Mohon tunggu...
Julita Sari
Julita Sari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi

30 September 2016   16:46 Diperbarui: 30 September 2016   17:13 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerita Indah dan kisah kisah sedih yang penuh gundah gulana yang telah singgah dalam kehidupanku. Akan tetapi mimpi itu begitu nyata, bukan hanya dalam dunia khayalan semata. Ku goreskan tinta-tinta pena di kertas yang putih hingga kurangkai kata-kata yang membentuk sebuah kalimat impian. Oh iya, namaku Julita.

Sekarang, aku sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas negeri yang ada di negeri ku tercinta. 18 Tahun (sweet eighteen) itulah usiaku sekarang yang dimana di usia itu banyak remaja-remaja yang seusia dengan ku sibuk bersenang-senang dan bergembira ria menghabiskan waktunya dalam dunia yang hanya fana ini.

Berbeda denganku, aku yang begitu bersemangat dalam mengejar impian dan berusaha ingin mewujudkan impian itu menjadi nyata. Hmmm, menulis adalah hobiku. Setiap detik yang berganti menit hingga melewati waktu-waktu yang begitu indah jika diceritakan dalam sebuah kisah menarik. Hingga mentari yang datang silih berganti berubah menjadi senja hingga malam tiba. Detik demi detik yang kulewati dalam kehidupanku sangatlah bermakna, dan tak kan menjadi sia-sia yang selalu ku tulis dalam buku diary harianku.

Mimpi.” Iya, mengenai mimpi itu, bagaikan khayalan yang begitu tinggi. Apalah daya, bagi diriku yang hanyalah seorang gadis remaja yang hidup sederhana datang ke kota untuk mencari wawasan pengetahuan yang luas seluas samudera. Untuk berkuliah di universitas negeri yang ku jalani sekarang pun begitu banyak perjuangan yang kulewati. Bermula dari pendaftaran dari jalur seleksi berkas yang telah mengecilkan kan harapanku hingga akhirnya sang Illahi menunjukkan jalan yang begitu indah bagiku melalui jalur tes bersama. “Alhamdulillah, rasa syukur yang kupanjatkan ketika berita gembira datang menghampiriku yang sedang berada dalam kegalauan yang luar biasa. Benar-benar bangga karena aku bisa membuktikan pada ayah dan ibu ku tercinta bahwa mimpi dari putri mereka selangkah sudah di depan mata.

Tak berhenti sampai saat itu, aku dihadapkan dalam dilema yang luar biasa. Dua pilihan di depan mata antara akuntansi dan ilmu hubungan internasional. Dua pilihan yang begitu sulit antara cinta dan tantangan. “Cinta, iya aku sangat mencintai akuntansi. Tiga tahun ketika aku menempuh pendidikan di SMK dengan kompetensi keahlian akuntansi. Hingga skill yang ada dalam diriku dari kegiatan jurnal menjurnal, laporan keuangan, pajak dan bahkan siklus dalam hal keuangan tidak akan kulupakan begitu saja.

Tapi di sisi lain, tantangan sudah di depan mata. Tantangan yang begitu nyata yang ingin kulalui walau akan banyak rintangan dalam mewujudkan mimpi itu. Konsentrasi ilmu hubungan internasional di universitas yang begitu terkenal di kotaku sudah begitu menanti kehadiranku. Kehadiran seorang remaja yang datang dari desa untuk mewujudkan impiannya dan akan menghadapi tantangan baru dalam kompetensi yang baru. Cinta tidak akan pernah berubah menjadi suatu kebencian. Tetapi cinta terhadap skill akuntansi yang pernah kudapat dan kupelajari waktu SMK akan kuterapkan dalam kehidupanku mengatur keuangan ku yang sekarang ini sedang berusaha hidup mandiri menjadi anak rantauan.

Tak akan ada kata menyerah dalam diri ini karena sebuah tantangan sudah ku genggam erat di tangan ku dan akan kupecahkan menjadi butir butir kesuksesan yang telah siap menanti. Akan ku telusuri aliran air yang begitu deras walau banyak diantara ranting-ranting yang jatuh yang akan menghalangi arus jalan ku. Tak akan menyerah, kan ku tembus pintu-pintu bayangan walau itu hanya dalam khayalan hingga aku mencapai suatu titik akhir. Titik akhir dalam sebuah siklus perjuangan yaitu kesuksesan.

Negeri Sakura, itulah mimpiku. Entah lah, apakah kali ini sang Illahi Rabbi akan selalu merestui jalanku. Usaha, mungkin itulah jalan terbaik untuk ku bisa mencapai impian itu dan diiringi dengan do’a. Do’a ibarat pelurus dan penerang jalan bagaikan cahaya yang akan selalu mengiringi kehhidupanku agar kelak aku tidak tersesat dalam jurang yang begitu kelam yaitu jurang kegelapan. Di umur yang ke 22 tahun, negeri sakura akan menanti kehadiran seorang perempuan muda yang datang dari negeri Indonesia.

Mimpi yang begitu indah bagi diriku, walaupun bagi sebagian orang sangatlah mudah untuk mewujudkannya apalagi mereka yang berlimpah ruah dalam keemasan. S2 di negeri sakura dengan harapan dapat beasiswa dari pemerintah ataupun lembaga-lembaga yang ingin mendukung kesuksesan dari seorang mahasiswa muda yang penuh dengan cita-cita dan akan mewujudkan sebuah karya. Akan kembali ke bumi nusantara untuk mengabdikan diri di negeri tercinta yaitu negeri Indonesia yang begitu indah dan begitu mempesona dunia pariwisatanya. Aku yakin sebuah mimpi yang indah akan menjadi nyata seiring berjalannya waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun