Mohon tunggu...
juliana santy
juliana santy Mohon Tunggu... -

ingin menulis sesuatu yang dikatakan oleh hati..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Resensi: Master Cheng Yen: Teladan Cinta Kasih

17 Maret 2010   14:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:22 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Master Cheng Yen: Teladan Cinta kasih Pengarang : Yu-Ing Ching (AGUS HARTONO TZU CHI Indonesia) Penerbit : ELEX MEDIA KOMPUTINDO.PT Jumlah Halaman : 392 hal Harga : Rp 98.800,00 Buku ini sangat menarik untuk dibaca, ketika melihat dan membaca buku ini sekilas teringat akan sosok bunda Teresa dari kalkuta. buku ini berkisah tentang master cheng yen, pendiri yayasan Buddha Tzu Chi yang dimana saat ini organisasi ini telah berada di sekitar 45 negara. Tak semudah membalik telapak tangan hingga yayasan yang bermula di hualien, Taiwan ini hingga  dapat berkembang pesat seperti saat ini, dibaliknya terdapat perjuangan, kepercayaan dan kegigihan sosok seorang biksuni dan relawan-relawannya. sebuah buku dengan isi yang luar biasa, mampu menggugah hati & nurani. perjuangan seorang gadis belia yang bertekad menjadi seorang biksuni, ia berasal dari keluarga berada, tetapi ia tetap memilih menjadi seorang biksuni ketika ia merasa dan menyaksikan ketidakkekalan hidup ketika ditinggal sosok sang ayah.  Beliau harus terus lari berkali-kali dari rumah karena ibundanya menentang dan tidak merelakannya menjadi seorang biksuni,  tapi tekadnya tetap tak tergoyahkan. perjuangan mencari seorang guru tidaklah mudah, berbagai rintangan ia lewati, hingga mencapai kesusahan yang amat sangat ia pun tetap berjuang dengan kemampuannya sendiri tanpa mengandalkan bantuan orang lain. ia tidak menerima sumbangan makanan dari murid2nya, ia bekerja di ladang untuk memenuhi pangannya sehari-hari. baginya satu hari tidak bekerja maka satu hari pula tidak makan. namun walaupun ia sendiri dalam keadaan yang sulit ia selalu membantu orang-orang yang kesulitan dan lebih susah darinya. ada kata2nya yang sangat menyentuh hati:

di dunia ini, tak seorangpun yang tak kukasihi di dunia ini, tak seorangpun yang tak kupercayai di dunia ini, tak seorangpun yang tak kumaafkan karena itu tak ada kemarahan, penyesalan ataupun kesedihan didalam hatiku (hal.19)

seiring berjalannya waktu, kegigihannya pun terbukti menjadi sesuatu hal yang indah, bersama dengan ibu-ibu rumah tangga mereka setiap hari menabung sebesar 5 sen untuk menolong mereka yang kesusahan. pada suatu saat master mengunjungi sebuah RS dan melihat bekas darah, ia lekas bertanya kepada suster noda darah apakah itu, dan suster pun mengatakan itu adalah bekas darah seorang ibu (berasal dari tempat/daerah yang jauh) yang ingin melahirkan namun tak punya biaya sehinga ia tidak jadi melahirkan dan pergi, master pun tertegun dan sedih bagaimana nasibnya setelah itu, apakah ia baik2 saja, mengapa hanya karena uang ia tak bisa melahirkan disana. lalu dari sana master bertekad untuk membangun sebuah rumah sakit besar dengan fasilitas yang lengkap. dan dari sini lah Tzu chi terintis semakin besar dan besar dengan perjuangan yang begitu besar dari master, murid2nya dan donatur2. dalam buku ini juga bercerita ibunda master yang juga akhirnya menjadi relawan dalam yayasan ini, ia menceritakan bagaimana master kala itu dan kesulitan2nya. ia seorang biksuni yang tentunya penganut agama Budha, namun ada satu bagian yang menggugahku dan inilah jawaban yang mampu memuaskanku atas pertanyaan dan kegundahanku saat itu, out of topic sedikit nih,, hehe dulu saat kecil, karena aku tak tahu apa-apa dan tak ada yang memberi tahu, setiap kali pergi kesuatu tempat untuk berdoa aku selalu menanggis, bukan karena sedih atau apapun, tapi karena asap dupa yang begitu lebat, hingga tuk membakar dupa saja aku sulit, karena air mata keluar terus, melangkah pun harus ekstra hati2, hampir saja jatuh karena lantainya licin banget akibat minyak apa ya itu, lalu dalam hati pun bertanya kenapa sih mo doa aja harus seperti ini n apakah akan terkabul? sejak saat itu aku tak pernah lagi pergi kesuatu tempat tuk berdoa namun kini kutemukan jawaban yang mengisi kekosongan hatiku:

... bahwa menjadi umat Buddha tidak memberi saya hak untuk berdoa kepada Buddha dan mengharapkan Buddha untuk menciptakan mukjizat untuk saya. Buddha adalah seorang manusia. namun karen kebijaksanaan, keberanian dan kegigihannya yang melebihi semua manusia,Buddha juga orang suci. hanya orang serakah dan bodoh yang berpikir bahwa Buddha adalah Tuhan yang mengabulkan permohonan dan kemudian dengan memberikan janji, cahaya dari sejumlah lilin, atau wewangian dari sejumlah dupa, lalu mengharapkan Buddha akan mengabulkan semua keinginan sebagai imbalan." "umat Buddha yang baik harus mencoba yang terbaik unutk memunculkan Buddha didalam dirinya, memperkuat keberanian, kegigihan dan kebijaksanaan, serta mampu meraih kehidupan yang diidamkan melalui kerja kerasnya sendiri." (hal 29)

Beliau benar-benar sosok teladan dalam menebarkan cinta kasih, sebuah cinta dan kasih universal kepada semua umat dan makhluk tanpa memandang perbedaan apa pun itu, ketulusan, kepercayaan dan kebijaksanaannya telah membuat sebuah dunia yang indah, dunia yang memang seharusnya seperti ini, dunia yang satu keluarga. sang penulis menuliskan ceritanya dengan sangat indah dan menarik, penulis juga bercerita tentang dirinya yang diajak relawan untuk mengunjugi "pasien2" yayasan dan banyak hal yang menarik disana. dan diakhir cerita pun ada kisah menarik antara master kepada penulis yang membuat penulisnya pun kaget dan terlarut dalam air mata, benar2 menggugah emosional, mampu mengusik pikiran dan nurani. banyak pelajaran yang dapat dipetik. jadi untuk yang belum membaca, ayo segera baca, ten thumbs up,,

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun