Di sebuah kafe kecil di sudut kota, Arya menatap cangkir kopi yang hampir habis di depannya. Kopi hitam, tanpa gula—pahit, seperti pikirannya malam itu. Dia menghela napas panjang, mencoba meredam gelombang kecewa yang memenuhi dadanya.
Dari sudut lain kafe, seorang wanita berdiri dan berjalan ke arahnya. Namanya Karina. Sepatu hak rendahnya berdecit pelan di lantai kayu. Dia berhenti di depan meja Arya tanpa meminta izin, lalu duduk di kursi kosong seolah sudah akrab dengan pemiliknya. Arya mengangkat alis, bingung.
"Berat, ya?" Karina memulai tanpa basa-basi.
"Apa?"
"Hidup," jawabnya santai sambil menunjuk cangkir kopi Arya. "Biasanya orang yang minum kopi pahit di malam hari punya beban berat."
Arya tertawa kecil, meski sinis. "Kamu siapa, psikolog kafe?"
Karina hanya tersenyum. "Enggak. Aku cuma orang yang kebetulan tahu rasanya hidup di titik rendah."
Ada keheningan singkat. Arya menatap Karina lebih lama. Wanita itu tidak tampak seperti orang yang punya banyak masalah—rambutnya rapi, wajahnya berseri, dan senyumannya tulus.
"Kenapa duduk di sini?" tanya Arya akhirnya.
Karina mengangkat bahu. "Karena kamu butuh teman bicara."