Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Awas, Gula Merah Berformalin!

17 April 2015   11:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:59 2837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_410695" align="aligncenter" width="502" caption="Gula Merah (Sumber foto: rsud.cianjurkab.go.id)"][/caption]

Oleh: J. Haryadi

Apakah anda penggemar makanan alami? Jika ya, maka anda perlu berhati-hati, karena cerita saya berikut ini bisa membuat anda terkejut.

Suatu hari saya bertemu dengan seorang sahabat lama yang gemar mengonsumsi gula merah. Biasanya sahabat tersebut memakai gula merah untuk berbagai keperluan, seperti untuk menambah rasa manis pada sambal terasi kesukaannya, membuat tempe bacem atau sekedar campuran air kelapa muda kegemarannya.

Sahabat saya tersebut, katakanlah bernama Hendri (nama samaran), biasanya membeli gula merah di sebuah toko kelontong milik sahabatnya bernama Anto (juga nama samaran). Anto  mengklaim kalau gula merah tersebut asli dan bebas dari bahan pengawet. Dia mengaku tahu persis bagaimana proses pembuatan gula merah tersebut. Tentu saja Hendri percaya terhadap omongan sahabat karibnya itu.

Sebagai seorang ahli kimia yang bekerja di sebuah perusahaan farmasi, Hendri merasa penasaran dengan gula merah yang sering dikonsumsinya. Suatu hari iseng-iseng dia mencoba meneliti kandungan gula merah tersebut. Alangkah kagetnya dia ketika mendapati kandungan formalin didalamnya.

Hendri lalu menghubungi Anto dan menceritakan penemuannya. Anto merasa heran dengan penemuan Hendri dan tetap pada pendiriannya kalau gula merah tersebut asli tanpa formalin. Mereka berdua sempat berdebat, lalu keduanya bersepakat untuk melihat langsung proses pembuatan gula merah tersebut ke pemasoknya di sebuah kampung.

Sambil liburan kedua sahabat itu berkunjung ke sebuah kampung, menuju rumah orang yang biasa memasok gula merah ke toko Anto. Lalu Hendri menanyakan kepada Pak Sumanta (nama samaran), pria setengah baya yang biasa membuat gula merah di kampung itu tentang bagaimana proses pembuatannya dari awal hingga dikemas dan siap dipasarkan.

Setalah mendapat penjelasan dari pembuat Pak Sumanta dan melihat langsung bagaimana proses pembuatan gula merah, Hendri justru bertambah penasaran. Pasalnya, semua proses yang dikerjakan oleh pria setengah baya itu berjalan secara normal dan alami. Tidak ada satupun zat kimia termasuk formalin yang dicampurkannya. Anehnya, hasil penelitiannya membuktikan bahwa gula merah tersebut jelas-jelas mengandung formalin. Kalau begitu dari mana sumber formalin tersebut? Hal ini menjadi tanda tanya besar dalam benaknya. Dia harus bisa memecahkan teka-teki ini.

Beberapa hari berselang, Hendri sengaja datang kembali ke kampung itu tanpa memberitahu Anto. Dia masih penasaran dan ingin menyelidiki lebih dalam lagi sendirian. Ahli kimia ini yakin ada sesuatu yang tidak beres. Namun dia sendiri masih mencari tahu dimana kira-kira letak misterinya.

Kembali Hendri mengintrogasi Pak Sumanta dengan pendekatan persuasif. Dia kembali bertanya kepada pria kurus tersebut,”Saya minta Pak Sumanta jujur, apakah ada zat lain yang dicampurkan dalam gula merah ini? Atau ada sesuatu yang Bapak rahasiakan?

Tidak ada Pak. Bukankah Bapak sudah melihat langsung cara saya membuat gula merah, mulai dari awal sampai akhir? Tidak ada yang saya sembunyikan, prosesnya memang cuma seperti itu Pak,” jawab pak Sumanta dengan wajah lugu.

Apakah Bapak pernah memakai formalin dalam gula merah ini?” tanya Hendri lagi penasaran.

Oh formalin ya. Kalau itu sih gak pernah dicampurkan di gula ini pak. Cuma kebiasaan di kampung ini, kami sering menyuntik pohon aren dengan formalin. Saya sendiri tidak tahu gunanya untuk apa. Kebiasaan ini sudah dilakukan sejak turun temurun Pak. Kata orangtua dulu sih supaya hasilnya bagus. Cuma itu yang saya tahu “ jawab pak Sumanta polos.

Akhirnya misteri yang selama ini bersembunyi dibenak Hendri terjawab. Ternyata kandungan formalin yang ada dalam gula merah, bukan dicampurkan secara langsung melainkan efek dari suntikan formalin ke pohon Aren. Pak Sumanta dan penduduk kampung itu tidak paham dampak dari pemakaian formalin yang berbahaya bagi kesehatan. Dia juga tidak tahu sejak kapan hal itu dilakukan. Mereka hanya melakukannya berdasarkan kebiasaan.

Kemudian Hendri menjelaskan kepada Pak Sumanta tentang dampak formalin ke tubuh manusia. Pria lugu itu hanya manggut-manggut saja kebingungan. Sejak saat itu Hendri pun menghentikan berlangganan gula merah. Dia tidak tahu lagi harus dimana mencari gula merah yang benar-benar alami dan tidak terkontaminasi dengan zat kimia yang berbahaya.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun