Mohon tunggu...
Juman Rofarif
Juman Rofarif Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hanya Juman Rofarif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Serial Maulid Nabi [3]: Aisyah yang Wira’i

11 Februari 2011   03:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:42 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebelum menikahi Aisyah, Rasul telah beberapa kali memimpikannya. Dalam mimpi itu, Rasul melihat dirinya didatangi malaikat yang membawa wanita bercadar, dan mengatakan bahwa wanita itu adalah calon pendamping hidupnya. Sang malaikat meminta Rasul membuka cadar wanita itu. Ketika dibuka, nampak jelas, paras yang ia lihat adalah wajah Aisyah. Setelah terjaga, Rasul hanya berdoa, jika itu adalah petunjuk Allah, maka jadikan mimpi itu nyata. (HR Bukhari).

Yang istimewa dari Aisyah dan tidak dimiliki oleh istri-istri Rasul yang lain adalah, Aisyah menjadi istri Rasul tidak hanya di dunia, namun di akhirat kelak. Sungguh, apresiasi istimewa dari Allah untuk seorang Aisyah, gadis belia yang selama bersama Rasul, Allah berkenan menurunkan tidak sedikit risalah agama, pada peristiwa yang berkenaan dengannya. Tumbuh bersama Rasul, ia terbimbing menjadi seorang intelektual dengan kecerdasan di atas rata-rata kebanyakan orang saat itu. Gaya bicaranya lugas, berbalut tutur bahasa yang fasih dengan retorika yang argumentatif. Dengan semua itu, dia adalah seorang wira’i yang enggan dipuji, lebih senang untuk tak dikenang. (HR Tirmidzi)

Ketika Ia berada dalam kondisi paling payah karena tua dan mendekati sekarat, Ibnu Abas datang menjenguknya. Awalnya, kedatangan Ibnu Abas ia tolak, khawatir hanya akan mengumbar pujian. Namun, atas bujukan handai taulan yang saat itu juga menjenguk, akhirnya Aisyah memperkenankan Ibnu Abas menemuinya, mungkin untuk terakhir kali.

“Ummul Mukminin, Kau adalah istri yang paling dicintai Rasul. Dan tidak ada yang dicintai Rasul kecuali ia adalah baik…,” benar saja kekhawatiran Ibunda Aisyah.

“Hanya Kau gadis perawan yang dinikahinya… Kau perempuan terfitnah mulut masyarakat, dan Allah sendiri yang menampik fitnah itu, sehingga siang dan malam masjid-masjid sesak penuh oleh orang-orang yang mendaras Alquran, menyambut pembebasanmu dari fitnah… Sebab Kau, turun risalah rukhshah tayamum sebagai pengganti wudlu… Kau perempuan pembawa berkah bagi umat… “

“Ibnu Abas, cukup! Sudahi omonganmu!” Aisyah yang terbaring lemah memotong serentetan pujian yang meluncur deras dari mulut Ibnu Abas.

“Aku lebih nyaman tanpa pujian … Aku lebih senang untuk tak dikenang …” (HR Bukhari dan Ahmad).

http://jumanrofarif.wordpress.com/2008/10/24/aisyah-yang-wira%E2%80%99i/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun