[caption id="attachment_360513" align="aligncenter" width="490" caption="Siswa kelas X SMAN 5 Cimahi sedang belajar membatik (Sumber foto: J.Haryadi)"][/caption]
Oleh: J. Haryadi
Batik merupakan salah satu aset budaya bangsa Indonesia yang sangat membanggakan dan perlu kita lestarikan. Siapa yang tidak kenal dengan pakaian yang satu ini. Bahkan dalam setiap acara penting, pakaian batik sudah menjadi pakaian resmi dan bergengsi. Bukan cuma rakyat kalangan rakyat jelata yang biasa mengenakannya, bahkan petinggi negara termasuk Presiden Republik Indonesia juga sering memakainya.
Sejarah batik tidak terlepas dari kebudayaan Jawa. Sejak dulu para perempuan Jawa menjadikan keterampilan membatik sebagai mata pencaharian, sehingga pekerjaan membatik pada masa itu merupakan salah satu pekerjaan eksklusif perempuan Jawa. Namun sejak ditemukannya teknologi dengan menggunakan cap atau dikenal dengan sebutan “Batik Cap”, pekerjaan membatik tidak lagi di dominasi kaum perempuan, kaum laki-laki juga terjun membatik.
Kini, kita harus bangga karena batik Indonesia sudah masuk dalam representatif budaya tak benda warisan manusia UNESCO. Sejak didaftarkan ke UNESCO pada 3 September 2008, baru diterima secara resmi oleh badan dunia tersebut pada 9 Januari 2009. Setelah dilakukan pengujian secara tertutup oleh para ahli di Paris pada 11-14 Mei 2009. Akhirnya UNESCO mengukuhkan batik sebagai warisan budaya Indonesia. Jadi batik bukan milik China atau Malaysia yang sempat mengklaimnya. Mungkin hal ini karena dilihat dari nilai-nilai historis, filosofis, dan aspek-aspek religius yang melatarbelakangi pembuatan batik tersebut.
Belajar Membatik di Rumah Gambar “Tepas”
Dalam rangka ikut melestarikan batik sebagai budaya leluhur bangsa, sejak 5 tahun yang lalu para pelajar kelas X SMAN 5 Cimahi sudah mulai belajar membatik. Pelajaran membatik di SMAN 5 Cimahi ini dipelopori oleh Drs. Dedi Supriyadi, seorang guru Bidang Studi Seni. Lulusan Fakultas Senirupa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ini memang dikenal sebagai guru yang kreatif dan inovatif.
Kalau selama ini para siswa SMAN 5 Cimahi belajar di sekolah, maka sekarang Dedi melakukan terobosan dengan mengajak siswanya untuk belajar membatik di luar sekolah, yaitu di Ruang Gambar “TEPAS”, milik pelukis kondang asal Cimahi, Bahar Malaka. Acara yang berlokasi di Gang Bajaj No.2, Rt.01 Rw.18, Kecamatan Cimahi Utara ini dimulai pada Kamis, 18 September 2015, tepat pukul 14.00 WIB. Tujuan belajar di tempat ini, selain karena suasananya nyaman, juga agar siswa lebih fokus belajar dan mendapatkan apresiasi tentang kehidupan berkesenian dari para pelaku seni secara langsung serta bisa melihat karya para pelukis yang terpajang di sini.
[caption id="attachment_360514" align="aligncenter" width="525" caption="Drs. Dedi Supriyadi, Guru Seni dan Budaya SMAN 5 Cimahi (Sumber foto: J. Haryadi)"]
[caption id="attachment_360516" align="aligncenter" width="560" caption="Drs. Dedi Supriyadi tengah memberikan pengarahan kepada siswa SMAN 5 Cimahi tentang proses membatik (Sumber foto: J.Haryadi)"]
“Belajar membatik banyak sekali manfaatnya bagi siswa. Disamping menanamkan cinta terhadap budaya sendiri, membatik juga bisa melatih kesabaran, menjalin hubungan sosial, disiplin, ketelitian dan mengungkapkan ekspresi jiwa,” ujar Dedi “Oded” Supriyadi yang pernah menjadi juara lomba karikatur di kampusnya semasa masih menjadi mahasiswa UPI Bandung itu.
Pada kesempatan tersebut, Agus Hamdani sebagai ketua Forum Pelukis Cimahi (FORKIS) memberikan sambutannya. Pengajar guru gambar di beberapa sekolah TK, SD dan Sanggar Melukis ini menyambut baik kegiatan yang dilakukan siswa SMAN 5 Cimahi. Bahkan Agus memberikan kesempatan kepada para siswa tersebut yang berminat mendalami seni lukis untuk bergabung menjadi anggota FORKIS.
