Siapa yang tidak ingin memiliki kehidupan damai? Siapa yang tidak ingin hidup dalam kesejahteraan? Tidur lelap dengan perut terisi siapa yang tidak ingin hidup seperti itu? Bayangkan jika semua kedamaian itu hilang begitu saja karena perang yang tidak pernah berkesudahan karena  orang-orang di atas sana sibuk memperebutkan kekuasaan. Tentu dalam hal ini kita orang-orang di Asia Timur lebih beruntung ketimbang saudara-saudara kita di timur tengah, ukraina dan palestina yang selalu hidup dalam ketegangan, kecemasan dan ketakutan karena perang yang tidak pernah berkesudahan. Namun kita juga akan mengalami hal yang sama dengan mereka apabila kita tidak mengambil sikap terhadap  ancaman perang nuklir di semenanjung korea yang sudah di depan mata.
Asia Timur adalah Kawasan yang sangat masif dan dinamis  dalam hal kemajuan ekonomi di beberapa dekade terakhir, akan tetapi Asia Timur juga menjadi medan kompetensi dan persaingan geopolitik yang cukup intens (www.cnnIndonesia.com). Ketegangan antar negara yang memperebutkan pengaruh dan kekuasaan dibidang ekonomi juga semakin memanas bahkan mulai meluas. Hal ini sangat jelas terutama di semenanjung Korea, yang belakangan ini menjadi salah satu titik perebutan hegemoni antar negara. Â
Salah satu penyebab ketengangan yang sedang terjadi adalah perlombaan di bidang militer terutama dalam bidang kemajuan teknologi persenjataan di semenanjung korea (www.detik.com). Korea Utara yang terkenal sebagai negara otoriter dan isolasionis, sudah sangat lama melakoni lakon sebagai pencipta ketidakstabilan di Kawasan tersebut. Akhir-akhir ini, Korea Utara menandatangani  perjanjian strategis dengan Rusia, yang diduga sebagai usaha Korea Utara memperkuat kapabilitas serta kekuatan militernya, dalam hal ini termasuk pengembangan persenjataan yang berbasis nuklir. Di lain pihak Korea Selatan dan jepang memperkuat aliansi dibidang kemiliterannya  dengan Amerika serikat, yang besar kemungkinannya  menjadi konflik regional di Kawasan tersebut.
Keadaan ini semakin diperparah dengan  Korea Utara yang sering kali melakukan uji coba persenjataan seperti rudal, baik rudal balistik maupun rudal jelajah yang berbasis nuklir. Hal ini mendapat reaksi keras dari pihak Korea Selatan dan jepang, yang secara geografis sangat dekat dengan Korea Utara dan dianggap sebagai target potensial (www.kompas.com). Kondisi semacam ini tentu menimbulkan ketakutan akan adanya konfrontasi militer yang tidak hanya berdampak pada stabilitas regional Kawasan Asia Timur, tetapi juga dapat berdampak pada perdamaian dan stabilitas Global.
Ketegangan di Asia Timur antara Korea Utara yang didukung Rusia dengan Korea Selatan dan Jepang yang beraliansi dengan Amerika, terutama ancaman Nuklir yang sudah semakin dekat, tidak bisa diabaikan oleh negara-negara lain, termasuk di Asia Tenggara (www.tempo.co). Semenanjung Korea hanya berjarak beberapa ribu kilometer dari Asia Tenggara. Faktor geografis ini dapat menyebabkan negara-negara di Asia Tenggara bisa terkena dampak dari perang nuklir tersebut termasuk Indonesia. Dan apabila terjadi ledakan radiasi yang disebabkan oleh senjata berbasis nuklir tersebut  tidak hanya berdampak pada kesehatan manusia, tetapi juga berdampak pada ekonomi serta lingkungan global.
Negara-negara di Kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia , memiliki hubungan yang erat dengan negara- negara di Kawasan Asia Timur. Baik hubungan perdagangan maupun Pendidikan serta teknologi. Contohnya saja Indonesia yang menjalin kerjasama sebagai mitra dagang untuk Jepang dan Korea Selatan. Jika konflik di semenanjung Korea itu benar terjadi maka bukan hanya kehidupan manusia yang terancam, tetapi juga eksistensi negara Indonesia di bidang ekonomi juga terancam. Hingga pada akhirnya keadaan akan semakin diperparah dengan stabilitas perekonomian global dan krisis seperti pandemi dan perubahan iklim.
Di dalam ketegangan geopolitik seperti ini, Pentingnya memperkenalkan perspektif intersubjektivitas sebagai kritik terhadap pendekatan yang selama ini hanya berfokus di beberapa bidang seperti ekologi, ekonomi, dan kepentingan strategis politik lainnya. Intersubjektivitas menekankan Pentingnya pemahaman hubungan antar subjek dengan subjek, yakni pengakuan akan pengalaman, perasaan, dan pandangan pihak lain sebagai sesama manusia dalam konteks sosial politik. Kita tidak hanya melihat masalah ketegangan ini hanya sebatas permasalahan  konflik antar negara, lebih dalam lagi kita akan menemukan permasalahan yang cukup kompleks mengenai dimensi sosial dan emosional masyarakat yang seringkali diabaikan (2021). Isu konflik di semenanjung korea ini  misalnya, lebih sering dipandang sebagai ancaman terhadap stabilitas global dan regional, tanpa menaruh perhatian yang lebih mendalam pada dampak yang dirasakan oleh masyarakat di kedua belah pihak, dan lebih luas lagi bagi seluruh masyarakat dunia terutama Asia Tenggara.
Salah satu aspek yang perlu dikritik adalah hubungan antar subjek atau intersubjektivitas,yang mana hubungan diplomasi internsional  seringkali dibangung dan dipertahankan hanya pada fokus-fokus tertentu seperti hasil-hasil strategis yang terkadang terlalu bersifat rasional, tanpa mempertimbangkan aspek-aspek seperti emosional dan kemanusiaan yang lebih mendalam. Keadaan hubungan diplomasi antara negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, Rusia, dan Korea Utara kerap kali mengabaikan kebutuhan dan kepentingan subjektif dari masyarakat di kawasan tersebut. dalam hal ini peran masyarakat tidak dipandang sebagai sesama yang perlu di dengarkan. Masyarakat di kawasan itu hanya dipandang sebagai objek kekuasaan yang hanya dibutuhkan ketika mereka memerlukan suara mereka dalam pemilihan umum dan lain sebagainya.
Selain itu, kebijakan perlindungan terhadap WNI ( warga negara Indonesia) yang berada di Kawasan sekitar semenanjung Korea juga perlu di kritik. Pemerintah Indonesia hanya berfokus pada evakuasi dan keamanan fisik saja, dan terkadang mengabaikan pengalaman subjektif warga negara Indonesia di Korea Selatan dan Jepang. Terkadang konflik antar negara tidak hanya berdampak pada keadaan fisik. Melainkan juga kondisi psiko-sosial, mental, dan ekonomi para WNI yang perlu dipersiapkan sebelum evakuasi.
Berdasarkan pemaparan di atas ketegangan di semenajung korea dan ancaman nuklir yang mengiringinya. Bukan hanya sebatas permasalahan Geopolitik, tetapi juga terkait permasalahan yang lebih kompleks tentang hubungan antar manusia, yang seringkali memandang sesamanya bukan sebagai sesama subjek melainkan hanya sebatas objek. Dengan memandang sesama kita sebagai sesama subjek atau dalam hal ini hubungan antar subjek. Pemerintah di kedua belah pihak maupun negara Indonesia diharapkan dapat menciptakan kebijakan yang lebih manusiawi dan berkelanjutan. Pemahaman ini tidak hanya penting bagi keamanan hubungan politik regional tetapi juga hubungan yang lebih harmonis di antara negara-negara di Asia Timur dan tenggara.