Mohon tunggu...
Julius Cesar Hassan
Julius Cesar Hassan Mohon Tunggu... profesional -

Highrise Building Architect from TU Berlin - Germany and Master in Development Management, from Asian Institute of Management, Manila - Phillippines. Married to Rieny Hutami AF, Father of three Children, Moslem, and I like very Much Reading, Travelling and Lecturing, Working as Consultant For People Skills Development by Consulting, Training In Door, as well as Out Door Activities. I am interested in Politics mainly analyzing the phenomenas of this current situation.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Imlek yang Kebablasan?

14 Februari 2010   05:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:56 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tengoklah Mall di seluruh pelosok Jakarta, reddish, merah rah rah …, membara dimana-mana. Lengkap dengan pohon angpauw, jeruk keberuntungan dan tak lupa kue keranjangannya. Ini di Hongkong, atau di Jakarta yaa ?

Bahkan pada saat sayamenuliskan inipun, di depan rumah ada barongsai sedang beraksi, dumbreng.. dumbreng dan anak –anak tetangga kumpul menonton…

Istri saya “nyeletuk”, apakah ini tidak kebablasan namanya ? , Bagaimanakalau lalu mereka yang merayakan Imlek jadi luntur ke Indonesiaannya, katanya…

Tahu-tahu, kami sudah terlibat diskusi serius, karena pada akhirnya kami sepakat bahwa sebenarnyafenomena Imlek justru menunjukan bahwa kearifan budaya bangsa kita sudah lebih dewasa, jauuuh melampaui kematangan berpolitik yang mewarnai kehidupan berbangsa kita akhir-akhir ini.

Dari sisi budaya, kita sudah mampu menghormati perbedaan, tanpa harus takut akan kehilangan identitas budaya pribadi masing-masing, memberi space terhormat bagi ekspresi kegembiraan mereka yang ber Imlek dengan baju merah, kue mangkok merah dan kue kranjang yang legit ( dan jadi sarapan saya pagi ini). Meriah, menggembirakan dan ternyata toh kita tidak kehilangan apa-apa ketika menghormati perbedaan.

Kapan ya para politisi yang hebat-hebat itu mau belajar dari fenomena budaya ini ?, Bahwa menghormati perbedaan adalah pertanda kedewasaan dan ukuran kedewasaan diri yang utama adalah justru ketika kita sejenak berhenti memikirkan kepentingan pribadi dan focus pada kepentingan yang lebih besar.Hai para politikus, mari nonton barongsai dan makan kue keranjang, sambil menghayati kearifan budaya bangsa kita !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun