Mohon tunggu...
julio purba kencana
julio purba kencana Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya orang di persimpangan kiri jalan

kunjungi website pribadi penulis di fenestrapost.com website ini berisi tulisan-tulisan tentang anti radikalisme

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menguak Tabir Kekuasaan

11 Agustus 2024   15:58 Diperbarui: 11 Agustus 2024   15:58 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI : FOTO (aclc.kpk.go.id)

Agaknya sulit untuk menahan diri jika kita sudah dilatih dan terbiasa menyebarkan fakta dan kebenaran. Pembangunan di Indonesia apa bila melihat secara kasat mata dan ditelaah dari hasil pembacaan laporan pertanggung jawaban dari para aktor politik, bisa kita saksikan betapa megahnya pembangunan yang mereka lakukan. Namun apakah benar demikian yang terjadi? Dan apakah seluruh dana pembangunan yang mulai dari desa ke desa sudah dimaksimalkan untuk pembangunan? Pemerintah pusat sudah melakukan apa yang harus mereka lakukan secara maksimal. Namun apakah yang pemerintah pusat sudah mengkaji secara mendalam semua laporan yang mereka terima dari seluruh daerah di Indonesia. Tentu tidak, yang terjadi malah sebaliknya masih banyak yang tersembunyi.

 Masih banyak lubang diantara pemerintah dan para pennguasa.  Oknum-oknum yang memakai dana pembangunan yang seharusnya untuk pembagunan dan kesejahteraan masyarakat malah digunakan untuk memperkaya diri sendiri. Siapa yang perduli dengan kesejahteraan bersama, siapa yang perduli dengan Pendidikan mencerdaskan banngsa dan lain sebagainya. Intinya saya dan keluarga saya, kaya raya dan tidak kekurangan apapun. Hati nurani mereka telah mati. Dan tulisan ini memang sengaja saya layangkan kepada mereka sebagai tantangan kepada mereka yang masih menganggap dirinya manusia. Kritik memang keras dan kasar ditelinga, namun ada baiknya kritik disampaikan supaya terjadi perubahan yang signifikan di negara kita. Kita terlalu banyak diam melihat saudara- saudara kita yang kelaparan, miskin dan papa. Padahal negara kita kaya raya dengan hasil alam yang entah siapa yang menikmatinya.  Risalah ini bukan opini semata dan demi keaman pribadi mungkin saya tidak sebutkan desa mana tempat saya berada saat ini dimana ketimpangan antara miskin dan kaya yang semakin nyata karena dana pembangunan entah kemana. Dana yang diterima desa ini sekitar 1 m lebih namun pembagunan desa dan infrastruktur yang ada tidak lebih dari setengah dana yang dikeluarkan untuk keperluan pembangunan. Dan dana yang tersisa tidak ada yang tau larinya kemana, maklumlah KPK hanya ada dipusat saja tidak sampai kepada kalangan  akar rumput seperti kami-kami ini rakyat jelata.  Pemerintah agaknya sudah cukup Lelah menangani permasalah korupsi, kolusi, dan nepotisme seperti ini. Atau mungkin mereka juga termaksud dalam oknum-oknum penguasa yang juga ingin memperkaya diri, entahlah siapa yang tau? Media yang diharapkan sebagai penyambung lidah masyarakat akar rumputpun sudah sarat dengan kepentingan. Mungkin jalan terakhir yang pada akhirnya dapat kami rakyat jelata dan papa ini lalu hanya CIVIL DISOBEDIENCE atau pembangkangan sipil seperti yang  Henry David Thoreau anjurkan. 

Pembangunan di Indonesia sering kali terlihat megah dalam laporan-laporan resmi, namun kenyataannya tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan. Dana pembangunan yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sering kali tidak efektif dan bahkan disalahgunakan oleh pihak yang bertanggung jawab. Pemerintah pusat belum mampu secara memadai mengawasi dan mengevaluasi penggunaan dana ini di seluruh daerah, menyebabkan ketimpangan antara daerah yang kaya sumber daya dan yang miskin semakin nyata.
Kritik tajam terhadap elit politik yang lebih memilih kepentingan pribadi daripada kesejahteraan bersama tercermin jelas dalam kondisi sosial ekonomi yang tidak merata di Indonesia. Media yang diharapkan menjadi corong suara rakyat juga dinilai sudah kehilangan independensinya, memperparah ketidakadilan yang sudah ada.
Saya merasa bahwa saatnya bagi penguasa untuk mengubah paradigma dalam pengelolaan negara ini. Kita membutuhkan transparansi yang lebih besar, akuntabilitas yang lebih ketat, dan perhatian yang lebih besar terhadap kebutuhan riil masyarakat. Tindakan civil disobedience, meskipun sebagai langkah ekstrem, menunjukkan keputusasaan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi yang ada.
Pada akhirnya , tulisan ini bukan hanya sebagai kritik semata, melainkan sebagai panggilan untuk tindakan nyata dan reformasi dalam sistem pemerintahan. Kita harus bersatu untuk memastikan bahwa sumber daya negara digunakan untuk kepentingan bersama dan untuk mencapai kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu literasi sekali lagi saya katakan literasi dan Pendidikan sudah sepantasnya terus kita gaungkan agar kita tidak mudah dibodohi dan semakin mengerti dengan apa yang terjadi saat ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun