Mohon tunggu...
Julius Cesar Hassan
Julius Cesar Hassan Mohon Tunggu... profesional -

Highrise Building Architect from TU Berlin - Germany and Master in Development Management, from Asian Institute of Management, Manila - Phillippines. Married to Rieny Hutami AF, Father of three Children, Moslem, and I like very Much Reading, Travelling and Lecturing, Working as Consultant For People Skills Development by Consulting, Training In Door, as well as Out Door Activities. I am interested in Politics mainly analyzing the phenomenas of this current situation.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jacob Oetama, A Living Legend…

28 Maret 2010   15:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:08 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

photo - dok. kompas.com

Pemimpin Umum Kompas, harian bergengsi terbesar di Negara tercinta ini, sosok yang dikenal sebagai seorang ULAMA ( usia lanjut masih aktif, he he he ) , dikenal sebagai seorang pemimpin yang efektif, berwawasan luas serta visioner.

Sabtu, 27 maret 2010 yang lalu,penulis mendapat kesempatan berharga untuk menimba ilmu langsung dari pak Jacob, dalam acara MODIS – Kompasiana, di Hotel Santika Jakarta.

Menurut pak Jacob, ditengah pesatnya kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan media elektronik , tradisi membaca harus tetap dipertahankan untuk menjadi kebiasaan publik.Maraknya tontonan dan TVsesungguhnya hanya mampu menyentuh ranah emosi, sementara ranahintelektual, pengembangan cara berpikir kritis serta bertanggung jawab, tidak mungkin bisa dilakukan hanya dengan menonton gambar dan visualisasi adegan saja.. karena itu, buku,tulisan dan produk media cetak patut dipertahankan.

Kini, teknologi komunikasi dan media elektronikberkembang pesat dan mendapat sambutan yang antusias dari publik, terutama kalangan muda, sehingga para pemilikdan pengelola media cetak di seluruh Dunia merasa terancam , khawatir dan bingung atas nasib media cetak.

Saat ini, manusia hidup dalam sebuah ‘Global Village’ atau ‘Kampung Global’, sehingga ketika adaperistiwa terjadi di suatu tempat, beritanya akan diketahui langsung oleh siapa saja dan di mana saja di pelosok dunia ini.Karenanya hadirlah kesadaran global citizenship, saling tahu,muncul saling peduli antara Negaramaju dengan Negaraberkembang maupun belum berkembang .Tidak ada yang dapat disembunyikan lagi.

Pak Jacobmemulai bisnis yang kini menggurita itu, dari hanya sebuah surat kabar saja dan kini telahberkembangdi bidang penerbitan , toko buku, Hotel, bahkan juga sebuah Universitas IT - Multi Media .

Bila kita gunakan ukuran keberhasilan seorang pemimpin, pak Jacobsangat sukses, tetapi ternyata sosoknya benar-benar menyiratkan seseorang yang memiliki karakter rendah hati tak lekang oleh usia, ditambah perangkat nilai kehidupan, sehingga tak pernah behenti belajar, serta selalu bersyukur .

IMAN adalah sebuah nilai dasar yang ia ingin jadikan, keyakinan yang diperjuangkan oleh setiap orang untuk mewarnai organisasinya .

Refleksi nyatanya adalah Kompas, yang menjunjung tinggi nilai emansipatoris, kejujuran, kepekaan, serta kepedulian tetapi tetap mengedepankan ‘analisa tepat yang akurat’.

Dengan MOTTO Kompas tempat bertemunya ‘Kata Hati dan Mata Hati’ lengkaplah strategi yang telah dipersiapkan pak Jacob berserta tim nya untuk menyongsong hari esok yang lebih baik.

Tak salah bila ia disebut sebagai 'A Living Legend', karena passion yang tak lekang oleh usia, dilengkapi perangkat nilai keutamaan hidup yang dilandasi IMAN, membuat ia tampil rendah hati, jujur, punya mata hati yang tajam, selalu belajar sehingga VISI nya untuk organisasi maupun untuk dirinya sendiri, selalu mengancang-ancang jauh kedepan..

Sambil mensyukuri keberuntungan saya mendengarkan buah pikirnya, saat pulang saya menggumam seorang diri : ” Kalau saja Indonesia punya lebih banyak ‘Living Legend’ , di bidang hukum, pemerintahan maupun bisnis, tak mungkinsebagai bangsa kita bisa dipermalukan oleh seorang PNS golongan III/Ayang punya rumah seharga sekian M”!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun