Mohon tunggu...
Jumatan Org
Jumatan Org Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apa itu "Moderasi Islam"?

18 Mei 2017   13:49 Diperbarui: 18 Mei 2017   13:59 10388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salah satu keunggulan dalam Islam ialah karena ajarannya yang serba berimbang (moderat), yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti berkecenderungan berada di titik tengah di antara dua buah kutub ekstrem.

Quraish Shihab, dalam Membumikan Al-Qur’an Jilid II mengungkapkan bahwa eksistensi umat Islam dalam posisi moderat akan membawa mereka tidak hanyut seperti yang dialami oleh para penganut materialisme dan tidak pula terlena di alam ruhani seperti penganut “spiritualisme” yang keberadaannya seringkali tidak lagi berpijak di bumi, melainkan memadukan keduanya dalam segala aspek kehidupan sebagaimana diilhami dari firman Allah, Carilah melalui apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, tapi jangan melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi (QS. Al-Qashash [28]: 77).

Islam menganjurkan pemeluknya untuk meraih materi duniawi, tetapi dengan orientasi ilahiah. Senada dengan itu, Islam sama sekali tidak menghalangi manusia untuk memenuhi kebutuhan fisiknya, seperti makan, minum, hubungan badan, tetapi dalam melakoninya diharapkan ditata dengan nilai-nilai spiritual. Begitu pun dengan dimensi lainnya, Islam tidak hanya sanggup memuaskan rasio, tetapi juga jiwa dan rasa. Dalam berdoa/shalat, etika terbaik ialah di antara mengeraskan suara dan memelankannya (QS. Al-isra’ [17]: 110).

Sikap ini dikarenakan adanya sebuah tugas yang diemban oleh umat Islam untuk dapat menjadi syahid, yakni saksi –sebab posisi moderat bisa menyaksikan siapa pun dari arah mana pun– sekaligus disaksikan –oleh umat lain– sebagai role model (QS. Al-Baqarah [2]: 143). Sebagai konsekuensi logisnya, perlu tertanam sifat adil di dalam diri mereka. Bukankah seorang wasit –dalam sebuah pertandingan, yang memiliki kesamaan padanan kata dengan wasath (moderat), harus berlaku adil dan tidak memihak kepada siapa pun? Al-Qur’an mengingatkan, Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil (QS. Al-Maidah [5]: 8). Lebih lanjut Quraish menyatakan bahwa sikap moderat mengundang umat Islam untuk berinteraksi, berdialektika, dan open minded dengan semua pihak (agama, budaya, peradaban, perkembangan global, dll).

Aspek ajaran Islam yang serba moderat ini mengandung unsur rabbaniyah dan insaniyah.Yang pertama, berarti ajarannya benar-benar berasal dari Allah, Tuhan pemelihara alam, bukan dari manusia. Sedangkan yang kedua mengandung arti bahwa tuntunan tersebut ditujukan kepada manusia, oleh karena itu bimbingannya selaras dengan fitrah manusia.

Terakhir, kembali merujuk surat Al-Baqarah ayat 143, tersirat dalam kata li takunu (menggunakan kata kerja fi’il mudhari) bahwa ajaran Islam yang moderat akan senantiasa bertarung dengan aneka isme –yang muncul setiap waktu– tetapi pada akhirnya ummatan wasathan ini yang dijadikan rujukan atau saksi tentang kebenaran dan kekeliruan pandangan atau isme-isme tersebut. Wallahu a’lam.

(oleh relawan jumatan.org: M. Jiva Agung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun