Mohon tunggu...
JULIUS FRANSISKUS
JULIUS FRANSISKUS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Akuntansi | NIM 55523110005 | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Pajak Internasional | Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 11 || Pajak International || Genealogi Transfer Pricing || Prof. Apollo

26 November 2024   21:56 Diperbarui: 26 November 2024   22:08 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Transfer pricing (TP) adalah praktik penetapan harga atas transaksi antarperusahaan dalam satu grup usaha atau entitas yang terafiliasi. Sebagai konsep yang melekat dalam ranah ekonomi global, transfer pricing tidak sekadar persoalan teknis akuntansi atau perpajakan. Di balik praktik ini terdapat dinamika kehendak, kesadaran, dan ideologi yang merefleksikan perjalanan panjang sejarah ekonomi-politik.

Dengan meminjam perspektif teori Jean Baudrillard mengenai simulasi dan simulakra, tulisan ini menyelidiki transfer pricing sebagai "wacana buatan" yang mewakili relasi kuasa dalam kapitalisme lanjut. Di sisi lain, pendekatan Michel Foucault tentang kekuasaan dan pengetahuan akan membantu memahami bagaimana transfer pricing menjadi mekanisme yang berfungsi untuk mengatur dan mengontrol entitas ekonomi global. Akhirnya, tulisan ini juga mempertimbangkan pendekatan Pierre Bourdieu melalui konsep habitus dan kapital untuk menjelaskan faktor struktural dan agen yang melandasi munculnya transfer pricing sebagai praktik ekonomi.

Teori Jean Baudrillard: Simulasi dan Simulakra

Jean Baudrillard, seorang filsuf pascamodernis Prancis, dikenal karena teorinya tentang simulasi dan simulakra, yang mengungkapkan cara realitas modern digantikan oleh representasi buatan atau simulasi. Dalam karyanya Simulacra and Simulation (1981), Baudrillard menjelaskan bagaimana dunia saat ini didominasi oleh simulakra, yaitu representasi yang tidak memiliki hubungan dengan realitas asli, tetapi tetap diterima sebagai kenyataan. Teori ini lahir sebagai kritik terhadap masyarakat konsumsi, budaya media, dan kapitalisme lanjut, di mana nilai dan makna kehilangan landasan nyata mereka.

1. Simulasi: Penciptaan Realitas Buatan

Simulasi adalah proses menciptakan dunia buatan yang terlihat seperti realitas, tetapi sebenarnya tidak memiliki landasan nyata. Dalam simulasi, representasi menjadi pengganti realitas, bukan sekadar refleksi darinya. Baudrillard mengilustrasikan ini dengan contoh peta dan wilayah: dalam dunia simulasi, peta (representasi) bukan lagi menggambarkan wilayah nyata, melainkan menggantikan wilayah itu sendiri. Dunia modern, menurut Baudrillard, penuh dengan simulasi, seperti iklan, media massa, dan simbol-simbol kapitalisme yang menciptakan citra kehidupan ideal yang sering kali tidak nyata.

2. Simulakra: Penghapusan Realitas

Simulakra adalah hasil dari simulasi, di mana representasi tidak lagi mengacu pada realitas, tetapi menjadi entitas tersendiri yang diterima sebagai nyata. Misalnya, produk-produk dalam iklan sering kali menciptakan citra gaya hidup tertentu yang jauh dari kebenaran pengalaman manusia sehari-hari. Simulakra menciptakan "hiperrealitas," yaitu kondisi di mana masyarakat tidak dapat membedakan antara realitas dan representasi. Contoh nyata dari konsep ini adalah fenomena budaya pop, di mana selebriti atau merek sering kali lebih dihargai karena citra mereka daripada substansi nyata yang mereka wakili.

3. Aplikasi dalam Kapitalisme dan Globalisasi

Baudrillard menyatakan bahwa kapitalisme lanjut telah menciptakan ekonomi yang sebagian besar terdiri dari simulasi dan simulakra. Nilai ekonomi, seperti uang dan pasar, tidak lagi memiliki hubungan langsung dengan kebutuhan atau produksi nyata, melainkan dengan simbol dan persepsi. Dalam konteks ini, transfer pricing dapat dianalisis sebagai simulasi, di mana harga transfer menjadi representasi buatan yang dirancang untuk mengoptimalkan pajak atau laba perusahaan, tanpa hubungan langsung dengan nilai barang atau jasa. Sistem ini menunjukkan bagaimana kapitalisme menciptakan simulasi untuk memanipulasi aturan dan memaksimalkan keuntungan.

Teori Baudrillard memberikan pandangan yang tajam dan kritis terhadap cara struktur sosial dan ekonomi modern mengaburkan batas antara kenyataan dan representasi, mengarah pada dunia yang didominasi oleh citra buatan.

Konsep simulasi dan simulakra dalam Transfer Pricing

1. Transfer Pricing Sebagai Simulasi

Menurut Baudrillard, simulasi menciptakan realitas buatan yang menggantikan realitas asli. Dalam transfer pricing, proses penetapan harga dalam transaksi antarafiliasi bukanlah cerminan nilai intrinsik barang atau jasa, melainkan simulasi nilai yang dirancang untuk memenuhi tujuan strategis perusahaan, seperti penghindaran pajak atau efisiensi operasional. Harga transfer tidak mencerminkan kondisi pasar sebenarnya, melainkan diciptakan melalui formula yang mengikuti aturan formal (arm's length principle), tetapi pada praktiknya sering disesuaikan untuk menciptakan "realitas baru."

Contohnya: Sebuah perusahaan multinasional mungkin menetapkan harga tinggi untuk barang yang dijual ke entitas di yurisdiksi pajak rendah, sehingga laba terkonsentrasi di wilayah tersebut. Harga ini bukan cerminan permintaan dan penawaran, tetapi simulasi yang mengaburkan nilai sebenarnya. Dalam perspektif Baudrillard, ini adalah bentuk simulasi di mana nilai buatan menjadi lebih "nyata" dalam sistem ekonomi global dibandingkan nilai sebenarnya.

2. Transfer Pricing Sebagai Simulakra

Simulakra dalam pandangan Baudrillard adalah representasi tanpa referensi pada realitas asli. Dalam konteks transfer pricing, harga transfer menjadi simulakra ketika ia tidak lagi merepresentasikan nilai ekonomi yang nyata, melainkan menjadi simbol kekuasaan dan kendali. Transfer pricing melampaui fungsinya sebagai alat penetapan harga dan menjadi instrumen politik ekonomi global.

Misalnya, harga transfer dapat digunakan untuk menggeser laba ke yurisdiksi dengan perlindungan hukum yang lebih lemah atau insentif pajak yang lebih besar. Dalam hal ini, nilai dari barang dan jasa tidak lagi relevan, karena yang menjadi fokus adalah hasil akhir dari manipulasi data yang dapat diterima secara hukum. Transfer pricing dalam bentuk ini adalah simulakra karena ia hanya ada sebagai representasi untuk mengelabui sistem regulasi.

3. Hiperrealitas dalam Transfer Pricing

Baudrillard memperkenalkan konsep hiperrealitas, di mana realitas buatan menjadi lebih nyata daripada kenyataan itu sendiri. Dalam transfer pricing, aturan seperti Pedoman OECD atau dokumentasi harga transfer menciptakan dunia hiperrealitas, di mana perusahaan dipaksa mematuhi aturan formal tetapi dapat secara bersamaan memanipulasi aturan tersebut.

Contoh nyata: Negara-negara sering menggunakan transfer pricing sebagai alat untuk menarik investasi asing, menciptakan ilusi bahwa mereka menyediakan ekosistem bisnis yang stabil. Namun, di balik ilusi tersebut, sering terjadi persaingan tidak sehat antarnegara untuk menawarkan tarif pajak rendah, yang sebenarnya merugikan perekonomian global. Dalam hiperrealitas ini, transfer pricing tidak lagi tentang efisiensi atau transparansi, tetapi tentang menciptakan persepsi bahwa sistem bekerja sebagaimana mestinya, meskipun kenyataannya justru menciptakan ketimpangan.

Genealogi Transfer Pricing: Memahami apa di Baliknya

Transfer pricing, secara terminologi, merujuk pada harga yang digunakan dalam transaksi antarperusahaan yang memiliki hubungan istimewa atau afiliasi. Istilah ini muncul seiring dengan kompleksitas perdagangan internasional, terutama sejak era pasca-perang dunia kedua, ketika perusahaan multinasional (MNC) mulai mendominasi perekonomian global. Dalam konteks perpajakan, transfer pricing mengacu pada praktik penentuan harga dalam transaksi antarafiliasi yang sering digunakan oleh perusahaan multinasional untuk mengalihkan laba ke yurisdiksi dengan tarif pajak lebih rendah. Praktik ini biasanya melibatkan manipulasi harga barang, jasa, royalti, atau aset tak berwujud untuk meminimalkan kewajiban pajak di negara dengan tarif pajak tinggi, sambil memaksimalkan laba di negara dengan tarif pajak rendah. Dengan cara ini, perusahaan dapat secara legal atau semi-legal mengurangi beban pajaknya tanpa melanggar aturan formal yang berlaku di berbagai yurisdiksi.

Transfer pricing sering menjadi perhatian utama otoritas pajak di seluruh dunia karena praktik ini dapat mengurangi basis pajak negara-negara yang terlibat. Misalnya, perusahaan dapat mengatur agar anak perusahaan di negara dengan pajak rendah menerima pembayaran royalti yang berlebihan dari entitas lain dalam grup. Akibatnya, laba kena pajak berkurang di negara asal entitas pembayar royalti, sementara laba anak perusahaan di negara dengan pajak rendah meningkat. Meskipun transfer pricing diperbolehkan jika sesuai dengan arm's length principle, praktik yang menyimpang dari prinsip ini menjadi tantangan besar bagi otoritas pajak dalam mencegah erosi basis pajak dan pengalihan laba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun