[caption id="Sumber foto : http://wikimedia.org"][/caption]
Oleh : J. Haryadi
Tidak banyak yang tahu kalau setiap tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional. Pagi ini saja contohnya, saya bertanya kepada anak kedua saya yang masih sekolah di sebuah SMK favorit di Kota Cimahi, “Hari ini hari apa?”
Anak saya menjawab, “Hari ini hari Sabtu Yah.”
Lalu saya jelaskan, “Maksud Ayah, hari ini diperingati sebagai hari apa?”
Anak saya terdiam sejenak. Dia mencoba berpikir kira-kira hari ini ada peringatan apa.
“Wah, gak tahu Yah! Emangnya diperingati sebagai hari apa Yah?” jawabnya bingung.
Saya bilang, “Ini Hari Buku Nasional. Emangnya di sekolahmu gak ada kegiatan yang berhubungan dengan Hari Buku Nasional ?”
“Tidak ada Yah,” jawabnya singkat, sambil bergegas persiapan berangkat ke sekolahnya.
Cerita kecil di atas merupakan fakta betapa Hari Buku Nasional ternyata belum ada gaungnya. Mungkin baru sebagian kecil sekolah atau institusi lainnya yang mau memperingati Hari Buku Nasional secara besar-besaran. Padahal kelahiran hari buku nasional yang dicetuskan pada saat peresmian Perpustakaan Nasional di Jakarta pada 17 Mei 1980 itu bermaksud untuk menggalakkan minat baca masyarakat terhadap buku. Tujuan lainnya adalah untuk menumbuhkan produksi buku di Indonesia.
Sayangnya, tujuan dicetuskannya Hari Buku Nasional masih belum memiliki dampak yang signifikan terhadap minat baca masyarakat terhadap buku. Mengapa minat baca di negara kita masih jauh tertinggal dengan beberapa negara tetangga kita, seperti Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura dan Hongkong?
Bercermin dari data Bank Dunia Nomor 16369-IND dan studi IEA (International Association for the Evaluation of Education Achicievement), untuk kawasan Asia Timur, minta baca bangsa Indonesia memegang posisi terendah dengan skor 51,7, di bawah Filipina (skor 52,6), Thailand (skor 65,1), Singapura (skor 74,0) dan Hongkong (skor 75,5). Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan.
Sementara itu berdasarkan hasil survei UNESCO (1992) menyebutkan, tingkat minat baca rakyat Indonesia berada pada ranking ke-27 dari 32 negara. Sedangkan merujuk pada data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (2006) menunjukkan, ternyata rakyat Indonesia belum memprioritaskan kegiatan membaca sebagai sumber utama dalam memperoleh informasi. Masyarakat cenderung memilih menonton televisi (85,9%), mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca surat kabar (23,5%).
Data lainnya yang bersumber dari hasil survei UNESCO (2011) menyebutkan bahwa indeks membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001. Artinya, dari 1.000 penduduk indonesia, hanya ada satu orang yang masih memiliki minat baca tinggi.
Menyimak data di atas tentu sangat menyedihkan sekali. Minat baca yang rendah mencerminkan masyarakat yang bodoh dan terbelakang, sedangkan minat baca yang tinggi mencerminkan bangsa yang cerdas dan maju. Ternyata kita semua harus bersama-sama mencari solusi agar minat baca masyarakat dari waktu ke waktu kian meningkat.
Budaya Membaca
Saya masih ingat, ketika masa kanak-kanak, ibu saya sering bercerita tentang berbagai dongeng yang menarik. Misalnya cerita tentang seorang anak yang sering membuang nasi ketika makan. Suatu malam menjelang tidur, terdengar suara tangisan yang sangat sedih. Ketika dicari sumber suaranya, ternyata berasal dari sisa nasi yang tergolek di tanah. Nasi itu sedih karena tidak bermanfaat bagi tuannya. Dia berpesan agar anak itu jangan membuang nasi ketika makan.
Cerita itu begitu sederhana, namun sangat melekat dalam ingatan saya. Sejak saat itu saya tidak pernah menyisakan sebutir nasi pun ketika makan. Oleh sebab itu jangan heran jika habis makan, piring saya selalu bersih. Ternyata pesan moral dalam cerita tersebut terus melekat dalam ingatan saya. Pesan moralnya begitu mengena, yaitu agar kita tidak menyia-nyiakan sesuatu, walau hanya sebutir nasi.
Meskipun budaya bercerita itu sudah hampir punah, namun budaya mendengar dan melihat itu masih terus melekat dalam benak masyarakat kita. Contohnya adalah budaya mendengarkan cerita di radio atau menonton sinetron di televisi, jauh lebih mengasikkan dibandingkan dengan budaya membaca.
Kebiasaan membaca memang belum menjadi budaya kita. Namun bukan berarti hal itu tidak bisa diciptakan. Misalnya kebiasaan ibu saya yang sering membaca buku, mendorong saya meniru apa yang dilakukan beliau. Akhirnya saya semakin gemar membaca buku apa saja yang menurut saya menarik. Bahkan kegemaran itu juga yang sudah mendorong saya untuk menjadi seorang penulis. Jadi benar dikatakan para ahli bahwa kebiasaan membaca dipengaruhi oleh faktor determinisme genetic, yaitu warisan orang tua.
Jika kita mau sedikit mengintip negara maju, misalnya Jepang, budaya membaca sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakatnya. Membaca itu ibarat makan dan minum, sehingga jika tidak membaca akan terasa seperti halnya lapar dan haus. Otak mereka seolah-olah harus selalu diberi asupan nutrisi berupa bahan bacaaan yang menarik dan bermanfaat.
Sehingga jangan heran kalau kebetulan Anda baru pertama kali ke Jepang, melihat pemandangan unik. Di mana-mana terlihat orang sedang membaca, baik restoran, mall, dalam bis, bahkan banyak juga yang membaca sambil berjalan kaki. Sungguh pemandangan yang luar biasa dan tidak mungkin ditemukan di Indonesia.
Hari Buku Nasional dan Gerakan Cinta Buku
Hari Buku Nasional tidak akan berdampak yang serius terhadap peningkatan baca masyarakat jika tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh pemerintah dan semua komponen masyarakat. Kita bisa menjadi negara yang maju kalau masyarakatnya mau membaca buku dan peduli terhadap buku.
Pada momen peringatan Hari Buku Nasional ini saya memberikan beberapa pemikiran yang mungkin bisa kita lakukan setiap merayakannya. Tujuannya adalah mendukung pemerintah agar suatu saat bangsa kita semakin gemar membaca buku bahkan membaca merupakan budaya baru bangsa kita. Kalau negara lain bisa, kenapa negara kita tidak bisa? Kalau bukan kita yang mau memulainya, lantas siapa lagi?
Nah, ini dia beberapa pemikiran sederhana yang saya usulkan agar dilakukan setiap momen peringatan Hari Buku Nasional, yaitu:
1.Penghargaan Buku (Book Award).Pemerintah memberikan penghargaan terhadap orang-orang yang berjasa dalam meningkatkan minat baca buku masyarakat. Misalnya penghargaan bisa diberikan kepada guru, dosen, penerbit buku yang paling produktif, penulis buku terbaik, lembaga pelatihan menulis dan sebagainya.
2.Cindera Mata Buku.Semua komponen masyarakat harus membiasakan diri memberi hadiah berupa buku kepada orang-orang tercinta seperti kepada istri/suami, anak, kerabat, teman dan relasi bisnisnya.
3.Lomba Membaca Buku.Semua kantor pemerintah, perusahaan (swasta/BUMN/BUMD) dan berbagai organisasi/lembaga mengadakan perlombaan membaca buku. Misalnya peserta diberi tema buku tertentu untuk dibaca, lalu juri akan bertanya tentang seputar isi buku yang sudah dibacanya. Para pemenangnya diberi hadiah berupa buku, uang tunai, sertifikat, pelatihan menulis gratis, voucher menebitkan buku dan sebagainya.
4.Workshop Menulis Buku Gratis.Lembaga pemerintah atau swasta mengadakan kegiatan berupa workshop menulis buku gratis. Pesertanya bisa diambil dari pelajar, mahasiswa atau masyarakat umum yang sudah memenuhi kriteria tertentu.
5.Pameran Buku.Penerbit dan toko buku melakukan kegiatan pameran buku secara nasional dan memberikan diskon besar-besaran kepada masyarakat. Setiap penerbit akan mendapatkan subsidi dari pemerintah dan BUMN untuk setiap buku yang terjual, sehingga penerbit dan pembeli buku sama-sama diuntungkan.
6.ISBN Gratis.Khusus pada Hari Buku Basional, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia memberikan ISBN gratis setiap buku yang akan diterbitkan, baik untuk pengajuan secara perseorangan maupun oleh penerbit.
7.Penghargaan Terhadap Pembaca Paling Aktif.Setiap perpustakaan baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta memberikan penghargaan kepada pelanggannya yang paling setia yaitu yang paling sering meminjam buku atau paling sering hadir membaca buku di perpustakaan tersebut.
Tentu masih banyak ide lain yang lebih menarik, tetapi setidaknya ide tersebut bisa menjadi inspirasi bagi pembaca untuk melahirkan ide-ide lain yang lebih baik dalam merayakan Hari Buku Nasional.
Selamat Hari Buku Nasional 2014.
Catatan :
Jumari Haryadi : penulis buku, trainer dan motivator.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H