Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Kisah Empat Ekor Anak Burung Pipit

21 Mei 2013   05:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:16 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13690902231087618552

[caption id="attachment_262578" align="aligncenter" width="400" caption="Anak Burung Pipit (Sumber :http://http://omkicau.com"][/caption]

oleh : J. Haryadi

Empat ekor anak burung pipit sedang bercanda. Ibunya sedang pergi mencari makan. Mereka tinggal diatas pohon pala yang rindang, tak jauh dari gubuk kakek petani.

Pagi itu cuaca agak berkabut. Awan terlihat semakin hitam. Angin berhembus cukup kencang. Pohon pala bergoyang ke kanan dan ke kiri, membuat keempat anak burung itu ketakutan.

Taaakuuuut…..!” teriak Riki, pipit yang paling kecil.

Aku juga takuuut,” timpal Raka, kakaknya.

Gak usah takut dik, kita saling berdekatan aja,” kata Panji, anak pipit yang kedua.

Benar ! kita saling berangkulan saja dik,” sambut Bobby, pipit yang paling besar. Kempat anak burung itu lalu saling berangkulan.

Ternyata cuaca semakin buruk. Cahaya petir membuat langit terlihat terang sekali. Tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh dan ledakan yang dahsyat. Gleedaaarrrrrr ! daaar!...daaar!…..Praaak ! Cabang pohon penyangga sarang burung itu patah terkena petir. Terlihat asap mengepul dari pangkal dahannya.

Tooloong !” teriak anak-anak burung, ketika dahan pohon itu patah dan jatuh menghempas bumi. Suaca mencekam. Tidak terdengar lagi suara dari sangkar burung itu. Sementara air hujan mulai jatuh membasahi bumi.

Aduuuuh…kenapa ya ? ” kata Bobby, terbata-bata. Terlihat ke tiga adiknya terkulai lemas dihadapannya.

Banguuun dik! ….ayoooo bangun !” teriak Bobby membangunkan adiknya. Perlahan-lahan ketiga adiknya tersadar dari pingsannya. Mereka menangis dan saling berpelukan.

Laaapaaar …..aku lapar kak..huu..huu..” terdengar suara Raka menangis.

Aku juaagaaaa….” sambung Riki si bungsu sambil memegang perutnya.

Sabaaar ya dik, sebentar lagi juga mama datang membawa makanan untuk kita,” bujuk Panji pada kedua adiknya.

Ya….mama pasti datang dik !” jawab si sulung Bobby menenangkan semua adik-adiknya.

Hujan tidak kunjung reda. Semua anak burung itu menggigil kedinginan dan kelaparan. Ibu mereka belum juga datang.

Kak Bobby, aku lapar sekali ?” keluh si bungsu.

Betul kak, aku juga lapar….hu..hu..hu,” timpal Raka mengamini.

Sudahlah dik, jangan nangis terus. Kata mama, anak laki-laki harus kuat,” sela Panji.

Betul adikku, ….kita harus tabah dan sabar. Kata mama, kita harus belajar mandiri,” jawab Bobby tegar.

Ayo kita keluar dari kandang, mencari makan sendiri ..”, ajak Bobby. Hanya Panji yang bersedia ikut, sedangkan Raka dan Riki tidak mau karena takut. Lalu Bobby dan Panji berusaha melompat. Beberapa kali terjatuh, tapi mereka tetap berusaha. Akhirnya mereka berhasil keluar dan mencari makan disekitar gubuk Kake petani. Banyak sisa-sisa makanan dan butiran padi disana. Mereka memakannya sampai kenyang.

Kak, kita bawakan makanan yuk untuk adik-adik kita” kata Panji.

Ooo…iya, kakak sampai lupa. Ayo kita ambil ….” jawab Bobby. Lalu keduanya memungut lagi makanan untuk dibawa ke sarang. Mereka disambut gembira oleh kedua adiknya.

Ketika Bobby dan Panji menyuapi adik-adiknya, tiba-tiba kandang mereka tertutup bayangan hitam. Kandang mereka lalu bergoyang keras, membuat mereka semua bergelimpangan di dalam sangkar. Apa yang terjadi ? Ternyata sangkar mereka diangkat oleh Kakek petani yang baru pulang dari ladangnya.

Ohhh…..mengapa kalian ada disini?” tanya Kakek petani.

Kami kecelakaan kek, sangkar kami jatuh karena petir,” jawab Bobby mewakili adik-adiknya.

Ya kek, bantu kami agar sarang ini bisa ada diatas pohon lagi,” sambung Panji.

Ya…yaa….nanti kakek bantu. Tapi, mama kalian kemana ?” tanya kakek petani.

Mama sedang cari makan buat kami kek,” jawab Raka dan Riki serentak.

Kalian sabar aja ya, mama kalian pasti kembali,” hibur kakek petani itu.

Kakek petani lalu mengembalikan sarang burung itu ke dahan lainnya. Tak lama kemudian ibunya datang ketika hujan sudah reda. Mereka menangis gembira sambil berpelukan.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun