Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Beras Jangan "Dilepas"

24 Februari 2018   21:04 Diperbarui: 8 Maret 2018   11:26 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diatas sudah saya katakan bahwa pelajaran terbesarnya adalah bahwa negeri ini jangan sekali-kali "melepaskan" beras. Menyerahkan kepada mekanisme pasar berarti mempertaruhkan nasib 250 juta rakyat Indonesia. Artinya apa? pemerintah disini harus benar-benar memberikan perhatian lebih terhadap kebijakan perberasan yang diambil serta wajib mengintervensi pasar beras. Pemerintah harus menjaga keseimbangan baik dari sisi hulu sampai ke hilir dan ini harus diimplementasikan dalam konsep ketahanan pangan.

Sebenarnya, konsep ketahanan pangan di negeri ini sudah kompleks dan berhasil dipraktikan sebelumnya. Namun, entah kenapa sekarang tiba-tiba dilakukan utak-atik layaknya puzzle yang justru dapat membahayakan jutaan rakyat.

Lantas pertanyaannya sekarang, seperti apa konsep ketahanan pangan tersebut? lalu utak-atik kebijakan apa yang bisa membahayakan?  

Sebenarnya pemerintah sudah menerapkan konsep ketahanan pangan yang baik. Dimana ketika panen raya terjadi, BULOG diperintahkan untuk membeli gabah beras petani dengan harga yang telah ditetapkan oleh  pemerintah. Kebijakan dari sisi hulu ini, sebagai jaminan harga dan pasar agar petani tidak rugi dan tetap termotivasi untuk menanam padi pada tahun depan.

Selanjutnya beras yang dibeli dari petani tersebut disimpan di gudang BULOG. Peruntukkannya bisa sebagai cadangan beras pemerintah (CBP) jika ada bencana, operasi pasar untuk menurunkan harga, serta disalurkan kembali kepada masyarakat miskin berupa beras sejahtera (rastra). Dengan pola seperti ini, pemerintah mengimplementasikan konsep ketahanan yang sudah benar pada praktiknya. Yakni, menjaga kestabilan harga dari dua sisi yaitu petani sebagai produsen dan kedua masyarakat umum sebagai konsumen.

Namun, konsep ketahanan pangan yang sudah baik tersebut seolah-olah terganggu dengan kebijakan yang diambil sekarang. Beramai-ramai para pejabat optimis kebijakan ini sangat baik jka dibandingkan dengan rastra. Mereka merasa bangga dengan konsep ini dan bahkan terus menggebernya agar sukses di lapangan. Bahkan di tahun 2018, sudah dipersiapkan sebanyak 10 juta KPM yang akan beralih. Namun untunglah tidak jadi dilaksanakan, karena Presiden Jokowi menyadari kelemahan konsep yang belum matang tersebut dan menginstruksikan untuk menunda pelaksanaannya.

Kebijakan yang saya katakan utak atik ini adalah kebijakan bantuan pangan non tunai (BPNT). Konsep adopsi dari Negara maju Amerika Serikat ini akan diujicobakan di Negara berkembang Indonesia. Namanya Amerika, pasti sistemnya pasar bebas  yang menyerahkan pada mekanisme pasar serta tidak menghendaki adanya campur tangan pemerintah. Biarlah tangan tuhan "invisible hand" yang mengaturnya. Dengan kata lain, tergantung kekuatan penawaran dan permintaan.

Setidaknya ada dua alasan yang dibangga-banggakan sebelumnya. Pertama, BPNT mengurangi jumlah uang beredar atau istilah kerennya meningkatkan "inklusi" keuangan dan kedua, membebaskan masyarakat bebas memilih harga beras dipasaran tergantung selera.        

Padahal kalau kita kaji dan lihat secara utuh, sebenarnya keunggulan tersebut adalah sebuah kelemahan besar akibat ketidak pahaman konsep ketahanan pangan secara utuh. Membebaskan masyarakat untuk membeli beras artinya akan menambah jumlah permintaan beras di pasaran. Konsekuensi dari tingginya permintaan, tentu akan berimbas ke harga beras itu sendiri yang akan naik. Artinya pada titik ini, harga akan menyesuaikan sendiri harga keseimbangannya. 

Ketidakstabilan harga akan berimbas kepada ketidakstabilan ekonomi. Muaranya adalah akan berakhir kepada "chaos"dan kerusuhan social.  Tambah ironinya lagi, menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) struktur pasar beras Indonesia berbentuk asimetris yang hanya dikendalikan segelintir pengusaha.

Selama ini harga beras bisa ditekan kenaikannya karena adanya gelontoran beras dari rastra dan operasi pasar. Namun pada tahun 2017, ada 44 kota yang menjadi ujicoba kebijakan BPNT. Bisa jadi karena masyarakat dibebaskan membeli beras di pasaran, maka harga semakin tinggi. Kota yang dilakukan ujicoba BPNT tentu kota-kota besar dengan infrastruktur yang baik dan mudah di akses. Selama ini masyarakat di 44 kota tersebut menerima beras dari BULOG sehingga tidak terjadi lonjakan permintaan dan harga bisa dikendalikan. Hal ini juga sebenarnya kunci jawaban bahwa kenapa operasi pasar tidak berhasil menekan harga beras dibeberapa kota besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun