Mohon tunggu...
Juman Rofarif
Juman Rofarif Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hanya Juman Rofarif

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Antologi Status [1]

17 Januari 2011   05:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:29 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di bawah ini adalah status-status facebook pilihan yang ditulis dalam rentang 16 Juli – 16 September 2009. Sayang jika tidak didokumentasikan.  Selamat menikmati dengan hati …
——————————————————————————————–

Ketahuilah, kawan, tentu ada orang yang selalu mengikuti statusmu meski tanpa memberi jempol atau serangkai kata. Sebab, ia lebih senang berkomentar dengan rasa, tawa, atau bahkan air mata. [20 Agustus 2009/15:34 WIB]

Bukankah wajahku yang rupawan ini terkadang membuat bosan kaupandang, sebagaimana aku pun terkadang bosan menatap wajahmu yang menawan itu? Jadi, sepertinya cukup berkata-kata dengan baik, kau mengenalku dan aku mengenalmu, di sini.

Kata-kataku hanya penanda bahwa rasaku ada. Ia terlalu lemah untuk menerjemahkan rasaku sepenuh dan sesungguhnya. Maka, jangan lewat kata, tapi, peluklah aku dengan jiwamu. Kau akan tahu, jantung ini berdetak semata karena memanggil namamu, Kekasih. [21 Agustus 2009/00:01 WIB]

Sederhana saja, Tuhan, yang kuminta: jadikan setiap persoalanku sederhana. [16 Agustus 2009/23:07]

Kebijkasanaan kitab suci tampak dari orang yang membacanya dengan bijaksana

Kitab Suci dan sabda Nabi adalah pegangan hidup. Namun, ketika memegangnya, orang justru menjadi tuan yang berkuasa atas kehidupan keduanya.

Orang tak menjadi bijaksana hanya dengan membaca Kitab Suci dan sabda Nabi. justru, orang butuh kebijaksanaan untuk membaca keduanya.

Mengalih puisi-puisi Tuhan yang indah itu, mengolah agar tetap indah dalam bahasa ibu [03 September 2009/18:53]

Zikir dan zakar serta salat dan silit datang seenteng hilang, berkandang segampang bertandang. O… [24 Agustus 2009/23:09 WIB]

Pada akhirnya, yang aku dan engkau butuhkan bukan pemandangan yang indah di mata, suara yang merdu di telinga, dan sececap yang sedap di rasa, melainkan ketenangan di dalam jiwa. Meski kesadaran dan kenyataan itu terkadang hadir semacam lampu temaram di tengah kelam. [07 September 2009/21:01 WIB]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun