penduduknya. ya wajar saja anda tidak tahu kami tinggal dimana, tidak tahu kami makan apa dan dari siapa. bahkan ada tidak tahu kami sekolah atau hanya belajar dari koran-koran bekas yang sudah terkoyak sehingga kami tidak mengerti jalan ceritanya. Sebegitu bodohkah kami terbodohi oleh kemauan anda..? Pantas kami tertinggal oleh lajunya teknologi. Membaca saja kami masih banyak yang belum bisa. Tak ada lagi tanah yang ingin kami garap, ladang kami saja anda paksa untuk dijual, rumah kami saja anda ratakan demi gedung mewah itu. Apalagi yang akan anda jual dari kami? Sekarang anda beri kami harapan untuk menjual 1 suara kami? Beberapa kami terpaksa menjual suara kami demi anda, bahkan beberapa kami rela memberikan suara demi anda, dengan hanya satu harapan “Tolong dengar suara kami, Jangan Jual harga diri anda demi harta dan kedudukan semata, tapi lihat kami memilih anda untuk bisa dengan Lantang menantang  Lawan yang angkuh dan tak punya rasa malu, yang merenggut ekonomi kami, yang menikmati kerja keras kami Andakah pemimpin yang kami cari itu? Semoga tak sia-sia kertas yang anda buat bertebaran di jalanan, yang dengan susah payah dan dibawah terik matahari disapu oleh penyapu jalanan. Semoga tidak sia-sia uang anda terbuang untuk menggambar wajah anda di baju-baju itu. Semoga anda tahu untuk apa anda dipilih dan membuang uang anda itu untuk satu kedudukan. Jika anda terpilih, jadilah pemimpin bukan pemimpi. —————————————– Aku adalah satu suara yang merasakan kegelisahan mereka yang tak  mengerti apa dan untuk apa semua itu, yang sering sekali menganggap memilih dan tak memilih adalah sama saja.  dan kudengarkan suara lelaki itu menyanyikan lagu IWAN FALS – ” Dan Orde Paling Baru “ KKN berkembang biak sampai kelurahan Banyak orang yang kehilangan pegangan Perlu pemimpin yang demokratis tapi bertangan besi Kata seorang tokoh yang baru sembuh dari sakit Sementara rakyat tidak perduli siapa yang mimpin Yang penting kebutuhan hidup yang wajar terpenuhi Kelaparan kemiskinan dan pengangguran masih terjadi Ya banyak orang yang hidup dibawah garis kemiskinan Kota besar menjadi magnit Karena televisi mengiming imingi Yang jelas rakyat butuh pendidikan Tapi pendidikan yang didapat adalah rongsokan Soal kesehatan sulit didahulukan Sebab bisa makan sehari sekali saja sudah hebat Jangan tanya soal sandang dan papan Loakan dan kontrakan lah jadi jawaban Juga kolong jembatan Kapan ya bisa kembali normal Karena memang keadaan ini tidak normal Itu sebabnya bermunculan paranormal Seperti jamur dimusim hujan Tutup lubang gali lubang Falsafah hidup jaman sekarang Sebenarnya sih dari jaman dulu Dari jaman orde lama, orde baru Dan sampai sekarang ini Jaman orde paling baru KKN berkembang biak sampai kelurahan Banyak orang yang kehilangan pegangan Perlu pemimpin yang demokratis tapi bertangan besi Kata seorang tokoh yang baru sembuh dari sakit KKN berkembang biak sampai kelurahan Jangan pernah abaikan pendidikan dan jangan pernah berhenti belajar, karena saya, anda dan anak cucu kita mungkin akan menjadi pemimpin yang mampu mengubah hidup mereka yang menangis dalam jeratan hidup tanpa uluran tangan. Pemimpin yang memandang negeri ini dengan hati dan air mata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun