Sebagai sumber keseimbangan kepribadian, tauhid menjadikan seorang mukmin memiliki satu tujuan, bergerak menuju satu titik, mendapatkan arahan dari satu sumber, sehingga jalannya menjadi semakin jelas dan mantap karean itulah mereka mempunyai  pegangan yang kuat serta langkah yang mantap, tidak terombang-ambing dan tidak terbawa arus ke kanan dan ke kiri.karena kemantapan langkah, kesatuan tujuan, kesatuan komando, dan kekuatan pengangan itulah yang mereka miliki, sebagai kepribadian yang seimbang.
Sebagai sumber kekuatan jiwa, tauhid menjadikan seseorang mukmin kuat dalam menghadapi beragam tantangan kehidupan, tidak mudah patah arang, putus harapan, tidak mudah menyerah.kaena ia memiliki sandaran dalam kehidupan. Didalam hatinya banyak menyimpan harap hanya kepada Allah semata, ridha dengan ketentuan Allah, dan sabar dengan ujianNya.
Kebahagiaan dan Cinta
Dengan menjadikan tauhid sebagai ketenangan jiwa, maka dengan mudah bagi seorang mukmin untuk mendapatkan kebahagiaan. Jika fondasi akidah telah tertanam didalam jiwa maka dalam melakasanakan amal shaleh yang membersihkan dan menyucikan jiwa. Maka, ia tidak akan merasa gelisah dan berkeluh kesah disaat mendapatkan bencana juga tidak menjadi sombong disaat makmur. Ketenangan hati adalah kemantapan, dan kewibawaan yang diturunkan Allah ke hati hambaNya. Bahkan ketika dalam keadaan genting, orang beriman akan bertambah keyakinan dan keteguhan hatiNya kepada rabbNya. Iman dan cinta kepada Allah adalah sautu konsekuensi timbal-bali. Awalnya iman kepada Allah mewajibkan seseorang menjadikan cinta kepada Rabb-nya dan utusanNya melebihi segalanya. Seiring menguatnya iman maka cinta pun semakin menjulang tinggi.
Cinta Allah kepada seorang hamba tidak dapat dimaknai dengan cinta hamba kepada Allah. Cara Allah mencintai hambanya dengan cara menjauhkan ia dari gangguan dan maksiat. Membersihkan hatinya dari kotoran dunia dan mengangkap penutup hatinya agar senantiasa meyaksiakan Allah dengan mata hatiNya, sebgaimana iaa menyaksikanNya secara langsung. Sedangkan cinta hamba kepada Allah adalah kecenderungan hati untuk mendekatiNya. Karena, setiap hamba meyakini bahwa Allah adalah pemilik kesempurnaan dan hati memiliki kecenderungan untuk menggapai kesempurnaan yang tak dimilikinya.
Demikian sebab bagi seorang hamba akan mencintai sang pemilik kesempurnaan. Apabila ia telah mendapatkan hal itu, ia akan merasakan kebahagiaan. Dan pada saat yang sama, ia telah berada pada derajat yang tinggi dan mulia. Akibat dari perasaan cinta kepada Allah adalah rasa senang, gembira, tenang apabila ia dekat denganNya. Ketika seorang hamba mendekatkan diri kepada Allah dengan kekhusyukan dan konsentrasi, ia akan medikuasai oleh perasaan tenteam dan bahgia yang luar biasa karena dapat berdekatan seolah menyaksikan dan merasakan kehadiranNya.
Sebagaimana disebutkan oleh hadits masyhur bahwa Nabi Ibrahim AS berkata kepada malaikat maut yang hendak mencabut nyawanya, "adakah kau melihat Dia yang dicintai hendak mematikan orang yang mencintai?" Allah lalu mewahyukan kepada Nabi Ibrahim AS, "Apakah engkau melihat bencin bertemu dengan kekasihnya ?" Nabi Ibrahim lalu berkata, "Wahai malaikat maut, cabulah nyawaku sekarang juga!"
Tentu dalam kondisi ini hanya akan ditemukan pada orang yang hatinya dipenuhi rasa cinta kepada Allah, Karena, bila ia tahu kematian adalah sebab bertemu dengan Allah, pasti ia akan bersuka cita menyambutnya, dan bergegas merayakan pertemuan denga kekasih hatinya itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H