Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengapa Pemerintah Kesulitan Menyerap Gabah Beras Petani?

10 Februari 2018   20:51 Diperbarui: 10 Februari 2018   20:52 1986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panen raya padi pada tahun 2018, akan menghadapi tantangan berat. Menurut Menteri Koordinator bidang Perekonomian panen raya pada tahun ini akan dibarengi dengan musim hujan sehingga ada kekhawatiran dengan kualitas gabah yang dihasilkan. Untuk itu, menjadi tugas pemerintah mengantisipasinya sehingga gabah yang dihasilkan benar-benar berkualitas baik.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga sudah mendapatkan laporan adanya lahan padi yang terendam banjir di sejumlah daerah. Dia menyebutkan jumlahnya sangat kecil, sekitar 40 ribu hingga 100 ribu hektar dari total 15 juta hektar di seluruh Indonesia. Selain itu Mentan juga akan focus untuk menjaga harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) yang sebesar Rp 3.700 per kilogram.

Walaupun dia sendiri mendapatkan fakta di lapangan bahwa harga GKP masih berada di kisaran Rp 4.100 hingga Rp 4.500 per kilo gram jauh diatas HPP. Bahkan justru diawal panen harga GKP bahkan sampai menyentuh Rp 6.500 per kilogram. Bahkan Kementerian Pertanian menargetkan ada 2,2 juta ton beras atau setara dengan 4 juta ton gabah kering yang dapat terserap oleh Bulog hingga juni mendatang dari seluruh Indonesia.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana caranya pemerintah mendapatkan beras petani dengan kondisi harga beras yang sudah diatas HPP?

HPP merupakan  upaya pemerintah dalam rangka mewujudkan stabilitas harga beras. Esensi dari penerapan HPP adalah insentif yang diberikan pemerintah kepada petani padi dengan cara memberikan jaminan harga diatas harga keseimbangan (price market clearing) terutama pada saat panen raya. HPP berfungsi sebagai jaring pengaman agar harga gabah petani tidak jatuh bebas dibawah harga yang telah dipatok oleh pemerintah. Bulog merupakan lembaga yang diberikan kewenangan untuk mengamankannya sekaligus representasi jaminan pasar bagi gabah beras petani. Sehingga petani menjadi termotivasi dan tetap semangat untuk menanam padi karena ada jaminan harga dan pasar dari pemerintah.

Namun faktanya sekarang, justru HPP gabah beras pemerintah selalu dibawah harga jual gabah beras ditingkat petani. Sehingga pemerintah kesulitan untuk menyerap hasil panen petani sebagai cadangan beras pemerintah. Petani bebas menjual gabah berasnya ke pasaran umum, untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi. Pemerintah dalam hal ini Bulog Secara tidak langsung sebenarnya, sudah berhasil menjalankan tugas pengamanan HPP. Artinya, tidak ada lagi petani di negeri ini yang mengeluh bahwa harga gabah berasnya anjlok sehingga menyebabkan kesejahteraannya menurun.

Kenyataan di lapangan sebenarnya bertolak belakang. Menurut pengamat pertanian Dwi Andreas Sentosa, HPP merupakan instrument pemerintah terhadap perlindungan harga ditingkat usaha petani. Namun faktanya, HPP gabah sekarang masih bersandar pada Inpres No 5 Tahun 2015 sebesar Rp 3.700 dan sangat jauh tertinggal dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani sebesar Rp 4.199 per kilogram. Selain itu juga, HPP tersebut cuma naik 12% dari harga GKP tahun 2012 sangat jauh jika dibandingkan dengan tingkat inflasi yang sudah mencapai naik 28 persen.

Bahkan menurutnya, berdasarkan penelitian dan kajian dengan melibatkan 38 kabupaten, ternyata pada tahun 2018 biaya produksi justru meningkat menjadi Rp 4.286 per kilogram atau selisih lebih kurang Rp 600. Oleh karena itulah menurutnya pemerintah harus menaikkan HPP GKP paling minimal Rp 4.300 per kg.

Jika melihat fakta seperti ini, sebenarnya sudah lain ceritanya. Sangat mustahil secara akal sehat petani mau menjual gabah berasnya, jika biaya yang dikeluarkan berusaha tani tidak sebanding dengan harga jual. Sudah bisa dipastikan mereka menjual kepada pembeli di luar sana yang mampu memberikan harga beli yang lebih tinggi. Sehingga pada titik ini petani tidak bisa disalahkan karena itu adalah hak mereka. Begitu juga dengan pedagang tidak bisa disalahkan, karena perniagaannya dengan dasar kesepakatan dan tidak ada unsur pemaksaan kepada petani.  

Namun, jika kita melihat serta mengingat kebelakang akan banyaknya bantuan yang telah diberikan pemerintah selama ini terhadap petani, rasanya target serapan 2,2 juta ton beras pasti dapat tercapai. Perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap pertanian di negeri ini, seharusnya juga disadari oleh petani. Bantuan besar yang telah dilakukan pemerintah berpuluh-puluh tahun dampaknya sudah banyak mensejahterakan pelaku pertanian tanah air.

Bahkan menurut INDEF anggaran untuk kedaulatan pangan yang sudah digelontorkan pemerintahan Presiden Jokowi-JK melonjak 53,2 persen dari Rp 63,7 Triliun pada tahun 2014 hingga mencapai Rp 10,31 triliun pada APBN 2017. Bantuan tersebut menurut Kementan berupa sarana produksi seperti Dryer(pengering padi), Rice Milling Unit(unit penggilingan padi), traktor tangan, mesin pemanen padi, bantuan benih dan pupuk gratis hingga pendampingan serta penyuluhan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun