[caption id="attachment_365334" align="aligncenter" width="500" caption="Sumber ilustrasi : Http://www.gladstonesclinic.com/"][/caption]
Oleh : J. Haryadi
Mungkin tidak banyak orang yang tahu, kecuali dari kalangan dunia medis  kalau setiap tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Jiwa Sedunia.
Siapa orang yang mau disebut mengalami gangguan jiwa? Meskipun orang tersebut memang benar-benar mengalami gangguan kejiwaaan. Kita semua selalu menganggap gangguan jiwa identik dengan gila, padahal tidak semua orang yang mengalami gangguan jiwa bisa disebut gila. Mungkin lebih tepatnya, orang gila adalah orang yang sudah mengalami gangguan jiwa akut.
Pesatnya pertumbuhan manusia dan beban hidup yang kian meninggi bisa membuat orang menjadi depresi. Hal ini banyak terjadi terutama di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Kota Bandung dan Jakarta. Berdasarkan data  riset kesehatan dasar (riskesdas) Kementrian Kesehatan 2014 disebutkan bahwa terdapat sekitar 1 juta jiwa pasien yang mengalami gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien yang mengalami gangguan jiwa ringan di Indonesia. Sebanyak 385.700 jiwa diantaranya atau sebesar 2,03 persen pasien gangguan jiwa tersebut terdapat di Jakarta dan berada di peringkat pertama nasional.
Seperti yang dirilis situs  http://beritajakarta.com, pasien gangguan jiwa di Jakarta semakin meningkat dari tahun ke tahun, bahkan pad 2014 ini meningkat drastis dibanding tahun lalu.  Menurut Bella Patriajaya, Direktur RSJ Soeharto Heerdjan Grogol, Jakarta (04/14), adanya peningkatan jumlah pasien bisa dilihat dari jumlah pasien yang berobat ke rumah sakit yang dipimpinnya. Menurutnya,  pasien yang datang perharinya mencapai sekitar 200 jiwa.
Tidak jauh berbeda dengan kondisi Kota Jakarta, jumlah penderita gangguan jiwa di Kota Bandung pun terus meningkat, baik gangguan jiwa berat maupun ringan. Sayangnya, kondisi ini kurang mendapat perhatian serius dari masyarakat. Terbukti tidak banyak informasi tentang kesehatan jiwa yang disosialisasikan ke masyarakat.
Seperti  dalam rilisnya, situs http://beritadua.net.or.id mengungkapkan pernyataan Direktur Rumah Sakit Jiwa Bandung, Encep Supriyadi, yang menyatakan bahwa pasien anak dan remaja di Bandung yang memeriksakan diri ke rumah sakit jiwa di Bandung dan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, rata-rata sekitar 20 orang perhari (03/14).
Sementara itu menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Alma Lucyana, jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Barat melonjak tajam. Â Pada 2012 tercatat 296.943 orang yang mengalaminya. Sedangkan berdasarkan hasil pendataan tim Dinkes Jabar pada 2013 lalu, jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 465.975 orang.
Kondisi kesehatan jiwa memang tidak boleh dianggap remeh. Kita sering mendengar ada orang yang dipasung oleh keluarganya karena mengalami gangguan jiwa akut dan sulit disembuhkan. Kita juga sering menonton di televisi, beberapa orang calon anggota legislatif dan calon Bupati yang mengalami gangguan jiwa, terkena stress yang berat karena tidak mampu memikul beban yang disandangnya akibat kalah dalam pemilihan.
Panggung politik sering menjadi tontonan yang menarik, manakala kita melihat beberapa anggota dewan yang terhormat terlihat bertengkar, bahkan nyaris adu fisik sehingga menjadi tontonan jutaan permirsa di rumah. Kelakuan yang memalukan dan tidak sesuai dengan etika sebagai orang terhormat tersebut mungkin saja akibat kondisi kejiwaan mereka yang tidak stabil.
Pada level remaja, kita sering melihat perkelahian antara pelajar yang berbeda sekolah atau mahasiswa yang berbeda fakultas atau berbeda kampus hanya karena perosalan yang sepele. Perkelahian antara remaja kampung satu dengan kampung lainnya yang saling bertetangga hanya gara-gara rebutan pacar sering kerap kali terjadi, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.
Masalah kesehatan jiwa dan gangguan jiwa harus segera kita perhatikan dan ditanggulangi dengan serius, bukan mustahil bisa menghancurkan bangsa di masa depan. Gaya hidup sehat dan pola hidup yang sesuai dengan landasan agama tampaknya menjadi penting bagi manusia. Oleh sebab itu peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia perlu mendapat dukungan yang seluas-luasnya oleh setiap lapisan masyarakat.
Faktor penyebab penyakit gangguan jiwa
Menurut para ahli, sumber gangguan jiwa, baik yang melanda anak, remaja maupun orang dewasa itu bermacam-macam. Meskipun bukan praktisi kesehatan, masyarakat awam wajib mengetahui hal tersebut, agar bisa mengantisipasinya jika terdapat anggota keluarga yang mengalaminya.
Beberapa faktor penyebab gangguan jiwa diantaranya adalah :
1.Adanya kelainan fisik pada anak, seperti autisme, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, keterbelakangan mental, dan epilepsi. Umumny berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
2.Pola asuh yang salah terhadap anak.
3.Pada gangguan jiwa ringan, faktornya bisa diakibatkan masalah pribadi seperti sedih karena ditinggalkan orang yang dicintai, stres akibat berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari -hari seperti macet, beban pekerjaan yang menumpuk, tekanan hidup yang tinggi yang banyak melanda masyarakat perkotaan dan sebagainya.
4.Perubahan lingkungan yang cepat sehingga sulit beradabtasi dengan kondisi tersebut.
5.Kurang peduli dengan masalah kesehatan jiwa.
Cara menanggulangi penyakit gangguan jiwa
Kita sering memperlakukan orang yang mengalami gangguan jiwa dengan cara yang salah, sehingga dampaknya justru membuat penyakit mereka semakin bertambah parah. Oleh sebeb itu masyarakat sebaiknya bisa memperlakukan mereka dengan tepat sehingga bisa membantu memulihkan kondisi warganya yang kebetulan terkena gangguan kejiwaan tersebbut.
Beberapa hal yang perlu diketahui dalam menanggulangi penyakit gangguan jiwa diantaranya adalah sebagai berikut:
1.Jangan dikucilkan karena justru bisa membuat penyakit mereka bertambah parah.
2.Penderita harus diberi motivasi, Â dirangkul dan jangan dikasih beban mental yang terlalu berat.
3.Sebaiknya masyarakat meriksakan kesehatan jiwanya minimal sekali dalam satu tahun sebagai langkah preventif atau pencegahan awal.
4.Bagi penderita gangguan jiwa akut yang sudah membaik dan boleh di rawat di rumah, sebaiknya tetap butuh pendampingan yang terus menerus sampai pasien benar-benar kuat. Dukungan dari keluarga dan masyarakat (lingkungan sekitar) sangat dibutuhkan agar pasien bisa menjalani proses penyembuhannya secara total.
5.Bagi pasien-pasien yang sudah dipulangkan ke rumah sebaiknya tetap dilanjutkan dengan  perawatan lanjutan di Puskesmas.
6.Jika ada kelompok mantan orang yang pernah menderita gangguan jiwa, sebaiknya masukkan ke sana agar bisa mendapat support dari rekan-rekan baru yang sudah sembuh tersebut sehingga bisa lebih kuat dalam menghadapi kehidupan ini.
7.Pihak pemerintah dan institusi terkait hendaknya memberikan pemahaman kepada masyarakat dengan cara membuat program sosialisasi dan edukasi ke masyarakat tentang cara menanggulangi penyakit gangguan jiwa sehingga bisa menghilangkan kesan negatif terhadap masyarakat yang mengalaminya.
8.Masyarakat hendaknya banyak belajar tentang dunia kesehatan, serta mau meningkatkan pemahaman agamanya
9.Masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan berbagai informasi menyesatkan yang sering dilihat atau di dengar melalui berbagai media, baik cetak maupun online.
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H