Suatu hari, Imam Syafi‘i bertamu dan menginap di rumah Imam Ahmad. Pagi harinya, putri Imam Ahmad menemui ayahnya dan bertanya, “Ayah, diakah orang yang sering kauceritakan kepadaku itu?” Imam Ahmad memang sering bercerita kepadanya bahwa Imam Syafi‘i orang yang mengagumkan. Dia berilmu, cerdas, dan saleh.
“Benar,” jawab Imam Ahmad. “Kenapa?”
“Ada tiga hal yang membuatku meragukan cerita Ayah selama ini,” kata putrinya.
“O, ya? Apa itu?” jawab sang Ayah.
Putri Imam Ahmad menjelaskan, “Semalaman aku memperhatikan guru Ayah itu. Pertama, tidakkah Ayah perhatikan saat kita makan malam bersama setelah Isya? Dia makan begitu banyak. Kedua, setelah makan malam itu, dia langsung ke kamar dan tidur. Dia bahkan tidak mengerjakan shalat malam. Ketiga, dia mengerjakan shalat subuh bersama kita tanpa berwudu.”
Imam Ahmad lalu menemui Imam Syafi‘i untuk memastikan kebenaran cerita sang putri.
“Putrimu benar,” kata Imam Syafi‘i. “Tapi kenyataannya tidak seperti yang dia lihat …. Aku makan banyak karena tahu makananmu halal dan kau orang baik, dermawan. Makanan halal yang disajikan orang dermawan akan menjadi obat. Waktu itu aku banyak makan bukan untuk mengenyangkan diri, melainkan agar aku sehat.”
Imam Syafi‘i melanjutkan, “Soal shalat malam … malam itu aku memang hendak tidur, aku sudah berbaring di ranjang. Tapi, aku terpikir banyak hal dalam Al-Quran dan hadis. Seolah-olah keduanya terpapar begitu jelas di hadapanku. Sampai waktu subuh tiba, aku berhasil memecahkan tujuh puluh dua persoalan fikih yang berguna bagi umat. Sebab itulah aku tak sempat mengerjakan shalat malam. “
Lanjutnya lagi, “Tentu saja semalaman itu aku tidak tidur dan wuduku tidak batal. Karenanya aku tidak harus berwudu lagi untuk mengerjakan shalat subuh.”[Juman Rofarif]
*Disadur dari Sâ‘ah wa Sâ‘ah, Nawâdir wa ‘Ajâ‘ib.
http://jumanrofarif.wordpress.com/2011/03/21/imam-syafi%E2%80%98i-bertamu-ke-rumah-imam-ahmad-2/