Mohon tunggu...
Jumaidah
Jumaidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Junior

Mhs Prodi Ekonomi Pembangunan FEB ULM Banjarmasin

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Dampak Pertambangan Batubara terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Kalimantan Selatan?

25 Juni 2024   00:19 Diperbarui: 25 Juni 2024   06:10 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://hasanzainuddin.wordpress.com/

Analisis Dampak Pertambangan Batubara Terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Kalimantan Selatan

Jumaidah (Mhs Prodi Ekonomi Pembangunan FEB  ULM Banjarmasin)

Indonesia adalah salah satu negara penghasil batubara terbesar di dunia. Hal ini membuat Indonesia memiliki banyak komoditas tambang. Industri pertambangan merupakan salah satu penopang perekonomian nasional. Sektor pertambangan di Indonesia menyumbang sebagian besar pendapatan negara mulai dari pendapatan ekspor, pembangunan daerah, peningkatan aktivitas ekonomi, pembukaan lapangan kerja hingga menjadi sumber pemasukan anggaran pusat dan daerah (Barokah, 2022).

Pertambangan memiliki peran penting dalam perekonomian sejumlah negara. Pertambangan di Indonesia dibagi menjadi dua bentuk yaitu pertambangan skala besar (big scale mining) dan pertambangan skala kecil (small scale mining). Pertambangan skala besar biasanya dikelola oleh BUMN dan pertambangan skala kecil dikelola oleh rakyat atau pertambangan rakyat. Menurut Clive Aspina (dalam Barokah 2022) bahwa terdapat empat sektor pertambangan skala kecil yaitu: tambang emas, tambang intan, tambang batubara, dan tambang timah. Empat sektor pertambangan skala kecil ini menyebar di berbagai daerah di Indonesia.

Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan lingkungan alam yang memiliki potensi pertambangan cukup menjanjikan. Salah satu daerah di  Indonesia yang menghasilkan tambang batubara terbesar adalah Kalimantan Selatan. Menurut catatan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kalsel (dalam Habibi 2022), sekitar 60% nilai ekspor nonmigas Kalsel atau sekitar US$1,5 miliar per tahun berasal dari ekspor pertambangan batubara. Majunya pertambangan batubara telah meningkatkan jumlah perusahaan swasta yang mengeksplorasi dan menambang batubara di wilayah Kalimantan Selatan. Kemajuan sektor ini justru berdampak negatif terhadap lingkungan karena tidak diimbangi dengan pengelolaan tailing bekas tambang dan penggalian bekas tambang batubara yang baik. Hal ini akan merusak rantai ekosistem kawasan tersebut.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) dengan sistem Undang-Undang yang baru didalamnya, diharapkan dapat membawa perbaikan dalam pengelolaan sektor pertambangan di Tanah Air. Undang-Undang Minerba ini juga diharapkan dapat menyempurnakan kekurangan Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pertambangan, serta mampu mengembalikan fungsi dan kewenangan negara terhadap penguasaan sumber daya alam yang dimiliki. Dengan demikian, amanat konstitusi yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, benar-benar dapat diwujudkan.

Penulisan artikel ini memakai penelitian kualitatif, dimana artikel di sajikan secara deskriptif dan penelitian kualitatif pada dasarnya merupakan penelitian yang berdasarkan studi literatur.

Jadi Kalimantan Selatan sebagai salah satu daerah penghasil tambang batubara terbesar, tentunya banyak sisa tailing bekas tambang yang tertinggal, sehingga perusahaan tambang perlu mengetahui cara pengelolaan tailing tambang yang baik agar masyarakat sadar, tidak terpengaruh, dan dirugikan.

Tentu fakta Kalsel  adalah tempat pertambangan besar di Indonesia, pun ada banyak sekali perusahaan besar pertambangan disini, seperti PT Adaro Energi Tbk, PT Arutmin Indonesia, Jhonlin Group, PT Bangun Banua Persada, dan Hasnur Group. Disisi lain juga banyak perusahaan ilegal yang tidak ketahuan beroperasi pertambangan dan hal ini sangat merugikan Kalimantan Selatan terutama masyarakat. Dari rekapitulasi yang dilakukan oleh Distamben Provinsi Kalimantan Selatan, bahwa dari 656 buah izin pertambangan batubara yang dikeluarkan oleh kabupaten/ kota di Kalimantan Selatan, maka 236 buah IUP batubara belum Clear and Clean (CNC), yang salah satu indikatornya belum melaksanakan perintah UUPPLH tentang prosedur perizinan. Terlepas hal tersebut pemerintah harus mampu mengambil dan menerapkan kebijakan yang ketat.


Adapun dampak yang ditimbulkan pasca tambang seperti perubahan morfologi dan topografi lahan, perubahan bentang alam (bentuk bentang alam pada lahan bekas tambang biasanya tidak teratur, menimbulkan lubang-lubang terjal, gundukan tanah bekas timbunan alat berat), lahan menjadi tidak produktif dan rawan potensi longsor. 


Jadi kita sebagai masyarakat yang mencintai alam kita harus mampu menjaga dan melindunnginya dari kerusakan-kerusakan yang notabenenya diakibatkan tangan-tangan masyarakat yang tak bertanggung jawab pula. Tingkatkan kesadaran dari diri masing-masing dan selalu utamakan cara-cara yang baik dalam memperlakukan alam. Manfaatkan sumber daya alam dengan baik dan bijak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun