Mencoba Produktif Menulis Fiksi
Sudah 13 tahun saya menulis. Selama ini saya lebih banyak menulis artikel dan buku nonfiksi. Saat itu saya merasa kurang kuat kalau harus menulis fiksi seperti puisi, cerpen, atau novel. Tulisan saya yang berjenis artikel dan buku nonfiksi cukup banyak. Namun, tulisan saya berupa karya fiksi, seperti puisi atau cerpen masih terbilang sedikit. Saya pernah menulis beberapa cerpen, tapi kebanyaan diangkat dari kisah nyata. Belum banyak cerpen yang saya tulis benar-benar hasil rekaan atau hasil daya imajinasi saya. Oleh sebab itu saya merasa tertantang untuk mencoba menembus batas kemampuan saya tersebut untuk mencoba produkti menulis fiksi.Â
Saya berniat menulis novel. Perlu diketahui, saya belum pernah membuatnya. Namun, jangan tanya berapa banyak buku cerita yang pernah saya baca. Sejak masih SMP saya sudah gila baca. Sepertinya sudah ratusan judul buku fiksi seperti komik, cerpen, dan novel yang pernah saya baca. Saya suka sekali dengan ceritanya, baik kisah romantis, petualangan, misteri, maupun horor.
Jadi, semuanya masih membekas dalam memori kepala saya. Rasanya itu bisa menjadi bekal yang baik bagi saya untuk mengeksplorasi kemampuan saya dalam menuis tulisan fiksi. Tentu saja saya harus membaca berbagai literatur yang berkaitan dengan teknik atau cara menulis fiksi yang baik dari penulis terbaik dibidangnya. Â Â
Meningkatkan Kualitas Tulisan
Jangan pernah cepat-cepat merasa puas. itu yang selalu saya tanamkan dalam benak saya ketika menulis. Saya selalu membandingkan tulisan saya dengan tulisan orang lain, baik yang ada di dunia maya maupun di media cetak, seperti koran atau majalah. Maksudnya agar saya tahu dimana letak kekurangan tulisan saya.
Sejak mulai menulis, saya suka membuat kliping koran. Banyak tulisan orang-orang ternama yang ada di koran atau majalah, saya guntingi. Tulisan itu kemudian saya kumpulkan, lalu saya baca berulang-ulang. Saya suka bertanya dalam hati, mengapa kok tulisan mereka bagus-bagus.
Saya juga sering mengoleksi berbagai buku teknik menulis dari penulis manapun, baik penulis terkenal yang sudah berpengalaman maupun penulis muda yang masih bau kencur. Bagi saya, belajar itu tidak memandang usia. Kita bisa belajar dari siapa saja karena ilmu pengetahuan itu tidak bisa diukur dari usia seseorang, melainkan tergantung sejauh mana orang tersebut memanfaatkan waktu serta kesempatannya untuk belajar dan mempraktikkan ilmu yang dipelajarinya.
Saya berharap usai Ramadan ini kualitas tulisan saya semakin baik dan produksi tulisan saya semakin banyak. Bulan penuh berkah ini memang harus disikapi dengan banyak bersyukur meskipun kita semua sekarang dalam kondisi prihatin karena sedang terkena musibah pandemi covid-19. Insya Allah selalu ada berkah dibalik musibah.
*** Â Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H