Mohon tunggu...
Jumardin Akas
Jumardin Akas Mohon Tunggu... wiraswasta -

lelaki bugis | ayah dua putra | jurnalis di makassar | jumardinakas@gmail.com | twitter-LINE-IG: @ardiakas |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pale Blue Dot; Membangun Rumah Cinta

14 Februari 2016   09:57 Diperbarui: 14 Februari 2016   11:27 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Betapa mengejutkan, bumi yang selama ini dibanggakan dan diperebutkan tak lebih dari sebuah titik biru pucat (Pale Blue Dot). Titik yang lebih mirip debu di luasnya antariksa.

Dari gambar ini, empat tahun kemudian sebuah buku tentang visi hidup ditulis astronom Carl Sagan. Pale Blue Dot: A Vision of the Human Future in Space. Tulisan yang kerap disebut Renungan Sagan ini pun menjadi populer.

Sagan ingin menyampaikan betapa kita hanya berada di sebuah titik kecil antariksa. Betapa kadang kita menghabiskan energi untuk hal-hal sepele yang tidak begitu penting.

Tempat yang begitu kita banggakan ternyata hanya debu di tengah luasnya ruang tak berbatas.

"Dari jarak sejauh ini, Bumi tidak lagi terlihat penting. Namun bagi kita, lain lagi ceritanya. Tatap lah lagi titik itu. Titik itulah yang dinamai 'di sini.' Itulah rumah. Itulah kita.

Di satu titik itu semua orang yang kamu cintai, semua orang yang kamu kenal, semua orang yang pernah kamu dengar namanya, semua manusia yang pernah ada, menghabiskan hidup mereka.

Segenap kebahagiaan dan penderitaan kita, ribuan agama, pemikiran, dan doktrin ekonomi yang merasa benar, setiap pemburu dan perambah, setiap pahlawan dan pengecut, setiap pembangun dan pemusnah peradaban,….

Renungkanlah sungai darah yang ditumpahkan para jenderal dan maharaja sehingga dalam keagungan dan kejayaan itu mereka dapat menjadi penguasa sementara di sebagian kecil dari titik itu.

Renungkanlah kekejaman tanpa akhir yang dilakukan orang-orang di satu sudut titik ini terhadap orang-orang tak dikenal di sudut titik yang lain. Betapa sering mereka salah paham, betapa siap mereka untuk membunuh satu sama lain, betapa bergejolak kebencian mereka.

Sikap kita, keistimewaan kita yang semu, khayalan bahwa kita memiliki tempat penting di alam semesta ini, tidak berarti apapun di hadapan setitik cahaya redup ini. Planet kita hanyalah sebutir debu yang kesepian di alam yang besar dan gelap….

Gambar ini mempertegas tanggung jawab kita untuk bertindak lebih baik terhadap satu sama lain, dan menjaga serta merawat sang titik biru pucat, satu-satunya rumah yang kita kenal selama ini." ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun