Fenomena mengenai Literasi keuangan (Financial Literacy) tengah ramai di bicarakan. Literasi keuangan mendapatkan perhatian khusus dikarenakan keinginan dari sebuah negara supaya memiliki penduduk yang memiliki kecerdasan dan kualitas yang baik secara finansial, sehingga dapat memberikan dampak yang baik bagi roda perekonomian negara tersebut. Literasi keuangan di artikan suatu kebutuhan mendasar bagi setiap orang supaya terhindar dari masalah keuangan. Kesulitan keuangan tidak hanya berasal dari rendahnya pendapatan namun, kesulitan keuangan juga bisa muncul akibat dari kesalahan dalam mengelola keuangan.
Literasi keuangan adalah tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai lembaga Keuangan formal, produk dan jasa keuangan. Termasuk di sini adalah fitur, manfaat dan risiko, biaya, serta hak dan kewajiban dari produk dan jasa Keuangan ersebut. Dengan Literasi Keuangan. Â yang memadai, keterampilan masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan keuangan pun dapat meningkat. (Strategi Nasional Keuangan Inklusif, 2018)
Menurut (OJK, Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) 2021 - 2025) Survei pada tahun 2019 menunjukkan indeks Literasi Keuangan. Â sebesar 38,03% dan indeks inklusi keuangan sebesar 76,19%. Hal ini menunjukkan masyarakat Indonesia secara umum belum memahami dengan baik karakteristik berbagai produk dan layanan jasa keuangan yang ditawarkan oleh lembaga jasa Keuangan formal, padahal Literasi Keuangan. Â merupakan keterampilan yang penting dalam rangka pemberdayaan masyarakat, perlindungan konsumen kesejahteraan individu, dan peningkatan inklusi keuangan.
Literasi keuangan pada masyarakat di Indonesia belum mencapai 50% disebabkan masih banyak yang tidak paham atas literasi keuangan. Â dalam memaksimalkan Literasi keuangan UMKM pada era Society 5.0 terutama persaingan ekonomi berbasis digital (Fibriyanti S. Lakoro, 2022)
Otoritas Jasa keuangan (OJK) memiliki komitmen tinggi dalam mendorong peningkatan indeks literasi dan inklusi Keuangan nasional. Hal ini tercermin pada Pilar 2 (dua) Kerangka Struktural Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021 -- 2025 yaitu Pengembangan Ekosistem Jasa Keuangan terdapat program "Memperluas Akses Keuangan dan Meningkatkan Literasi Keuangan. Â Masyarakat". Pilar 2 (dua) tersebut selanjutnya menjadi salah satu acuan penyusunan arah strategis peningkatan indeks literasi dan inklusi keuangan yang dituangkan dalam Strategi Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia (SNLKI) 2021 -- 2025.
Di Indonesia Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) adalah salah satu pendorong perekonomian bangsa yang tidak dapat di kesampingkan, hal ini karena Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mempunyai daya tahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis usaha yang lain. Para pengusaha terkhusus di bidang UMKM sudah seharusnya sangat paham mengenai bagaimana pengelolaan dan perencanaan finansial yang berguna sekali dalam membangun dan mengembangkan usahanya, oleh karena itu Literasi keuangan sesungguhnya hal yang wajib sekali dimengerti oleh pemilik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) agar dalam mengambil keputusan mengenai keuangan bisa dilakukan dengan bijak. (Agusta, 2016)
Pergerakan sektor UMKM sangat utama guna menciptakan pertumpuhan perekonomian serta lapangan pekerjaan. Usaha mikro kecil menengah (UMKM) sedikit flesksibel serta bisa dengan mudah mengikuti pasang surut dari permintaan pasar, hal ini bisa di lihat dari UMKM itu sendiri cukup memberikan kontribusi penting didalam perdagangan. Hubungan UMKM dengan Literasi keuangan dapat dilihat dalam perannya antara pengembangan UMKM serta aspek permodalan untuk pengembangan UMKM, maka dari itu perbankan mempunyai peran yang amat penting dalam perkembangan UMKM yang terdapat di suatu daerah.
Situasi UMKM di Kabupaten Cianjur pada saat ini masih banyak keterbatasan dengan beberapa permasalahan, berdasarkan pengamatan langsung salah satu masalah yang menjadi penghambat berkembangnya UMKM di Kabupaten Cianjur yaitu karena kurangnya pemahaman para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) mengenai Literasi keuangan contohnya kuarang pahamnya mereka mengenai apa saja kegunaan sebenarnya dari lembaga keuangan, mereka tidak membuat perencanaan serta pengelolaan yang baik. Kurang baiknya pelaksanaan manajemen finansial, terbatasnya akses informasi serta teknologi, dan kecilnya ruang lingkup pasar. Oleh sebab itu para pelaku UMKM di wilayah Kabupaten Cianjur belum bisa mengaplikasikan tata kelola keuangan yang benar dalam kegiatan usaha miliknya.
Usaha Mikro kecil Menengah (UMKM) di wilayah Kabupaten Cianjur pada saat ini sebagian masih melaksanakan pencatatan keuangan pendapatan dan pengeluaran hanya melalui bukti-bukti dari transaksi pembelian dan penjualan. Sedangkan, UMKM itu melaksanakan dan menghasilkan produksi setiap hari. Pendapatan yang di dapat pemilik dari pelanggan biasanya langsung digunakan untuk membeli bahan baku rutin setiap hari ataupun perbulan.
Pengelolaan finansial menjadi salah satu masalah pelaku UMKM di wilayah Kabupaten Cianjur karena mengabaikan pentingnya literasi keuangan. Masalah ini biasanya muncul karena pengetahuan serta informasi pelaku UMKM mengenai literasi keuangan sangat terbatas, latar belakang pendidikan pelaku UMKM juga berdampak pengetahuan pelaku UMKM. Beberapa di wilayah Kabupaten Cianjur merasa bahwa usaha mereka berjalan baik-baik saja, namun sebenarnya UMKM itu tidak berkembang. Saaat diwawancarai tentang keuntungan yang setiap periode mereka dapatkan, mereka tidak dapat menunjukkan dengan nominal angka tetapi dengan harta berwujud diantaranya kendaraan, tanah ataupun rumah. Lalu kemudian, aset itu juga terkadang tidak hanya digunakan untuk usaha tetapi digunakan guna kepentingan sendiri serta tidak ada pencatatan atau pemisah diantara keduanya.
Berdasarkan pernyataan diatas menunjukkan bahwa pelaku UMKM di kabupaten Cianjur memiliki keterbatasan dalam pemahaman literasi finansial. Maka dari itu, penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut dengan judul : "Analisis Tingkat Literasi Keuangan. Â Pada Pelaku Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) Â Kabupaten Cianjur".