[caption id="attachment_360517" align="aligncenter" width="560" caption="Agus Hamdani, Ketua Forum Pelukis Cimahi (FORKIS). (Sumber foto: J.Haryadi)"]
Sementara itu, Bahar Malaka selaku pemilik Rumah Gambar “Tepas” mengatakan bahwa siswa yang sedang mempelajari kesenian, tidak harus kelak menjadi seorang seniman seperti dirinya. Namun setidaknya dengan belajar seni, para siswa bisa lebih mencintai hasil budaya bangsanya sendiri, seperti halnya batik. Siapa tahu juga ada diantara siswa yang tertarik menggeluti seni membatik, sehingga ketika sudah dewasa dan menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia, bisa ikut menyebarkan ilmu membatik di tempatnya tinggal dan motifnya bisa menyesuaikan dengan adat dan budaya setempat.
[caption id="attachment_360520" align="aligncenter" width="560" caption="Bahar Malaka, Owner Ruang Gambar Tepas yang Juga Sekjen FORKIS (Sumber foto: J.Haryadi)"]
Belajar Membatik Ternyata menyenangkan
Sebelum praktek membatik, para siswa diberi pengetahuan dasar membatik oleh guru mereka, Drs. Dedi Supriyadi. Mantan lulusan tercepat Angkatan 1990 Jurusan Seni Rupa UPI Bandung ini menjelaskan beberapa tahapan proses membatik dan perlengkapan apa saja yang harus dipersiapkan. Para siswa tampak antusias dan serius mendengarkan penjelasan guru mereka yang ramah dan menyenangkan ini.
Setelah mempersiapkan bahan membatik, para siswa langsung terjun praktek dibawah bimbingan Dedi. Mantan guru SMAN 1 Pandeglang (1991-2000) ini begitu cekatan memberikan arahan kepada seluruh siswa yang berjumlah 40 orang. Mereka menyebar duduk di teras rumah Pelukis Bahar Malaka yang juga sebagai sekretariat Forum Pelukis Cimahi (FORKIS).
[caption id="attachment_360521" align="aligncenter" width="560" caption="Adni Adinda Putri, salah seorang siswa kelas X Kimia 3 SMAN 5 Cimahi (Sumber foto: J.Haryadi)"]
Adni Adinda Putri, salah seorang siswa kelas X Kimia 3 SMAN 5 Cimahi yang ikut hari kedua pelatihan membatik mengaku senang belajar di tempat ini. Gadis berjilbab ini mengatakan, “Kegiatan ini sangat menarik sehingga Saya jadi tahu cara membatik itu seperti apa, juga menguji kesabaran dan ketelitian. Saya ingin terus belajar membatik supaya generasi muda seperti saya bisa lebih kenal akan budaya bangsa kita.”
Cara Membuat Batik Tulis:
Menurut Dedi, sebelum praktek membuat batik tulis, para siswa harus menyiapkan berbagai perlengkapannya seperti:
·Kain mori (bisa terbuat dari sutra atau katun)
·Canting untuk di pakai sebagai pembentuk motif
·Gawangan (tempat untuk menyampirkan kain)
·Malam (lilin khusus untuk batik yang bisa dicairkan)
·Panci dan kompor kecil untuk memanaskan
·Larutan pewarna
·Kompor
·Minyak tanah
·Wajan
Adapun langkah-langkah proses membuat batik tulis adalah sebagai berikut:
1.Mendesain batik diatas kertas gambar.
2.Memindahkan desain dari kertas gambar ke kain mori dengan cara di ciplak menggunakan pensil.
3.Pemalam, yaitu memberi sentuhan lilin cair ke atas kain dengan mengikuti alur motif yang sudah dibuat.
4.Melakukan pewarnaan dengan 2 cara, yaitu cara pertama di celup ke dalam cat. Bagian kain yang tidak akan di beri warna, ditutup dengan lilin, sedangkan bagian yang akan di beri warna, dibuka (sistem tutup buka). Cara kedua adalah di oles menggunakan kuas, seperti melukis biasa.
5.Pelorotan, yaitu menghilangkan malam dengan cara di rebus dalam air panas di campur dengan soda as (sejenis sabun atau deterjen).
[caption id="attachment_360522" align="aligncenter" width="490" caption="Drs. Dedi Supriyadi sedang mengawasi siswanya belajar membatik (Sumber foto: J.Haryadi)"]
[caption id="attachment_360523" align="aligncenter" width="700" caption="Siswa SMAN 5 Cimahi sedang belajar membatik (Sumber foto:J.Haryadi)"]
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H