Laut Natuna Utara sudah lama menjadi konflik Territorial yang diperebutkan oleh banyak negara di Asia Pasifik. Kapal asing dari Tiongkok pada bulan Desember kemarin kembali memasuki daerah kedaulatan Indonesia. Kapal kapal asing tiongkok, yang terdiri dari kapal-kapal nelayan dan kapal Coast Guard memasuki daerah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia. Berdarkan UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982, Â Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut, Laut Natuna Utara merupakan daerah Territorial Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Tiongkok juga mengaku memiliki bukti historis berupa peta pada tahun 1947, Pemerintah Tiongkok mengaku Laut Natuna Utara merupakan salah satu wilayah nine dash line Tiongkok. Nine dash line merupakan sembilan titik imajiner yang menjadi dasar pemerintahan Tiongkok  untuk mengklaim Laut Natuna Utara milik mereka berdasarkan bukti historis.
Menurut Hans Morgenthau  dalam bukunya Politic Among Nations (1948), sistem internasional bersifat anarki, dan logika negara dalam internasional adalah logika ketakutan (fear). Setiap negara takut eksistensi mereka terancam di kancah internasional, negara takut sovereignty mereka terancam oleh negara lain.
Karena sistem internasional bersifat anarki dan adanya logika ketakutan, ada dua hal yang  negara harus lakukan, pertama, meningkatkan power mereka. power, bukannya hanya melalui militer, termasuk juga ekonomi, pendidikan, teknologi, ideologi, dan juga sosial politik. Kedua, mencari koalisi dengan negara-negara  yang memiliki power yang tinggi. Negara-negara berkembang (negara dunia ketiga), akan mencari koalisi dengan negara-negara kuat untuk menjaga sovereignty dan eksistensi mereka di kancah global. Malaysia berkoalisi dengan Inggris, Australia berkoalisi dengan Inggris.
Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia memiliki politik luar negeri yang bebas dan aktif. Aktif artinya kita turut berperan dalam menjaga perdamaian dunia, bebas artinya kita tidak dapat memihak kepada Blok Barat atau Blok Timur.
 Tiongkok  merupakan negara yang memiliki power yang sangat tinggi, power dalam militer, ekonomi, pendidikan, teknologi, dan juga sosial politik. Dari segi militer, berdasarkan data dari Global Firepower mengeluarkan data peringkat kekuatan militer di seluruh dunia, militer Cina berada posisi ketiga terbaik di dunia, di mana di atasnya ada Rusia dan Amerika Serikat. Dari segi ekonomi, Tiongkok sedang bersaing dengan Amerika dalam perang dagang. Power dalam sistem internasional dibagi menjadi hard power dan soft power. Hard power biasanya dilakukan dengan kekuatan militer yang diimplementasikan dengan war (perang).
Sekarang negara-negara di dunia juga menggunakan soft power dalam menyebarkan pengaruh mereka dan mungkin melakukan hegemoni secara soft ke negara-negara di dunia. Soft power lebih berkarakter inspirasional yaitu kekuatan menarik orang lain dengan kekuatan kecerdasan emosional seperti membangun hubungan atau ikatan yang erat melalui karisma komunikasi yang persuasif, daya tarik ideologi visioner, serta yang paling sering digunakan adalah dengan culture (budaya).
Tiongkok merupakan negara dengan populasi tertinggi di dunia, bahkan populasi ini tersebar banyak di Indonesia. Tentu mereka juga membawa culture mereka ke negara yang mereka tuju.
Sebagai negara yang menghargai HAM kita tidak dapat melarang budaya mereka. Tiongkok juga memiliki investasi yang tinggi di Indonesia dengan kepentingan politik luar negeri mereka yaitu One Belt One Road. Berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang Januari-September 2019, Tiongkok memiliki investasi sebesar 3,3 miliar USD.
Apakah hard power (militer) dan soft power (investasi dan budaya ) yang dibangun oleh Tiongkok dapat mengancam kedaulatan negara kita? Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H