Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dewi “Dee” Lestari, Penyanyi Top yang Bangga Jadi Penulis

4 November 2014   12:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:44 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14150660421891566494

[caption id="attachment_371836" align="aligncenter" width="645" caption="Dewi Lestari (the Jakarta Post)"][/caption]

Oleh : J. Haryadi

Tentu anda masih ingat ketika trio vocal Rida Sita Dewi masih eksis dalam blantika musik Indonesia. Kehadiran mereka saat itu menambah semarak dunia musik Indonesia. Penampilan penyanyi berwajah cantik tersebut selalu memukau penonton yang selalu menunggu kehadirannya. Sayangnya grup trio vocal ini tidak bertahan lama, mereka akhirnya bubar dan menjalankan karir masing-masing secara personal.

Salah satu pentolan grup trio vocal  Rida Sita Dewi yang cukup menonjol adalah Dewi Lestari Simangunsong. Wanita kelahiran Bandung, 20 Januari 1976 ini sekarang lebih dikenal sebagai salah satu penulis papan atas Indonesia. Buku “Supernova” yang dirilis pertama kalinya pada 2001 langsung sukses dipasaran dan menjadi salah satu buku paling laris di Indonesia. Berkat buku tersebut, kini Dewi Lestari yang lebih akrab disapa “Dee” tersebut lebih dikenal sebagai penulis ketimbang penyanyi.

Alumnus SMAN 2 Bandung ini adalah putri dari pasangan Yohan Simangunsong dan Tiurlah br Siagian (alm). Sejak kecil Dee sudah terbiasa bernyanyi sambil bermain piano di rumahnya. Semua keterampilan itu dipelajarinya secara otodidak. Tampaknya darah seni itu mengalir dari kedua orang tuanya. Oleh sebab itu tidak aneh kalau akhirnya Dee sukses sebagai penyanyi.

Meskipun sukses sebagai penyanyi, namun kehidupan rumah tangga putri anggota TNI itu tidak berjalan dengan mulus. Dee yang menikah pada 12 September 2003 dengan penyanyi Rock & Blue, Marcell Siahaan akhirnya bercerai pada pertengahan Juni 2008. Meskipun  usia pernikahan mereka terbilang singkat, namun mereka sempat memiliki  seorang anak laki-laki yang diberi nama Keenan Avalokita Kirana. Hanaya berselang lima bulan usai perceraiannya, pada 11 November 2008, Dee menikah lagi dengan Reza Gunawan, seorang ahli penyembuhan holistik di Sydney, Autralia.

Jauh sebelum terkenal sebagai trio vocalis Rida Sita Dewi, Alumnus Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Katholik Parahyangan (UNPAR) ini meniti karirnya sebagai background vocal beberapa penyanyi terkenal seperti Iwa K, java Jive dan Chrisye. Baru pada Mei 1994, atas inisiatif Ajie Sotama dan Adi Adrian, Dee bersama rekannya Rida Farida dan Indah Sita Nursanti membentuk grup trio vocal Rida Sita Dewi (RSD). Kini salah seorang adiknya mengikuti jejaknya sebagai penyanyi, yaitu Arina Ephipania yang menjadi salah seorang anggota grup musik Mocca.

Karir Dee dalam grup Trio RSD dimulai ketika dia dan dua rekannya meluncurkan album perdananya, yaitu “Antara Kita” pada 1995.  Kesuksesan album perdana tersebut dilanjutkan dengan album berikutnya yaitu “Bertiga” pada 1997. Kemudian RSD bergabung dalam manajemen Sony Music Indonesia dengan merilis album “Satu” (1999) dengan lagu andalan mereka seperti "Kepadamu" dan "Tak Perlu Memiliki".

Melihat antusias penggemar yang begitu banyak, pada penghujung 2002, RSD mengemas beberapa lagu terbaiknya menjadi sebuah album yang mereka beri nama “The Best of Rida Sita Dewi”. Sebagai kejutan bagi penggemarnya, mereka  menambahkan dua lagu baru, yaitu "Ketika Kau Jauh" karya Stephan Santoso/Inno Daon dan "Terlambat Bertemu" karya Yovie Widianto.

Tidak puas dengan album yang sudah ada, maka pada 2006, anak keempat dari lima bersaudara ini meluncurkan album tunggal berbahasa Inggris yang diberi judul “Out Of Shell”. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 2008, Dee kembali melucurkan album berjudul “RectoVerso” yang mengandalkan lagu "Malaikat Juga Tahu". Dalam album Ini dirinya sempat berduet dengan adik kandungnya, Arina dalam lagu “Aku Ada”. Selain itu Dee juga berduet  dengan Aqi Alexa dalam lagu "Peluk".

Sejak Sekolah Sudah Sering Menulis

Sebelum nama Dee tenar sebagai penulis novel, sebenarnya dirinya sudah sering menulis sejak dulu, namun tidak banyak orang yang tahu. Ketika masih menjadi siswa di SMAN 2 Bandung, Dee sempat menulis dan menerbitkan 15 buah karya cerita pendek (cerpen)  di buletin sekolahnya. Beberapa tulisan Dee pernah terbit di media cetak, diantaranya cerpen berjudul “Sikat Gigi” yang pernah terbit Jendela Newsletter, sebuah buletin seni di Bandung, yang terbit untuk kalangan terbatas.

Pada 1993, Dee sempat mendulang prestasi menjadi juara pertama dalam sebuah even lomba menulis di Majalah Gadis. Tulisannya berjudul “Rico the Coro” yang berupa cerita bersambung juga diterbitkan Majalah Mode pada 1996.

Sejak karir menyanyi Dee meroket, kebiasaan menulisnya sedikit agak dilupakan. Hal ini cukup beralasan mengingat jadual kegiatannya sebagai artis penyanyi begitu padat. Namun keinginan untuk menulis tetap menari-nari dalam pikirannya. Oleh sebab itu akhirnya dia mencoba menyisihkan waktunya disela-sela kesibukannya untuk menulis lagi.

Berkat keinginan kerasnya, novel pertama Dee yang berjudul Supernova : Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh, bisa diselelsaikannya. Pada 16 Februari 2001, novel tersebut akhirnya berhasil diterbitkannya.  Diluar dugaannya, novel pertama Dee ini laku keras. Hanya dalam  dalam tempo 35 hari, novelnya terjual sebanyak 12.000 eksemplar dan menjadi buku Best Seller. Buku yang didalamnya mengungkap kisah cinta dengan bumbu science fiction ini akhirnya bisa terjual lebih dari 75.000 eksemplar.

Kesuksesan penjualan buku pertama Dee di pasar Indonesia, membuat dirinya merasa tertantang untuk menjualnya ke pasar internasional. Pada Maret 2002, Dee meluncurkan novel “Supernova” dalam edisi Inggris, bekerjasama dengan Harry Aveling, seorang penulis berkebangsaan Australia yang dikenal piawai dalam urusan menerjemahkan karya sastra Indonesia ke bahasa Inggris.

Pada ajang lomba yang digelar QB World Books, novel Supernova karya Dee berhasil masuk nominasi Katulistiwa Literary Award (KLA), bersaing dengan karya para sastrawan kenamaan seperti Goenawan Muhammad, Sutardji, Danarto, Hamsad Rangkuti dan Dorothea Rosa Herliany.

Tidak puas dengan novel pertamanya, Dee lantas menciptakan novel keduanya yang merupakan seri kedua dari novel pertamanya. Novel kedua yang dirilisnya pada 16 Oktober 2002 itu diberi judul  Supernova : Akar. Sayangnya, novel ini sempat membuat heboh karena dianggap melecehkan umat Hindu, hanya karena pada cover bukunya dicantumkannya lambang OMKARA/AUM yang merupakan aksara suci BRAHMAN, Tuhan yang Maha Esa dalam HINDU. Jalan tengah akhirnya diambil dengan tidak akan mencantumkan lambang Omkara pada cetakan ke 2 dan seterusnya.

Tiga tahun kemudian, tepatnya pada Januari 2005, putri seorang anggota TNI ini kembali merilis novel ketiganya. Dee memberi judul Supernova : Petir. Novel keempatnya berjudul Rectoverso terbit pada Agustus 2008. Berbeda dengan novel sebelumnya yang masih satu seri, novel kali ini berkisah tentang perpaduan antara fiksi dan musik dengan mengusung tema Sentuh Hati dari Dua Sisi.

Setahun kemudian, pada Agustus 2009, Dee menerbitkan novel Perahu Kertas yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka. Disini Dee memasukkan nama anaknya sebagai salah satu karakter utamanya dalam novelnya. Buku ini laris dipasaran, lalu diangkat ke dalam film layar lebar dengan judul yang sama. Dirinya juga juga dipercaya sebagai penulis skenario untuk film tersebut.

Tiga tahun kemudian, pada 2012, Dee kembali mengeluarkan sequel novel Supernova yang diberinya judul Supernova : Partikel dengan tokoh utama Zarah.

Menulis bagi Dee mempunyai nilai spiritual yang tinggi, bukan sekedar hobi, melainkan sebuah kebutuhan. Dalam sebuah wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla yang dirilis pertama kali pad 2003 oleh Jaringan Islam Liberal, Dee mangatakan, “ ... Saya juga sudah menganggap segala hal adalah ritual, segala hal adalah ibadah. Saya menganggap semua hidup saya adalah ibadah, termasuk menulis Supernova. Kalau ada yang mengganggap menulis buku adalah hobi, bagi saya itu bukan lagi sekedar hobi. Bagi saya, itu adalah suatu kebutuhan. Menulis bagi saya adalah kegiatan yang sangat ritualistik. Ketenangan yang saya dapatkan darinya tidak bisa saya bandingkan dengan apapun.”

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun