Teks dan Foto : Julius Wicaksono
Plaza Ambarrukmo menggelar fashion spektakuler 'Jogja Fashion Festival' (JFF) yangmerupakan satu dari ragam rangkaian acara untuk memperingati HUT ke-7 Plaza Ambarrukmo Yogyakarta. Kegiatan ini telah digelar pada Sabtu 9 Maret 2013, di Main Atrium Plaza Ambarrukmo. Dalam event JFF yang pertama ini pihak penyelenggara merangkul beberapa desainer ternama Indonesia yang membuat rancangan busana yang anggun, elegan dan bernilai estetika sesuai dengan tema "Legacy of Beauty".
Dijelaskan dalam rangkaian acara bahwa tema Legacy of Beauty yang telah dipilih tersebut bermakna warisan dari keindahan, yang berarti para desainer diharapkan mampu menerjemahkan tema tersebut ke dalam karya busana yang anggun, elegan, dan bernilai estetika baik. Dalam mengeksplorasi busana, masing-masing desainer memiliki kebebasan menentukan model rancangannya. Baik pakaian adat yang dikemas sebagai busana pesta (cocktail), pernikahan dan kasual yang dapat dikenakan sehari-hari.
Menurut Lima Luthfi Majid selaku Project Director Jogja Fashion Festival yang ditemui saat koferensi pers pada tanggal 26 Februari 2013 di Pendopo Royal Ambarrukmo Hotel, JFF Â akan menjadi event fashion berkala serta dapat membantu perkembangan dunia fashion di Yogyakarta. Lima Luthfi juga menjelaskan bahwa event ini membidik segmen sosialita fashion Jogja dan pengunjung Plaza Ambarrukmo sebagai penonton.
Salah satu desainer Duarte Ananta yang memberikan teaser rencananya saat konferensi pers mengatakan bahwa ia akan mengeluarkan kebaya dengan nuansa elegant and glamour berwarna biru muda lengkap dengan payet dan bebatuan alam. Desainer asal Jogja ini merancang dan mengemaskan kebaya tersebut menjadi sebuah busana pengantin wanita yang tampak sangat anggun. Menurut Duarte, kiblat ide-ide rancangannya selalu identik dengan busana pengantin tradisional dan modern. Kali ini mencoba bermain kombinasi dua gaya, tradisional etnik dibalut dengan gaya modern, yakni dengan menambahkan aplikasi renda pada bagian lengan dan dada.
Beberapa desain yang muncul sangat menampilkan adanya revolusi tradisional. Unsur tradisional yang kental yang diilhami oleh banyaknya aspek budaya dan tradisi di seluruh belahan Nusantara seolah tiada habis untuk digali sehingga menjadi inspirasi yang unik. Gaya tradisional yang berbasis dari budaya dan adat istiadat banyak sekali yang bisa digali untuk dijadikan pijakan tren fashion 2014. Olahan yang berpacu pada global taste menjadikan tradisional yang mengalami perubahan dan berevolusi menjadi koleksi siap pakai, sehingga layak jual ke industri busana di seluruh belahan dunia.
JFF menggandeng 35 desainer dan brand fesyen yang terdaftar sebagai peserta. Masing-masing desainer mempersembahkan lima hingga delapan rancangan terbaiknya. Tentunya dengan mengutamakan keindahan warisan budaya daerah.Seperti salah satu desainer Dimas Santoso yang menampilkan busananya dalam malam puncak JFF, karyanya sangat memukau pengunjung dengan desain kebaya yang terkesan elegan dan mempesona dan tentunya dengan mengutamakan keindahan warisan budaya daerah. Selain itu acara ini juga dimeriahkan oleh penampilan Citra Scholastika (Indonesian Idol).
Link audio terkait (frekuensi hanya sample):
https://soundcloud.com/julius-wicaksono-aji-pamungkas/jff-radio-fake-frequention
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H