[caption id="attachment_352618" align="aligncenter" width="600" caption="Andrea Hirata (Sumber foto : Http://www.wikimedia.org"][/caption]
Oleh : J. Haryadi
Menjadi pegawai sebuah perusahaan besar merupakan impian banyak orang, apalagi untuk perusahaan sekelas Telkom Indonesia. Sangat jarang ada orang yang justru hengkang dari pekerjaannya yang relatif sudah membuat kehidupannya nyaman. Namun berbeda dengan Adrea Hirata, penulis terkenal yang melesat berkat karya fenomenalnya “Laskar Pelangi”. Dia justru banting stir, keluar dari perusahaan yang sudah digelutinya selama ini dan hijrah menjadi seorang penulis novel. Langkah berani yang jarang dilakukan oleh kebanyakan orang di Indonesia.
Pria kelahiran Belitung, 24 Oktober 1976 ini merupakan anak keempat dari pasangan Seman Said Harunayah dan NA Masturah. Ketika lahir, kedua orangtuanya memberinya nama “Aqil Barraq Badruddin”. Namun Andrea merasa tidak nyaman dengan nama tersebut. Lantas atas inisiatif dirinya, dia mengubah namanya menjadi “Wadhud”. Nama ini pun ternyata masih juga membuat dirinya merasa tidak pas, sampai akhirnya di kembali mengubah namanya menjadi “Andrea Hirata Seman Said Harun”.
Menurut mantan pegawai Telkom ini, nama “Andrea” diambil dari nama seorang wanita yang nekat bunuh diri jika penyanyi idolanya “Elvis Presley” tidak membalas suratnya. Sedangkan nama “Hirata” berasal dari nama sebuah kampung, bukan nama orang Jepang seperti yang dikira orang selama ini. Oleh karena itu, sejak usia remaja, Andrea mulai memakai nama buatannya sendiri.
Kegiatan menulis sudah dimulai Andrea ketika dirinya masih bersekolah di SD Muhammadiyah di kampungnya. Inspirasi menulis timbul ketika dirinya baru menginjak kelas 3 SD. Saat itu dia melihat perjuangan seorang gurunya yang begitu mulia dalam mendidik dirinya dan teman-temannya. Perjuangan Bu Muslimah, guru pujaannya itu begitu membekas dihatinya. Sosok guru inilah yang membuat Andrea kecil termotivasi untuk terus bersekolah dan memperjuangkan cita-citanya. Penulis berambut ikal ini kemudian berikrar dalam dirinya bahwa suatu saat dia akan menulis kisah perjuangan Bu Muslimah. Sejak itulah Andre mulai mencoba menuangkan ide-idenya keatas kertas.
Perjuangan Andrea untuk mencapai sukses bukan mudah, namun pria pengagum penyanyi “Anggun C. Sasmi” ini begitu gigih memperjuangkan cita-citanya. Selepas SMA, dia memberanikan diri merantau ke Jakarta melalui kapal laut. Hanya ada dua tujuan yang ada dipikirannya saat itu yaitu ingin menjadi seorang penulis dan melanjutkan kuliah.
Andrea ingat saat berada di kapal, dirinya sempat berbincang-bincang dengan nakhoda yang menyarankan dirinya agar tinggal di daerah Ciputat. Alasannya karena di daerah tersebut belum seramai Jakarta Pusat. Sesampainya di Jakarta, Andrea naik bus menuju daerah Ciputat, sesuai saran sang nakhoda kapal. Sayangnya, saat itu dia salah naik mobil bus. Justru dirinya nyasar naik bus jurusan Bogor. Mungkin Tuhan sudah mentakdirkan begitu, akhirnya Andrea Hirata jatuh cinta dengan kota hujan tersebut dan mencoba tinggal disana.
Petualangan hidup pun segera dimulai. Andrea mencoba mencari pekerjaan. Setelah melamar kesana-kemari, dirinya berhasil diterima bekerja sebagai penyortir surat di kantor pos Bogor. Pekerjaannya ini ditekuninya dengan serius. Dia berusaha hidup sehemat mungkin dan menabung untuk masa depannya. Uang hasil tabungannya kemudian dia pergunakan untuk mendaftar kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (UI). Dasar anak cerdas, dia berhasil diterima kuliah disana. Salah satu cita-citanya untuk menjadi mahasiswa akhirnya tercapai.
Usai menyelesaikan pendidikannya di UI dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, dirinya beruntung mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikann S2 Economic Theory di Universite de Paris, Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, Inggris. Kesempatan ini tentu tidak disia-siakannya. Berkat keuletan dan kecerdasannya, Andrea berhasil lulus dengan status yudisium cum laude dan memperoleh gelar Master Uni Eropa.
Sejak di Indonesia, Andrea pindah kerja di PT Telkom dan mendapat job baru sebagai seorang instruktur. Meskipun kehidupan ekonomi Andrea sudah berkecukupan dan merasa cukup nyaman bekerja disana, namun anehnya mimpi untuk menjadi penulis masih menggebu-gebu dalam dirinya.
Suatu ketika bencana tsunami melanda bumi tanah rencong, Andrea menawarkan diri menjadi seorang relawan di Aceh. Saat itu dirinya melihat betapa dahsyatnya akibat yang ditimbulkan dari tsunami tersebut. Banyak mayat-mayat bergelimpangan, infra struktur hancur termasuk sekolah-sekolah. Saat melihat kejadian itu, dia teringat masa lalunya yang pernah bersekolah di daerah terpencil, di sebuah kampung di Belitong yang kondisi gedungnya juga sudah hampir runtuh.
Bayangan wajah guru yang sangat dihormatinya, Bu Muslimah, melintas di dalam pikirannya. Dia ingat dengan janji yang pernah diikrarkannya ketika masih kelas 3 SD, bahwa dia bermaksud menulis kisah hidup sang guru. Apalagi dia mendapat kabar dari teman sekolahnya di Belitung mengenai kondisi gurunya yang sedang sakit.
Sekembalinya dari Aceh, Andrea pun langsung menulis kisah hidup gurunya tersebut. Hebatnya, hanya dalam waktu 3 minggu dirinya berhasil menyelesaikan tulisan setebal 700 halaman. Naskah itu lalu dijilidnya sendiri dan dijadikan sebuah buku, lalu diperbanyak menjadi 11 buah buku. Satu naskah dikirim ke gurunya, Bu Muslimah, yang saat itu masih terbaring sakit. Tulisan lainnya dikirimkan ke beberapa rekan masa kecilnya yang tergabung dalam grup Laskar Pelangi.
Suatu ketika, laptop Andrea Hirata tertinggal di kamarnya dan dia meminta bantuan salah seorang rekannya untuk membawanya. Sebelum membawa laptop tersebut, rekannya itu membuka laptopnya dan secara tidak sengaja membaca naskah novel Laskar Pelangi karyanya. Dia merasa tertarik dengan jalan ceritanya dan secara diam-diam tanpa sepengetahuan dirinya, rekannya itu kemudian meng-copy filenya, lalu mengirimkannya ke Penerbit Bentang. Ternyata penerbit tersebut menyambut baik dan bersedia menerbitkannya.
Keajaiban pun mulai berpihak ke Andrea Hirata. Sejak lounching buku tersebut pada Desember 2005, penjualan novel Laskar Pelangi melesat tajam. Hanya dalam waktu seminggu, buku tersebut laris manis bak pisang goreng dan segera di cetak ulang. Sejak saat itu Laskar pelangi menjadi buah bibir masyarakat dan nama Andrea Hirata pun meroket, bergerak sejajar dengan nama penulis papan atas negeri ini. Hanya dalam tempo setahun penjualannya sudah mencapai 200 ribu eksemplar. Kini, buku ciptaan Andrea Hirata tersebut sudah dicetak lebih dari satu juta eksemplar dan sudah diterjemahkan ke dalam 18 bahasa dunia (Kompas.com, 2010).
Seperti dikutip dari situs http://tempo.com, buku Laskar Pelangi, karya pertama Andrea Hirata itu sekarang sudah diterbitkan oleh Penerbit Hanser-Berlin di Jerman dengan judul “Die Regenbogen Truppe”. Sementara itu buku yang sama diterbitkan di Australia dan Selandia Baru dengan judul “The Rainbow Troops”. Masih banyak nama lain dari Laskar Pelangi yang sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing lainnya. Sampai saat ini buku tersebut sudah diterbitkan di 33 negara di dunia dan angka itu akan terus bertambah.
"Pada 2013 ini akan ada 46 lagi negara yang menerbitkan Laskar Pelangi. Jadi tahun ini jumlahnya akan genap 79 negara," kata Andrea Hirata saat itu.
Beberapa novel karyanya pun lahir. Buku keduanya, Sang Pemimpi terbit pada Juli 2006 dan buku ketiganya, Edensor, terbit pada Agustus 2007. Berkat penjualan bukunya, mendadak Andrea Hirata menjadi seorang milyarder dari hasil royalty penjualan bukunya. Pada 2007, Andrea meraih penghargaan sastra Khatulistiwa Literary Award (KLA).
Keberhasilan Andrea Hirata menjadi penulis terkenal bisa menjadi bukti bahwa menjadi seorang penulis bukan profesi yang bisa dipandang sebelah mata. Tidak dapat dipungkiri, kecerdasan Andrea Hirata menjadi salah satu modalnya dalam menulis, meskipun sebelumnya dia tidak pernah membaca novel. Bahkan dirinya merasa tidak pantas disebut sebagai seorang sastrawan, meskipun berbagai penghargaan dibidang sastra sudah diraihnya.
Satu hal yang sangat kuat melekat dalam diri Andrea Hiarata dalam menulis buku adalah motivasi. Dia mempunyai motivasi yang kuat ingin menulis kisah hidup gurunya, yaitu Bu Muslimah jika sudah dewasa. Bagi Andrea, menulis kisah hidup gurunya tersebut merupakan salah satu bukti baktinya kepada sang guru yang telah memotivasinya untuk terus belajar meraih cita-citanya.
Disamping motivasi ingin berbakti kepada gurunya, hal lain yang membuat Andrea Hirata mampu menulis adalah karena dirinya bers
ikap amanah dan teguh memegang janji. Tanpa adanya sikap seperti ini, mana mungkin dirinya mau menulis, karena secara ekonomi dirinya sudah mapan. Dia sudah bekerja di sebuah perusahaan ternama dengan penghasilan yang tidak sedikit. Motivasi menulis bukan lagi ingin mencari uang, melainkan pengabdian dan kosisten terhadap janji yang pernah diikrarkan sebelumnya.
Kita sering melihat banyak orang ingin menjadi seorang penulis, namun selama dirinya tidak memiliki motivasi yang kuat, maka mimpi untuk menjadi penulis hanya sekedar angan-angan belaka. Sulit rasanya mewujudkan mimpi ingin menjadi seorang penulis kalau tidak ada kekuatan dari dalam diri sendiri. Kekuatan itu lah yang membuat tulisannya kelak akan berbeda dengan penulis lainnya. Kekuatan dari diri itu yang membuat seorang penulis bisa terangkat ke permukaan menjadi penulis berkualitas, bukan penulis kacangan yang hanya menulis tanpa jiwa.
Kita bisa mendapat pelajaran dari kisah Andrea Hirata, yaitu menulis dengan ikhlas akan mendatangkan keuntungan ganda, disamping nama besar (terkenal), kekayaan (materi/finansial), juga pahala (berkah karena menginspirasi orang lain untuk berubah menjadi lebih baik).
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H