[caption id="attachment_46954" align="alignleft" width="114" caption="Foto"][/caption] Ketika Gus Dur wafat sebagai pemimpin Informal, tokoh humanis, tokoh demokrasi, tokoh pluralisme, tokoh Islam, tokoh lintas agama dan tokoh Internasional, ketika itu pula kita secara sadar kehilangan seorang putra terbaiknya. Adalah janggal sekali, jika melihat betapa kerumunan masa yang bersimpati, dan merasa kehilangan dengan wafatnya Guru Bangsa Gus Dur, dan ditambah lagi himbauan bpk presiden SBY agar, masyarakat menaikan bendera merah putih setengah tiang selama 7 hari, sebagai tanda bangsa ini sedang berkabung ..., Terlihat kebanyakan rumah-rumah warga di Jakarta dan kota - kota besar lainnya tak menaikkan bendera merah putih setengah tiang, apakah informasinya tidak sampai atukah sekedar enggan mematuhi himbauan presidennya ?,... Dapatkah kita menganalisis peristiwa ini sebagai INDIKATOR, ataupun sebuah HIPOTESIS, yang harus dibuktikan melalui penelitian lebih lanjut : 1. mengapa masyarakat di Ibu kota tidak mematuhi atau merespons, himbauan presidennya ?...., 2. Benarkah ada kesenjangan penghayatan , antara masyarakat di kota - kota besar dan pemimpinnya, mengenai makna simbolis dari sang dwiwarna merah putih, sebagai salah satu identitas bangsa,....atau lebih mendasar lagi, 3. Apakah kebanyakan pemimpin kita hanya memiliki legitimate power saja,?.... Hal inilah yang telah dibuktikan oleh almarhum Gus Dur, seorang guru bangsa yang dicintai dan dihormati bukan karena memiliki legitimate power, melainkan guru Bangsa dan informal leader yang pengaruhnya merasuk kedalam benak begitu banyak orang karena ia adalah sosok yang punya komitmen tinggi terhadap apa yang ia yakini. Memperlakukan orang dengan kesetaraan yang hanya bersandar pada humanisme dan lebih hebat lagi, tidak pernah takut menampilkannya ke kahlayak, walau itu harus punya konsekwensi berat. Ya, berat untuk mereka yang bersibuk diri dengan atribut-atribut yang lekat dengan kepemimpinannya, tetapi untuk almarhum ?, Lengser,... ga apa-apa, cuma jabatan saja... gitu aja kok repot.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H